Kamis, 10 November 2011

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN TRADISIONAL


LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN TRADISIONAL

Oleh :
Anis Laili Mufidah             (0910830008)
Didy Addinurrahmat           (0910830022)
Elfando Mada      Indranatan (0910830023)
Mirna Zena Tuarita           (0910830041)
Tri Indah Lupitasari           (0910830072)
Yani Mahardika L       (0910830077)
Yusuf Adi              (0910830075)
Achmad Fathony         (105080301111043)
Dinaino Nabiu                 (105080301111039)
Dwi Susilo Rini         (105080301111059)
Umi Sulifah                   (105080300111016)

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011

1.   PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Hasil perikanan Indonesia, baik dalam bentuk segar maupun olahan, semakin diminati pasar dalam maupun luar negeri. Peningkatan permintaan ini memang sangat kita harapkan mengingat tingginya potensi hasil perikanan Indonesia. Yang menjadi masalah, produk ini dalam bentuk segar dapat mengalami kemunduran mutu. Oleh karena itu perlu upaya mempertahankan mutu dengan cara penanganan yang tepat agar ikan tetap sempurna atau dalam wujud plahan. Bahkan dengan cara mengawetkan dan mengolahnya, secara ekonomis nilai tambah roduk juga meningkat (Moeljanto, 1982).
Ikan merupakan salah satu smber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena dalam kandungan porteinnya tinggi mengandung asam amino esensial, nilai biologisnya tinggi dan harganya murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya.Memiliki kelemahan karena cepat membusuknya.Melihat dari keadaan diatas perlu dilakukan penanganan, pengolahan, dan pengawetan hasil perikanan yang bertujuan selain mencegah kerusakan ikan yaitu juga dapat memperpanjang daya simpan juga untuk menganekaragamkan produk olahan hasil perikanan (Adawyah, 2007).
Menurut Poernomo (2002), Ikan sebagai bahan makanan adalah salah satu sumber protein yang utama. Ikan juga dapat digunakan untuk bahan obat obatan, pakan ternak dan kebutukan struktur dan komposisi kimia pada berbagai bagian tubuh ikan.
Data selama 20 tahun terakhir menunjuka bahwa di Indonesia produksi ikan yang diolah hanya 23 24% dan sisanya dijual sebagai iakn segar atau ikan basah. Cara pengolahan tradisional seperti penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, dan fermentasi lebih dominan dari pada cara pengolahan modern seperti pembekuan dan pengalengan (Heruwati, 2002).
Menurut Respiati et al., (2008), produk olahan hasil perikanan begitu masak dipasaran untuk memenuhi kebutuhan protein bagi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kehidupan modern yang serba sibuk dan banyak menyita waktu.Contoh produk olahan yang siap saji adalah fish nugget.Nugget ikan adalah salah satu produk olahan yang dibuat dari daging giling dengan penambahan bumbu bumbu dan dicetak kemudian dilumuri dengan pelapis yang dilanjutkan dengan penggorengan.
Ikan pindang merupakan salah satu hasil olahan yang cukup popular di Indonesia, dalam urutan hasil olahan tradisional menduduki tempat kedua setelah ikan asin.Dilihat dari sudut program peningkatan konsumsi protein masyarakat, Ikan pindang mempunyai prospek yang lebih baik daripada iakn asin.Hat ini mengingat bahwa ikan pindang mempunyai cita rasa yang lebih lezat dan tidak begitu asin jika dibbandingkan ikian asin sehingga dapat dimakan dalam jumlah yang lebih banyak (Anisah dan Susilowati, 2007).
Salah satu usaha diversifikasi produk perikanan yang dapat di kembangkan dan berpeluan menambah nilai tambah (added value) adalah bakso ikan.Ikan yang sering digunakan dalam pembuatan bakso ikan adalah iakn kurisi (Nemipterus nematophorus).Ikan ini merupakan hasil tangkapan samping dari ikan ikan  demersal ekonomis.Ikan kurisi mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi  yaitu sekitar 16,35% dan kandungan lemak yang rendah yaitu sekitar 2,2% (Zahiruddin, 2008).
Menurut Satyajaya et al., (2009), pengasapan ikan merupakan salah satu cara pengolahan ikan yang berfungsi untuk mengawetkan serta memberi aroma dan cita rasa yang khas berasal dari senyawa kimia hasil pembakaran bahan bakar alami.
Terasi merupakan produk fermentasi ikan berbentuk pasta padat. Bahan baku dari terasi adalah berupa ikan kecil, udan g rebon, dan udang kecil, teri, dan bahan/limbah ikan yang di campur dengan menggunakan garam dan kadang kadang dengan bahan lainnya misalnya tepung tapioca atau tepung beras sebagai penggisi (Astawan, 1997).

1.2      Maksud dan Tujuan
Madsud dilaksanakan praktikum Teknologi Hasil Perikanan Tradisional adalah agar praktikan memehami cara pembuatan aneka olahan dari ikan (diversivikasi produk) seperti bakso ikan, terasi, ikan asap, ikan pindang, dan nugget ikan serta mampu mengenali uji organoletik dan cara perhitungannya.
Tujuan dari praktikum Teknologi Hasil Perikanan Tradisionaladalah agar praktikan mampu membuat beberapa produk tradisional seperti bakso ikan, terasi, ikan asap, ikan pindang, dan nugget ikan dengan prosedur yang benar serta dapat menganalisa uji organoleptiknya.

1.3      Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Hasil Perikanan Tradisional dilaksanakan pada hari senin dan selasa, tanggal 09 10 Mei 2011 yang dimulai pukul 13.00 WIB 20.00 WIB dan bertempat di laboratorium biokimia, nutrisi dan pengolahan hasil perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.









2.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1      Terasi Ikan
2.1.1    Bahan Utama Pembuatan Terasi
Menurut SNI  01- 6486.1 2000, klasifikasi udang galah diantaranya sebagai berikut:
Phyllum       : Arthropoda
Subphyllum   : Mandibulata
Kelas         : Crustacea
Subkelas     : Malacostraca
Ord          : Decapoda
Famili        : Palamonidae Gambar 1. Udang Rebon (Google image, 2011)
Subfamil      : Palamoniae
Genus        : Macrobrachium
Species      : Macrobrachium rosenbergii
       Menurut Katimin (2008), Rebon merupakan sejenis udang kecil yang juga merupakan bahan pembuatan terasi. Rebon muncul pada awal musim hujan, disekitar muara sungai mengerumuni benda-benda yang terapung. Rebon memiliki kandungan gizi sebagai berikut, protein 58,4%; lemak 3,6%; karbohidrat 3,2%; dan air 21,6%.
Menurut Astawan (1993), terasi merupakan produk fermentrasi iakn berbentuk pasta padat. Bahan baku yang digunakan berupa ikan kecil, udang rebon, udang kecil, teri, dan limbah ikan yang dicampur dengan garam dan kadang kadang dicampur menggunakan bahan lain seperti tepung tapioca atau tepung beras sebagai bahan pengisi.
Menurut Adawyah (2006), Salah satu produk olahan dari hasil perikanan sebagai usaha pemanfaatan ikan atau udang yang berkualitas rendah adalah terasi. Terasi adalah produk perikanan yang berbentuk pasta padat. Bahan baku yang biasa digunakan untuk terasi yang berkualitas baik yaitu iakan atau uadang yang mempunyai kualitas baik pula, sedangkan terasi yang bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah ikan , sisa iakn sortiran dengan bahan tambahan biasanya tepung tapiokan dan tepung beras dan berbagai jenis ikan kecil (teri) atau udang kecil (rebon). Umumnya terasi digunakan untuk campuran membuat sambal, adakalanya juga digunakan pula untuk campuran pada masakan lain.
Rebon adalah jenis udang kecil yang juga merupakan bakan baku dari pembuatan terasi uadang rebon. Muncul diawal musim hujan disekitar muara sungai, yang mengerumuni benda benda yang terapung. Rebon juga di kenal luas pemanfaatannya, selain digunakan unterasi udang rebon juga digunakan untuk pembuat pakan ikan (pellet) yang terlebih dahulu diolah menjadi tepung rebon dengan kandungan gizi sebagai berikut; protein 59,4% ; Lemak 3,6%; karbohidrat 3,2%; dan air 21,6% (Katimin, 2011).
Menurut Moeljanto (1992), cara pengolahan terasi (fish paste) di Indonesia agak berbeda dengan yang dilakukan di Vietnam, Kamboja, dan Fillipina. Dari segi nilai gizinya kadar protein terasi lebih tinggi di bandingkan kecap ikan. Bahan utama pembuatan terasi yaitu udang rebon, udang kecil,teri atau ikan kecil kecil lainnya.


 




Gambar 2. Terasi Ikan (Google image, 2011)
2.1.2   Bahan Tambahan Pembuatan Terasi
Menurut Hartono (1978), untuk terasi nomor dua (2) umumnya dicampuri dengan bahan lain seperti tepung tapioca, dedak, pisang dan sebagainya. Dengan maksud member konsistensi (kepadatan) yang lebih baik dan atau dapat menambah beratnya.
Ditambahkan oleh Moeljanto (1992), untuk bumbu bumbu terasi meliputi tepung tapioca dan garam. Terasi kualitas baik tidak perlu dicampuri bahan bahan lain seperti tepung.
Terasi merupakan produk fermentrasi ikan berbentuk pasta padat. Bahan baku yang digunakan berupa ikan kecil, udang rebon, udang kecil, teri, dan limbah ikan yang dicampur dengan garam dan kadang kadang dicampur menggunakan bahan lain seperti tepung tapioca atau tepung beras sebagai bahan pengisi. Adanyaa penambahan tapioca menyebabkan terjadinya fermentasi laktat dalam proses pembuatan terasi (Astawan, 1997).


2.1.3  Proses Pembuatan Terasi
       Menurut Moejianto (1992), proses pembuatan terasi antara lain :
Ø    Rebon atau teri di cuci dulu atau langsung di jemur, penjemuran dengan cara menggerakkannya sambil membuang kotaran-kotoran yang masih ada, di lakukan sampai setengah kering yaitu 1-2 hari.
Ø    Setelah kering, teri atau rebon di tumbuk sampai halus, untuk kualitas rendah dapat di tambahkan tepung dan garam selama di tumbuk jumlah garam yang di tambahkan sedikit saja (3%-5%) agar terasa cukup asin dan memberikan rasa enak khas terasi, kadang-kadang malah di tambahkan pula bahan pewarna.
Ø    Hasil tumbukan di buat gumpalan, lalu di bungkus dengan tikar atau daun-daun kering, esoknya gumpalan-gumpalan itu di jemur sambil di hancurkan supaya cepat kering kalau terlalu kering dapat di tambahkan air waktu penjemuran 3-4 hari.
Ø    Setelah itu dibuat gumpalan-gumpalan lagi dan dibungkus dengan daun-daun kering, kemudian disimpan selama 1-4 minggu supaya terjadi proses fermentasi yang sempurna, setelah tercium bau terasi yang khas berarti proses pembuatan terasi telah selesai.
Menurut Hartono (1978), proses pembuatan terasi antara lain :
·      Pencucian
-     Udang rebon segar di cuci hingga bersih
-     Ditiriskan sebentar agar atus

·      Penjemuran I
-     Setelah atus di jemur agak kering
·      Penumbukan I
-     Setelah itu ditumbuk dengan alu sampai setengah halus
·      Pemadatan/Penggumpalan
-     Selanjutnya dibuat gumpalan padat
-     Terus dibungkus dengan daun kering/tikar dan disimpan selama ±12 jam.
·      Penjemuran II
-     Daging rebon yang setengah halus dipecah gumpalannya dan di jemur dalam bentuk potongan-potongan kecil untuk mempercepat pengeringan.
-     Penjemuran tidak boleh terlalu kering
·      Penumbukkan II
-     Setelah penjemuran gumpalan kecil rebon kering di tumbuk lagi hingga halus.
-     Bila gumpalan terlalu kering dapat di tambahkan air sedikit.
·      Fermentasi/Pemeraman
-     Setelah halus hancuran rebon tadi di padatkan dan selanjutnya dibungkus lagi dengan daun atau tikar.
-     Selanjutnya disimpan/diperam selama satu minggu hingga menjadi terasi.


2.1.4  Kualitas Terasi
       Menurut Hartono (1978), mutu terasi dapat dibedakan menjadi dua (2) yaitu :
Ø         Terasi yang nomor satu atau bermutu tidak boleh dicampur dengan bahan lain.
Ø         Terasi nomor dua umumnya dicampur dengan bahan lain seperti : tepung tapioka, dedak, pisang, dan sebagainya dengan maksud memberi konsentrasi (kepadatan) yang lebih baik dan atau menambah beratnya.
Kandungan padatan (protein, garam, Ca dan sebagainya) terasi udang sekitar, protein 27%-30%, kadar air 50%-90% dan garam 15%-20%, sedangkan terasi yang di buat dari ikan, kandungan protein 20%-45%, kadar air 35%-50%, garam 10%-25% dan komponen lemak dalam jumlah yang kecil sedangkan kandungan vitamin B12 cukup tinggi (Adawyah, 2006).

2.1.5  Standar Kualitas Terasi
Bahan baku yang biasa digunakan untuk terasi berkualitas baik adalah udang rebon, sedangkan terasi bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah ikan, sisa sortiran dengan bahan tambahan biasanya tepung tapioka atau tepung beras dan berbagai jenis ikan kecil atau udang kecin (rebon) (Adawyah, 2007).


Syarat mutu terasi dapat dilihat pada Tabel 1. :
Tabel 1. Syarat Mutu Terasi
Jenis Uji
Persyaratan Mutu
Mutu 1
Mutu 1
a.   Organoleptik
-     Nilai minimum
-     Kapang

8
Negatif

8
Negatif
b.   Mikrobiologi
-     E. coli  MPN/gr
-     Salmonella
-     Staphylococcus aureus
-     Vibrio cholera

3
Negatif
1x103
negatif

3
Negatif
1x103
negatif
c.   Kimia
-     Protein
-     Air
-     Abu
-     Karbohidrat

20
30-50
1,5
2

10
30-50
1,5
2
Sumber : SNI 27616.2:2009












2.2     Nugget Ikan
Gambar 3. Nugget Ikan (Google Image, 2011)
Nugget ikan merupakan salah satu produk olahan yang dibuat dari daging giling dengan penambahan bumbu-bumbu dan di cetak, kemudian dilumuri dengan pelapis (coating dan breading) yang di lanjutkan dengan penggorengan. Pada dasarnya nugget ikan mirip dengan nugget ayam perbedaannya terletak pada bahan baku yang digunakan. Nugget ikan diharapkan memiliki cita rasa yang enak aman dan memenuhi kebutuhan zat gizi sehingga penting mengetahui perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan (Rospiati et al., 2008).
Menurut Adawyah (2006), nugget merupakan makanan yang siap saji yang merupakan modifikasi dari produk daging giling yang biasanya berada dari daging ayam. Dikatakan nugget karena bentuk awalnya seperti nugget atau balok emas dengan warna kuning keemasan. Sekarang bentuk nugget sudah bervariasi seperti drum stick, finger, dinosaurus dan berbagai bentuk menarik yang disukai anak-anak. Nugget ikan yang ada dipasaran dapat dilihat pada Gambar 3. :

2.2.1.  Bahan Utama Pembuat Nugget Ikan
Menurut Widodo dan Mahiswara (2007), ikan cucut yang lebih popular disebut hiu termasuk sub grup elasmobranchii dan grup cartilaginous. Secara morfologis, ikan cucut mudah dikenali, bentuk tubuh seperti torpedo dan memiliki ekor yang kuat, insang terletak disisi kiri kanan bagian belakang kepala, insang tidak memiliki tutup, sehingga biasa disebut celah insang. Jumlah celah insang antara 5-7 buah.Mulut terletak dibagian ujung terdepan bagian bawah.Ekor umumnya berbentuk heterocercal yaitu bentuk cagak dengan cuping bagian atasnya lebih berkembang dari pada bagian cuping bawah.Bentuk ekor tersebut sangat membantu pergerakannya sebagai ikan predator sejati. Ikan cucut hidup di lautan tropis maupun sub tropis. Ikan cucut hidup di perairan yang sangat bervariasi salinitasnya, di laut dekat pantai dan laut yang lepas.Ikan cucut yang ada dipasaran dapat dilihat pada Gambar 4. :
Gambar 4. Ikan Cucut (Google Image, 2011)
Klasifikasi ikan cucut menurut Ismail (2005), adalah :
Kingdom      : Animalia
Filum         : Chordata
Sub fium     : Vertebrata
Kelas         : Actinopterygii
Ordo         : Perciformes
Sub ordo     : Scrombroidei
Family        : Sphyraena
Genus        : Sphyraena
Spesies      : Sphyraena barracuda
       kandungan nutrisi ikan cucut segar per 100 gram porsi makanan dapat dilihat pada Tabel 2. :
Tabel 2. Komposisi Nutrisi Ikan Cucut
Komposisi
Jumlah
Air (g)
75,62
Energi (kkal)
121
Protein (g)
19,80
Total lemak (g)
4,01
Karbohidrat (g)
0
Serat (g)
0
Ampas (g)
1,48
Mineral (mg)
4
Vitamin (mg)
4
Asam askorbat
1,1
Asam pantothenic
9,68
Sumber : Ismail (2005)

2.2.2. Bahan Tambahan Pembuatan Nugget
a)          Tepung tapioka
Tepung tapioka adalah granula-granula pati yang cukup banyak di temukan di dalam umbi ketela pohon yang merupakan bahan pangan sumber karbohidrat.Tapioka mempunyai kandungan amilopektin yang tinggi sehingga mempunyai sifat tidak mudah menggumpal, mempunyai daya lekat yang tinggi, tidak mudah pecah atau rusak dan suhu gelatinisasinya relatif rendah (520C 640C) (Tjokroadikoesomo, 1993). Kandungan gizi tepung tapioka per 100 gram antara lain 362 kalori, protein 0,59 %, lemak 3,39%, air 129% dan karbohidrat 6,99% (Sediaoetama, 2000).
b)         Telur
Menurut  Wahid (2006), dalam Oktavianingsih (2008), telur memiliki fungsi yang cukup banyak dalam dunia pangan. Di samping nilai gizinya yang cukup tinggi (kaya akan protein), telur juga memiliki sifat fungsional yang dibutuhkan dalam pengolahan makanan yaitu dapat mengembangkan adonan. Fungsi itu adalah salah satu sifat fungsional yang dimiliki telur, sehingga banyak dibutuhkan dalam industri pangan.Sifat utama yang ada pada telur adalah fungsinya sebagai emulsifier atau bahan pembuat emulsi.Emulsi adalah campuran antara lemak dan air yang membentuk sebuah campuran yang tidak terpisahkan.
Kandungan gizi telur per 100 gram antara lain 163 kalori, protein 12,89%, lemak 11,59%, air 749%, karbohidrat 0,79%, CaS4 mg%, fosfor 180 mg%, Fe 2,7%, vitamin A 900 Si dan vitamin B 0,10 mg% (Sediaoetama, 2000).
c)         Garam dapur
Menurut Buckle et al. (1987), dalam Oktavianingsih (2008), garam dapur (natrium chlorida) merupakan bahan penyedap yang banyak digunakan dalam masakan. Konsentrasi penggunaan garam dapur biasanya lebih banyak.Di pengaruhi oleh rasa, kebiasaan dan keperluan sebagai pengawet dan sebagai penambah cita rasa. Pada makanan yang mengandung garam dapur (NaCl) kurang dari 0,3% akan terasa hambar sehingga tidak disenangi (Winarno, 2002). Garam dapat mempengaruhi aktivitas air (aw) bahan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak dikehendaki. Selain sebagai pengawet bahan pangan, garam juga berfungsi untuk merangsang cita rasa dan merangsang rasa enak pada produk.
d)         Gula pasir
Menurut Buckle et al. (1987), penambahan gula pasir dalam pembuatan nugget ikan ini bertujuan untuk menambahkan cita rasa pada nugget ikan. Pada penambahan gula kedalam bahan makanan akan menyebabkan sebagian air dalam bahan makanan akan dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme di dalamnya.
e)         Es batu
Menurut Komariah et al. (2005), dalam Oktavianingsih (2008), es batu berfungsi untuk membantu pembentukan adonan dan membantu memperbaiki tekstur nugget (Wibowo, 2002). Penggunaan es batu sangat penting dalam pembentukan tekstur nugget.Dengan adanya es maka suhu dapat di pertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling (Anonymous, 2008).Selain itu, penambahan es batu dapat menambah air dan meningkatkan rendemen.Es batu dapat digunakan sebanyak 10 15% berat daging atau 30% berat daging.
f)          Bawang putih
Menurut Saparinto dan Hidayati (2006), dalam Oktavianingsih (2006), protein yang terkandung dalam bawang putih membuat daging dan ikan mudah di cerna oleh saluran pencernaan. Allicin akan meningkatkan vitamin B1 pada daging ikan. Setiap 100 gram bawang putih yang dapat di makan (edible portion) mengandung 60,9-67,8% air, 122 kalori, 3,5-7% protein, 0,3% lemak dan 24,0-27,4% total karbohidrat termasuk serat (0,7%). Dalam setiap 100 gram bagian yang dapat dimakan, bawang putih mengandung 26-28 mg kalsium (Ca), 79-109 mg fosfat (P2O5), 141,5 mg zat besi (Fe), 16-28 mg natrium (Na) dan 346-377 mg kalium (K). vitamin di dalamnya antara lain thiamin, riboflavin, niasin, dan asam askorbat. Terdapat juga b karoten, meskipun sangat kecil jumlahnya.
2.2.3.  Proses Pembuatan Nugget
Nugget adalah sejenis makanan yang dibuat dari daging giling atau daging cacah yang diberi bumbu yang di bentuk dalam cetakan tertentu kemudian di kukus, di potong-potong sesuai ukuran, dipanir, di bekukan dan sebelum mengkonsumsi dilakukan penggorengan.Nugget merupakan makanan siap saji yang merupakan modifikasi dari produk daging giling yang biasanya berasal dari daging ayam (Adawyah, 2006).
Prosedur pembuatan fish nugget menurut Yuliati et al., (2010), dapat dilihat pada Gambar 5. :
Daging Ikan
Dicampur dengan bumbu
Diblender
Dicampur dengan bumbu
Dimasukkan ke freezer
Dipotong-potong (dibentuk)
Dimasukkan ke adonan breading hingga merata
Di gulingkan ke tepung roti kemudian di goreng
Di bungkus ke dalam kemasan
Fish nugget yang bergizi tinggi
Gambar 5. Prosedur Pembuatan Fish Nugget
2.2.4 Kualitas Nugget Ikan
       Nilai biologis protein dan NPU tepung nugget daging merah tuna penyimpanan 0 , 1 , dan 2 bulan adalah 92,1 : 93,1 : dan 96,8 ; serta 90,7 : 91,2 : dan 95,1 %. Selanjutnya nilai efisiensi dan daya cerna tepung nugget daging merah tuna, penyimpanan 0 , 1 , dan 2 bulan adalah 28,3 : 27,9 dan 28,7 % serta 98,5 : 98,1 dan 96,8%. Hal tersebut menunjukkan bahwa protein nugget daging tuna merah mempunyai mutu yang baik (Respiati et all, 2008).
       Nilai aroma nugget daging berkisar antara 1,1 sampai 3,8. Menurut persyaratan SNI nugget ayam (BSN, 2002) aroma nugget yaitu normal.  Aroma normal nugget pada penelitian ini berkisar pada nilai berkisar pada nilai dua yaitu pada taraf penambahan tepung tempe 5% (2,2) sampai 15% (2,2) (Afrianto, 2010).

2.2.5 Standard Kualitas
       Nilai aroma nugget daging berkisar antara 1,1 sampai 3,8. Menurut persyaratan SNI nugget ayam (BSN, 2002) aroma nugget yaitu normal.  Aroma normal nugget pada penelitian ini berkisar pada nilai berkisar pada nilai dua yaitu pada taraf penambahan tepung tempe 5% (2,2) sampai 15% (2,2) (Afrianto, 2010).
Nilai biologis protein dan NPU tepung nugget daging merah tuna penyimpanan 0 , 1 , dan 2 bulan adalah 92,1 : 93,1 : dan 96,8 ; serta 90,7 : 91,2 : dan 95,1 %. Selanjutnya nilai efisiensi dan daya cerna tepung nugget daging merah tuna, penyimpanan 0 , 1 , dan 2 bulan adalah 28,3 : 27,9 dan 28,7 % serta 98,5 : 98,1 dan 96,8%. Hal tersebut menunjukkan bahwa protein nugget daging tuna merah mempunyai mutu yang baik. Titanium dioksida ( TiO2) biasanya digunakan sebagai bahan tambahan untuk pembuat. Pemanfaatan TiO2 ini tidak menurunkan nilai gizi protein (Respiati et all , 2008).




2.3     Bakso Ikan
Bakso ikan adalah bakso yang dibuat dari daging ikan, yang di bentuk menjadi bulatan-bulatan.Selain sebagai sumber protein yang mempunyai nilai gizi tinggi, bakso ikan juga merupakan makanan jajanan yang telah diterima oleh masyarakat karena harganya terjangkau serta dapat memenuhi selera dan daya beli masyarakat (Agustin dan Mewengkang, 2008).
Bakso yang terbuat dari daging ikan biasanya dikenal dengan nama bakso ikan dan sudah banyak dijumpai di pasaran. Daging ikan yang dipilih untuk membuat bakso adalah ikan yang mempunyai daging yang berwarna putih, misalnya pada ikan Tenggiri, Kakap, Kerapu, Cunang dan lain sebagainya (Wibowo, 2002 dalam Oktavianingsih, 2008).Bakso ikan yang ada dipasaran dapat dilihat pada Gambar 4. :

Gambar 6. Bakso Ikan (Google Image, 2011)



2.3.1  Bahan Utama Pembuat Bakso Ikan
       Salah satu usaha diversifikasikan produk perikanan yang dikembangkan dan berpeluang menambah nilai tambah (adated value) adalah bakso ikan. Ikan yang sering digunakan dalam pembuatan bakso ikan adalah ikan kukisi ( Nemptesis hematophoorus ). Ikan ini merupakan hasil tangkapan samping dan ikan-ikan demersal ekonomis. Ikan kukisi mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sekitar 16,85% dan kandungan lemak yang rendah sekitar 2,2% (Zahirudin et al., 2008).
Bakso umumnya dibuat dari ikan sapi.Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan selera konsumen berkembang.Bahan yang dibuat dari bahan bakuikan diantaranya bakso ikan tengiri. Berdasarkan hasil penelitian (Nurchafifah,2003) untuk mensubstitusi daging sapi dengan daging ikan dan berdasarkan hasil penelitian substitusi daging ikan (0,5%) yang paling disenangi oleh konsumen (Adawyah, 2006).
Bahan pembuatan bakso ikan yaitu daging ikan, tepung, putih telur, air es dan bumbu-bumbu ( bawang putih, bawang merah, merica, garam). Pada dasarnya hampir semua jenis ikan dapat dimanfaatkan dagingnya untuk diolah menjadi bakso.Bakso ikan dapat dibuat bervariasi, misalnya dengan menambahkan telur, jeroan dan sebagainya ke dalamnya.Cara pembuatanya pun tidak berbeda (Daniati,2005).






Gambar 7. Ikan Mackarel (      Google image, 2011)
Klasifikasi ilmiah Ikan Mackarel :
Kerajaan:
Animalia
Filum:
Chordata
Kelas:
Actinopterygii
Ordo:
Perciformes
Famili:
Scombridae
Genus:
Scomberomorus
Spesies :    Scomberomorus guttatus

2.3.2 Bahan Tambahan Pembuatan Bakso Ikan
Bahan-bahan lainnya yang digunakan adalah tepung tapioka, bawang merah, bawang putih, soda kue, garam dapur, merica, penyedap, telur, lada, air dan es batu (Uju  et al., 2004).
Bahan pengisi merupakan fraksi bukan daging yang biasanya ditambahankan dalam pembuatan produk emulsi daging, seperti bakso dan sosis. Jenis bahan pengemulsi yang biasanya ditambahkan pada proses pembuatan bakso adalah tepung berpati, misalnya tepung tapioka, tepung gandum, dan tepung sagu. Tepung pati yang biasnya digunakan dalam pembuatan bakso yaitu tepung tapioka dan tepung sagu (Bahrudin, 2008).
Bahan tambahan seperti pengisi (tepung tapioka), kitosan, karagenan, STTP (Sodium tripoliphospat), es atau air es dan bumbu-bumbu (bawang merah, bawang putih, garam, gula dan merica), sedangkan bahan yang digunakan dalam analisis bakso ikan antara lain akuades, alkohol, bahan analisis kimia (pelarut heksana, K2SO4, HgO, H2SO4, HCl, NaOH, KBr, tablet kjedahl) dan bahan analisis mikrobiologi (media, Plate Count Agar dan NaCl) (Zahiruddin, 2008).
Menurut Adawyah (2006), bakso ikan merupakan salah satu bentuk olahan yang menggunakan daging ikan sebagai bahan dasarnya dengan tambahan tepung tapioka dan bumbu dengan bentuk bulat halus dengan tekstur kompak, elastis dan kenyal.
Menurut Daniati (2005), bahan tambahan pembuatan bakso ikan adalah sebagai berikut :
·         Tepung : Tepung digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan bakso, tepung yang digunakan dalam pembuatan bakso berfungsi sebagai pengikat dan perekat bahan lain. Kualitas tepung yang digunakan sebagai bahan makanan sangat berpengaruh terhadap makanan yang dihasilkan.
·         Putih Telur : Telur yang digunakan dalam pembuatan bakso ini adalah telur ayam dan bagian telur yang digunakan adalah putih telur yang berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan lain dalam adonan, memberi rasa lezat dan memberikan tekstur adonan yang rata dan lezat. Banyaknya putih telur sekitar 60% dari berat telur.
·         Air Es : Air es diperlukan dalam pembuatan bakso karena berfungsi membantu pembentukan adonan dan memperbaiki tekstur bakso.
·         Bumbu-Bumbu : Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan bakso ikan meliputi bawang putih, bawang merah, merica dan garam.

2.3.3 Proses Pembuatan Bakso Ikan
       Menurut Daniati (2005) Gambar 8. Proses Pembuatan Bakso Ikan
Bakso Ikan
Direbus selama 15 menit

Diblender
Dibentuk
Bumbu (lada, bawang putih, bawang merah goreng, dan garam)
Tepung tapioka, Sagu, Terigu, Telur, Es Batu
Daging Ikan Segar
 









Proses pembuatan bakso ikan adalah :
·         Daging ikan dipilih yang masih segar dipisahkan dari duri dan serat-seratnya kemudian dihaluskan menggunakan blender.
·         Daging ikan yang sudah halus dicampur dengan tepung, telur, garam, air es dan bumbu yang telah dihaluskan kemudian diaduk bersama dalam blender untuk memperoleh adonan yang homogen
·         Setelah adonan siap, adonan dibentuk dengan menggunakan tangan atau dua buah sendok makan kemudian dimasukkan dalam air mendidih hingga matang selama 15 menit jika bakso sudah mengapung di permukaan air berarti bakso sudah matang.
·         Setelah matang bakso diangkat, ditiriskan dan didinginkan dalam suhu ruang.
Menurut Adawyah (2007) adapun pengolahan bakso ikan i;
ikaIkan Tengiri
Pisahkan Daging dari Duri
Haluskan Daging Ikan
Campur Daging dengan Bumbu
Bentuk Bulatan dan Direbus
Bakso Ikan
 







Gambar 9. Diagram alir  pengolahan bakso ikan tengiri
2.3.4 Kualitas Bakso Ikan
Pengujian terhadap produk bakso meliputi uji organoleptik seperti penampakan, tekstur, aroma dan rasa; uji fisik meliputi uji kekuatan gel, kekerasan, derajat putih, uji pelipatan, uji gigit, rasio rehidrasi, dan rasio susut masak; sedangkan uji terakhir adalah uji kimia yang meliputi kadar protein, air, lemak, abu, dan karbohidrat serta Total Volatile Base (TVB), Protein Larut Garam (PLG) dan Water Holding Capacity (WHC) (Bahrudin, 2008).
Menurut Sari (2008), bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur (NaCl), tepung tapioka dan bumbu-bumbu dibentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25-30 gram per butir. Bakso memiliki tekstur yang kenyal setelah dimasak, kualitas bakso bervariasi tergantung bahan baku dan proses pembuatannya. Bakso menjadi makanan favorit di berbagai kalangan masyarakat tetapi pengetahuan tentang bakso yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang.Terbukti masih banyak ditemukan bakso yang mengandung boraks dan formalin memiliki dampak yang tidak baik bagi kesehatan.
Melihat potensinya yang cukup besar, maka mutu produk ini patut ditingkatkan. Salah satu cara meningkatkan mutu bakso adalah dengan penambahan flavour, di mana flavour ini akan meningkatkan rasa dan aroma bakso (Hermanianto, 2001).

2.3.5 Standar Kualitas Bakso
       Menurut Chairita et al., (2009), karakteritik fisik dan organoleptik bakso ikan yang baik dan dilewatkan oleh konumen. Berdasarkan karakteristik fisik, larva, dan organoleptik surimi dan bakso ikan dari campuran surimi ikan layang dan surimi tertelan kakap merah dalam bentuk segar bermutu lebih baik.
Menurut Adawyah (2007), bakso ikan merupakan salah satu bentuk olahan yang mengandung daging ikan sebagai bahan dasarnya dengan tepung tapioka. Selain itu ada bumbu yang dapat memperhalus tekstur bakso.














2.4.    Ikan Pindang
Pemindangan ikan pada dasarnya adalah suatu proses penggaraman cepat. Produk yang dihasilkan adalah ikan asin yang telah masak dan siap untuk dikonsumsi (Hadiwiyoto, 1993). Pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan dan pengawetan ikan secara tradisional. Dalam proses pemindangan, ikan atau udang di awetkan dengan cara mengukus atau merebusnya dalam lingkungan bergaram dan bertekanan normal. Hal ini bertujuan untuk menghambat aktivitas bakteri pembusuk maupun aktivitas enzim (Widiastuti, 2005).
Pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan sekaligus pengawetan ikan yang cukup popular di Indonesia. Umumnya pemindangan secara tradisional dilakukan dengan merebus ikan dalam larutan garam jenuh selama jangka waktu tertentu dalam wadah paso tanah liat, badeng, atau drum-drum bekas (Jenie et al., 2001).
Gambar 10. Ikan Pindang (Google Image, 2011)



2.4.1   Bahan Utama Pembuatan Ikan Pindang
Menurut Ratnawati et al., (2008), klasifikasi ikan kembung sebagai berikut:
Fillum        :Chordata
Sub Fillum    :Tunicata (Urochordata)
Kelas         :Osteichtyes
Sub Kelas    :Sarcopterygii
Ordo         :Perciformes
Sub Ordo     :Scombroidel
Familli        :Scombridae
Genus               :Scomber                         
Spesies      :Scomber kanangurta


Gambar 11. Ikan Kembung(Google Image, 2011)
Ikan kembung merupakan ikan yang hidup di tepian pantai, dan pada musim tertentu hidup di permukaan laut sehingga penangkapan ikan secara besar besaran akan mudah.






Tabel3.Komposisi dari ikan kembung
Komponen
Jumlah
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Air
103 kal
22 gr
1 gr
0 gr
20 mgr
200 mgr
1 gr
30 Kgr
0,05 mgr
0 mgr
76 gr

Di Indonesia, pembuatan pindang cue sudah banyak dilakukan orang. Ikan pindang sangat di gemari terutama di jawa barat.Bila pengolahannya baik maka daya simpannya cukup lama dan dapat di angkat ketempat yang jauh.Penggaraman yang diikuti perebusan telah lama dipraktekkan di Indonesia, misalnya pada pembuatan ikan pindang cue.Tujuannya adalah untuk memperpanjang masa simpan.Hal ini dilakukan untuk mempertahankan kesegaran ikan (Moeljanto, 1992).
Pembuatan pindang cue lebih sederhana dibandingkan dengan pembuatan pindang pada umumnya. Rasanya pun lebih lezat dibandingkan dengan pindang biasa. Kebanyakan ikan ikan yang di olah menjadi pindang cue adalah ikan ikan yang berukuran kecil seperti ikan selar, laying, bandeng kecil, tongkol kecil dan lain lain (Adawyah, 2006).
Adapun jenis ikan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pemindangan adalah ikan air laut seperti tongkol, tengiri, kembung, laying, dan ada juga ikan air tawar yaitu ikan seperti ikan mas, nila, bandeng Selain itu bahan utama pembuatan ikan pindang adalah garam. Bahan bahan  pembuatan ikan pindang yang digunakan harus memenuhi syarat syarat tertentu agar ikan pindang yang dihasilkan bermutu baik (Widiastuti, 2005).

2.4.2    Bahan Tambahan Pembuatan Ikan Pindang
Cara yang umum adalah dengan merebus ikan dalam larutan garam jenuh atau menggaraminya sebelum dituangi air laut atau air tawar, kadang kadang diberi bumbu tambahan seperti kecap atau kunyit. Perebusan akan mengurangi kadar air dalam badan ikan dan mematikan sebagian besar bakteri. Adanya garam berfungsi menarik air lebih banyak sehhingga ikan makin awet. Perebusan dalam larutan garam pekat dapat menghentikan proses pembusukan ikan (moeljanto, 1992).
Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar bakteri pada ikan terutama bakteri pembusuk dan pathogen. Selain itu pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak. Ikan pindang pun menjadi lezat dan lebih awet dibanding ketika masih segar (Adawyah, 2006).
2.4.3 Proses pembuatan Ikan Pindang
       Menurut paket iindustri pangan (1981), adapun proses pembuatan ikan pindang antara lain:
Ikan
Dibuang jerohannya
Dicuci
Disusun dalam kuali garam secukupnya
direbus
ditiriskan
direbus
Ikan pindang
Ditutup dengan plastik
      
                                                                                        

Gambar 12. Proses Pembuatan Ikan Pindang (Google Image, 2011)


Menurut Adawyah (2006) adapun proses pembuatan ikan pindang berikut ini :
Gambar 13. Diagram Alir Pengolahan Pindang Ikan Kembung
Ikan kembung segar
Disiangi dan dicucui bersih
pemirisan
Penyusunan ikan diatas naya atau besek
perebusan
Penyiraman dengan air panas
pendinginan
Pindang ikan kembung
 








Menurut Hartono (1972), proses pembuatan ikan pindang bumbu adalah:
·         Ikan disiangi dan dicucui bersih
·         Garam, kunir atau kunyit dan serei dihancurkan hingga halus
·         Ikan dan bumbu tadi dicampur hingga rata atau lapis demi lapis sambil menyusun
·         Selanjutnya ikan disusun dalam periuk yang sudah diberi air, sarangan air , sarangan dan alas daun
·         Diberi pemberat, ikan direbus selama 3 jam, bila ingin sampai tulang-tulangnya lunak dapat diperpanjang 2-3 jam lagi
·         Pemasakannya mula-mula api dibesarkan, tunggu hingga mendidih lalu api dikecilkan agar bumbu merata

2.4.4 Kualitas Ikan Pindang
Menurut Hartono (1972), mutu ikan pindang menurut jenisnya dibedakan menjadi berikut:
v      Pindang Bawean, hasil atau mutunya :
a)    Daya taha 2 3 hari
b)   Rasa aroma lebih enak dan gurih
c)   Harganya lebih mahal
v      Pindang Pelabuhan Ratu, mutunya sama dengan pindang bawean yaitu :
a)    Daya tahannya 2-3 hari
b)   Rasa aroma lebih enak dan gurih
c)   Harganya lebih mahal
v      Pindang Badeng, hasil atau mutunya :
a)    Daya tahannya 2-3 hari
b)   Rasa aroma lebih enak dan gurih
c)   Harganya lebih mahal
Menurut Himawati (2010), ditinjau dari gizinya ternyata ikan pindang memiliki kandungan protein sebesar 15-24%. Ikan pindang juga kaya akan vitamin A dan D setelah diasinkan itu tidak hilang.
Tabel 4. Kualitas Ikan Pindang
Komponen
Kadar %
Kalori
176,00 kal
Protein
27,00
Lemak
3,00
Mineral
0,26
Vitamin B1
0,07 mg
air
60,00
Sumber : Himawati (2010)
Selain garam sebagai bahan pengawet, faktor lingkungan mempunyai peranan penting untuk mempertahankan kualitas ikan pindang seperti sanitasi. Dengan sanitasi tempat usaha yang baik, diharapkan akan menghasilkan ikan pindang yang dijamin mutunya. Untuk itu diperlukan informasi tentang keterkaitan antara sanitasi tempat usaha dengan jumalh bakteri ikan pindang bandeng (Purwaningrum, 2000).

2.4.5 Standar Kualitas Ikan Pindang
Menurut Himawati (2010), standar produk pindang layang meliputi persyaratan yang mencakup : bahan baku, bahan pembantu, dan bahan tambahan, persyaratan teknis, sanitasi dan higyenis (cara penanganan), cara pengolahan, cara pengemasan, cara pembelian (label dan merk), serta penyimpanan (persyaratan mutu) dan analisis (mutu, produk akhir, cara pengambilan contoh dan analisis).


Tabel 5.Syarat mutu ikan pindang (SNI, 1992) :
No.
Jenis uji
Persyaratan Mutu
Pindang air garam
Pindang garam
a.
Organoleptik
7
6
Nilai minimum
Kapang
negatif
Negatif
b.
Mikrobiologi
1 x 105
1 x 105
TPC per gram maks
E coli MPN per gram maks
3 CFU
3 CFU
Salmonella*
negatif
Negatif
Vibrio chotera *
negatif
negatif
Staphylococcus aunes *
1 x 103
1 x 103
c.
Kimia
70
70
Air, % bobot/bobot maks
Garam, % bobot/bobot maks
10
10

Keterangan : * jika dibutuhkan












2.5     Ikan Asap
Gambar 14. Ikan Asap(Google Image, 2011)

2.5.1 Bahan Utama Pembuatan Ikan Asap
       Ikan asap sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Konon terjadinya tanpa disengaja. Ada beberapa cara pengasapan yaitu pengasapan dingin, pengasapan panas, pengasapan langsung atau tidak langsung. Jenis ikan yang diasap pun beraneka ragam mulai dari ikan bandeng hingga ikan salmon.Ada banyak jenis ikan yang diasap mulai dari ikan air tawar hingga ikan laut, mulai dari bandeng, tongkol, hingga cakalang bahkan tuna. Prinsip daar pengolahannya tidak jauh berbeda meskipun beberapa komunitas ikan asap memerlukan cara pengasapan dan pengolahan yang khas (Adawyah,2007).
Menurut Hartono (1978), ikan-ikan yang dapat diasapi jenisnya ada dua yaitu :
1.    Ikan perairan daratan : gabus, lele, mas, idat, dan lain-lain
2.   Ikan laut dan air payau : Ckalang, kakap, belanak, bandeng, dan lain-lain


Menurut Menegristek (2011), Klasifikasi ikan lele adalah :
Kingdom      : Animalia
Phyllum       : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Klas          : Pisces
Sub-klas      : Teleostei
Ordo         : Ostariophysi              Gambar 15. Ikan Lele (Google Image, 2011)
Sub-ordo     : Siluroidea
Familia        : Clariidae
Genus               : Clarias spp


Tabel 6.komposisi gizi pada ikan lele
Zat gizi
Jumlah (%)
Protein
17.7
Lemak
4.8
Mineral
1.2
Karbohidrat
0.3
Air
7.6
Sumber : Indah (2010)
       Menurut SNI 01-2725-1992 komposisi kimia ikan asap adalah mengandung air dengan persen bobot maksimum 60, garam persen bobot maksimum 4, dan abu tak larut dalam asam dengan persen bobot maksimum 1,5.

2.5.2 Bahan Tambahan Pembuatan Ikan Asap
       Bahan Pengasap sebagai sumber asap cair menggunakan tempurung kelapa diperoleh dari pasar bogor dan kelapa diperoleh dari pasar bogor. Untuk pembuatan ikan asap digunakan ikan tongkol (Euthynnus affaris) sebanyak 60 ekor dengan ukuran 22-26 cm. Ikan tersebut diperoleh dari TPI Muara Batu Jakarta (Marasberry,2011).
       Menurut Moeljanto (1992), bahan tambahan ikan asap yaitu garam. Konsentrai garam dan lama perendaman dalam brine (brining) tergantung pada keinginan pengolah yang sebenarnya dapat disesuaikan dengan selera konsumen atau permintaan pasar.













2.5.3 Proses Pembuatan Ikan Asap
ikan
disiangi
dicuci
Direndam (15-20 menit) garam dan ½ liter air
Ditiriskan dan diangin-anginkan  (± 15 menit)sampai permukaannya kering
Diikat saatu per satu
Digantung dan disususn dalam lemari pengasapan
Diasap dengan panas ± 70-80oC (2-3 jam)
Dikeluarkan dari lemari pengasapan
Diasapi dengan panas ± 20-30oC (4 jam)
Ikan asap
       Menurut Margono (2000), digrram alir pembuatan ikan asap adalah sebagai berikut :








                    




Gambar 16. Diagram Alir Pembuatan Ikan Asap

Menurut Hartono (1972), proses pengasapan dingin yaitu:
·         Persiapan
Penyiangan, pencucian, perendaman dalam larutan garam 10% selama 1 jam, pencucian kedua, perendaman lagi dalam larutan garam 15% selama 6 jam lalu dilakukan penirisan dan diangin-anginkan hingga agak kering.
·         Pengasapan
Penyusunan dalam ruang pengasapan. Setelah agak kering ikan diletakkan atau digantung agak jauh dari sumber asap =ditusuk, diikat dengan kawat atau tali, digapit atau ditaruh di atas para-para.
·         Pemberian asap pertama
a.    Ukuran asap tipis
b.    Suhu asap 32-37oC
c.    Lama 3 (tiga) jam
·         Hasil atau mutu
a.    Dengan cara tadi ketahanan atau daya awetnya sampai 2 minggu
b.    Daya awet dapat diperpanjangdengan menambah lama perendaman dalam larutan garam atau pengasapannya
c.    Ikan tetap mentah
Menurut Moeljanto (1992), proses pengasapan panas yaitu:
·         Kalau sisik ikan dibuang, isi perutnya tidak perlu dibuang
·         Setelah dicuci ikan direndam dalam larutan garam 90 % saline meter (± 25 %) selama 1-3 jam
·         Ditiriskan ditempat teduh sampai kulitnya agak kering atau lunak
·         Kemudian ditaruh diruang pengasapan, diasapi dengan asap tipis pada suhu 2-3 jam pada suhu 32-38OC atau pada aroma dan warna yang diinginkan. Hasilnya hanya tahan disimpan selama 4-5 hari kecuali bila disimpan di cold storage

2.5.4 Kualitas Ikan Asap
       Pengasapan meliputi empat pengolahan dasar : pengasinan, pengeringan, pengsapan dan pemanasan. Pengeringan serta pemanasan dan pengasapan semuanya dilakukan dalam ruang asap. Berbagai produk ikan asap diperoleh dengan menggunakan masing-masing proses dalam bermacam-macam tingkat. Proses pengasapan menyebabkan turunnya kadar air, naiknya kadar garam, dan tertinggalnya bahan-bahan pembentuk asap pada permukaan ikan. Pengeringan dan pengasinan mengawetkan ikan dengan mengurangi aktivitas air (water activity). Bahan-bahan asap seperti formaldehida, aseton dan fenol mempunyai sifat-sifat membunuh bakteri, sementara asam yang mudah menguap dalam uap menurunkkan pH pada permukaan ikan dan memperlambat pertumbuhan mikroorganisme. Panas selama pengasapan juga bersifat antibakteri (buckle, et all, 2000).
       Menurut Afrianto dan Liviawati (1989), kualitaas dan kuantitas unsure-unsur kimia yang terdapat didalam aspa tentu saja tergantung pada jenis kayu yang digunakan. Bila keyu atau serbuk kayu bakar akan terjadi perubahan sebagai berikut:
Selulosa yang terurai menjadi :
·         Alkohol berantai pendek, lurus
·         Aldehid
·         Keton
·         Asam organic
Unsur-unsur diatas sangat berperan dalam proses pengasapan ikan sehingga akan dihasilkan produk ikan asap yang mempunyai rasa dan warna.
Pengasapan ikan secara tradisional mempunyai kelemahan yaitu belum adanya keseragaman dalam pengolahan, menghasilkan senyawa yang bersifat karsinogenik, control asap rutin, temperature sulit dikontrol,  pemindahan rak-rak dari lapisan atas ke lapisan bawah setelah ikan dilapisan bawah sudah masak dan kelembaban udara dalam ruangan. Walaupun mutunya kurang bagus dibandingkan pengasapan cair, pengasapan secara tradisional paling mudah diterapkan oleh ndustri kecil (satyajaya, 2009).

2.5.5 Standart Kualitas Ikan Asap
       Cara peling mudah untuk menilai mutu ikan asap yaitu dengan menilai mutu sensorik atau mutu organoleptiknya. Cara lain pengujian fisik, kimiawi dan mikrobiologis yang tentu saja memerlukan teknik, peralatan dan tenaga kerja khusus yang tidah mudah dan tidak murah. Penilaian mutu dengan sensorik sangat mudah dilakukan dengan baik dan benar (Adawyah, 2007).
       Nilai rata-rata kenampakan ikan asap berkisar antara 6,8-8,2. Nilai rasa antara 6,5-7,1. Berdasarkan persyaratan SNI untuk nilai organoleptik ikan aspa minimal 7. Nilai rata-rata kadar air asap berkisar antara 54,29% sampai 56,80% (Marasbessy, 2011).
       Berdasarkan standart total bakteri telah ditetapkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1991), bahwa standart total bakteri daging asap sebanyak 5 × 104 (Fa/g), maka perlakuan pengasapan yang memenuhi persyaratan tersebut adalah pengasapan pada temperatur 80ot, selama 4 jam dan 6 jam atau temperature 70oC selama 6 jam (Suradi dan Suryaningsih, 2011).
       Senyawa-senyawa yang terdapat didalam asap dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu fenol, karbonil terutama keton dan aldehid), asam, furan, alcohol, dan ester, laktan, hidrokarbon alifatik, hidrokarbon perisiklik aromatic. Namun komponen utama menyumbang dalam reaksi pengasapan hanya tiga senyaawa yaitu asam fenol dan karbonil. Komposisi asap dipengaruhi oleh tiga factor diantaranya adalah jenis kayu, kadar air dan suhu pembakaran yang digunakan (Sariet al., 2006).





3. METODOLOGI
3.1.1    Pembuatan Terasi
3.1.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan terasi yaitu:
·      Nampan                  :  sebagai tempat alat dan bahan
·      Alu dan Mortar           :  untuk menumbuk atau menghaluskanudang rebon
·      Baskom                  :  sebagai wadah untuk mencampurkantumbukan
·      Para-para                 :  sebagai alas saat penjemuran
·      Timbangan duduk         :  untuk menimbang udang rebon
·      Sendok                  : untuk mengambil terasi

3.1.2 Bahan dan Fungsi
Bahan yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan terasi yaitu:
·      Udang Rebon 26,7 gram  :  sebagai bahan utama pembuatan terasi
·      Garam 1,591 gram (3%)    :  sebagai bahan menambah rasa, sebagai pengawet terasi serta mengurangi kadar air
·      Air                      :  untuk membersihkan alat dan bahan
·      Plastik                   : untuk membungkus terasi yang sudah jadi

3.1.3  Skema Kerja
Udang Rebon
Dicuci bersih dan dibuang kotoran
Ditambahkan garam 5% dari berat udang dan pewarna
Diratakan agar ketebalan 1-2 cm
Dijemur setengah kering
Digiling agar halus dan dibentuk
Dibungkus dengan tikar atau daun pisang kering
Dibiarkan selama satu- dua hari
Dijemur kembali 3-4 hari
Disimpan selama 1-4 minggu
Terasi
Gambar 17. Skema Pembuatan Terasi







3.1.4 Prosedur Pembuatan Terasi
       Untuk pembuatan terasi yang dilakukan pertama kali adalah mencuci udang rebon dan ditiriskan, agar kotoran yang menempel pada udang rebon hilang.Setelah itu ditambahkan garam sebanyak 5% dari berat udang dan diberi pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan. Kemudian diaduk rata, tujuan pemberian garam untuk mengurangi kadar air dan menambah daya awet terasi serta memberikan rasa pada terasi. Kemudian adonan tersebut diratakan agar ketebalannya 1-2 cm, tujuannya agar mudah kering.Setelah itu dijemur sampai setengah kering dan diaduk.Kemudian digiling dan ditumbuk dengan mortar agar halus.Lalu dibentuk dan dibungkus dengan plastik dan dibiarkan selama satu sampai dua hari.Kemudian dijemur kembali sambil dihancurkan supaya cepat kering. Waktu penjemuran 3-4 hari agar benar-benar kering dan kadar air dalam terasi benar-benar hilang. Kemudian terasi tersebut disimpan selama 1-4 agar terjadi proses fermentasi sampai tercium bau khas terasi.
               Hubungan Fermentasi dengan Terasi
Fermentasi ikan merupakan cara pengawetan tradisional di Indonesia maupun Negara-negara Asia tenggara lainnya. Produk akhir hasil fermentasi ikan dapat berupa ikan utuh, pasta atau saus.Reaksi yang terjadi selama fermentasi ikan adalah penguraian senyawa-senyawa bermolekul besar, terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dicerna, diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh kita. Protein ikan akan terurai menjadi peptida dan asam amino, yang dapat terurai lebih lanjut menjadi senyawa-senyawa yang berperan dalam pembentukan cita rasa khas setiap produk. Jika dalam proses fermentasi ditambahkan senyawa sumber karbohidrat (misalnya pati atau nasi) maka senyawa tersebut akan di uraikan menjadi asam, alkohol dan lain-lain (Astawan, 1997).
Sedangkan menurut Winarno (1973), pada proses fermentasi terasi, protein dihidrolisa menjadi derivatnya, seperti asam-asam amino, peptide, dan pepton. Fermentasi terjadi di akibatkan oleh aktivitas mikroorganisme dan enzim.


3.2     Pembuatan Nugget

3.2.1   Alat dan Fungsi
       Alat yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan nugget yaitu:
·      Blender            : untuk menghaluskan daging ikan cucut
·      Pisau              : untuk memotong daging ikan cucut
·      Mixer             : untuk membantu mencampur daging dan bahan-bahan
·      Telenan            : sebagai alas saat memotong ikan cucut
·      Timbangan analitik : untuk menimbang bahan- bahan dengan ketelitian 0,01
·      Baskom            : sebagai wadah ikan cucut
·      Kompor           : sebagai sumber panas untuk penggorengan dan pengukusan
·      Dandang            : sebagai tempat pengukusan nugget
·      Wajan              : sebagai wadah saat penggorengan
·      Loyang             : sebagai wadah saat pengukusan
·      Sutil               : sebagai alat saat menggoreng
·      Serok             : untuk meniriskan minyak dari nugget
·      Piring             : sebagai wadah penyajian nugget
·      Sendok            : Alat untuk mengambil nugget
·      Nampan            : tempat alat dan bahan serta wadah ikan setelah dibersihkan


3.2.2   Bahan dan Fungsi

       Bahan yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan materi pembuatan nugget adalah:
·      Daging ikan cucut 100 gram  : sebagai bahan utama pembuat nugget
·      Tepung tapioka 100 gram    : sebagai bahan tambahan pembuat nugget
·      Tepung panir secukupnya   : sebagai perenyah nugget setelah digoreng
·      Lada 7 gram                : sebagai penambah rasa pedas
·      Ketumbar 5 gram            : sebagai penambah rasa dan pengawet nugget
·      Pala 3 gram                 : sebagai penambah rasa dan pengawet nugget
·      Jahe 5 gram                : sebagai penambah rasa dan pengawet nugget
·      Gula 28 gram                : sebagai pengawet, penambah rasa manis
·      Garam 22 gram             : sebagai pengawet, penambah rasa asin
·      Bawang putih 80 gram       : sebagai pengawet, penambah rasa khas bawang putih
·      Kuning telur 2 butir        : sebagai pengikat bahan-bahan yang telah tercampur
·      Putih telur secukupnya      : sebagai perenyah nugget setelah digoreng
·      Susu skim secukupnya     : sebagai penambah nutrisi pada nugget
·      Es batu                     : untuk menjaga kondisi daging dengan suhu 150C
·      Minyak Goreng secukupnya  : untuk menggoreng nugget dan pelapis Loyang

3.2.3   Skema Kerja
Ikan cucut segar
Difillet dan dicacah
Dihaluskan dengan blender
Dicampur dengan bahan- bahan
Dimixer hingga kalis
Dikukus selama 30 menit
Ditiriskan
Diberi tepung panir, tepung maizena dan putih telur
Dicetak
Digoreng
Nugget ikan cucut
Gambar 18. Skema Pembuatan Nugget Ikan Cucut




3.2.4 Prosedur Pembuatan Nugget
       Untuk pembuatan nugget yang pertama kali dilakukan adalah menyipakan alat dan bahan.Setelah itu ikan cucut dibersihkan menggunakan air mengalir, agar kotoran yang masih menempel pada tubuh ikan cucut hilang. Kemudian ikan difillet dan dicacah untuk mempermudah proses pemblenderan. Saat menunggu pemblenderan daging direndam dengan es batu dengan tujuan agar dapat mengenyalkan tekstur daging ikan.Setelah daging diblender, kemudian dicampur dengan seluruh bahan-bahan menggunakan mixer hingga adonan kalis.Setelah adonan kalis, selanjutnya dimasukkan kedalam Loyang dan selanjutnya dikukus selama 30 menit. Tapi sebelumnya Loyang dilimuri minyak agar adonan nugget tidak lengket dengan loyang. Tujuannya dikukus yaitu agar teksturnya kuat dan tidak lembek.Setelah adonan matang selanjutnya ditunggu 3-5 menit agar agak dingin agar tekstur tetap atau tidak rusak (compact/padat), kemudian dibentuk dan dicetak sesuai selera.Nugget yang telah dicetak menurut selera selanjutnya diberi tepung maizena kemudian dilumuri tepung panir dengan tujuan untuk merenyahkan nugget setelah digoreng.Setelah itu digoreng dan disajikan.






3.3   Bakso Ikan
3.3.1  Alat dan Fungsi
       Alat-alat yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan bakso ikan adalah :
·          Pisau               : untuk memeotong sampel (ikan)
·          Timbangan analitik   : untuk menimbang sampel dengan ketelitian 10-2 gram
·          Nampan             : sebagai tempat bahan-bahan dan alat yang digunakan
·          Baskom             : sebagai wadah adonan bakso
·          Blender             : untuk menghaluskan bumbu
·          Kompor             : sebagai sumber panas
·          Sendok             : untuk mengambil adonan bakso yang sudah dicetak
·          Cobek               : untuk menghaluskan bumbu
·          Panci                : untuk merebus bakso

3.3.2 Bahan dan Fungsi
       Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan bakso ikan adalah :
·           Ikan Tengiri          : sebagai bahan utama atau bahan baku pembuatan bakso ikan
·           Tepung tapioka       : sebagai bahan tambahan pembuatan bakso ikan
·           Bawang putih         : sebagai pengawet, penambah rasa khas bawang putih
·           Merica               : sebagai penambah rasa pedas
·           Garam 6 sdt          : sebagai penambah rasa asin, pengawet
·           Daun jeruk 1 lmbr    : sebagai penambah aroma, penghilang bau amis
·           Tulang Ikan Tenggiri  : sebagai pembuat kaldu pada kuah bakso ikan
·           Es batu               : untuk mngenyalkan adonan bakso ikan
·           Air bersih           : untuk membersihkan alat yang sudah dipakai
·           Tissue               : untuk mengeringkan alat



3.3.3  Skema Kerja
Ikan Tenggiri
Disiangi

Dicuci




Dihaluskan ikan dengan blender

Dimasukkan ke dalam baskom


Diberi es batu
Diaduk rata dan ditambahkan tepung tapioka
Dumasukkan bumbu-bumbu yang sudah disiapkan
Disiapkan rebusan air dalam panci
Dibentuk adonan bakso bulat-bulat (menyerupai bola-bola kecil)
Dimasukkan bakso kedalam air mendidih yang sudah ditambahkan bumbu-bumbu
Ditunggu hingga bakso mengapung keatas
Diangkat dan ditiskan
Bakso Ikan tenggiri



 




















Gambar 19. Skema Pembuatan Bakso Ikan Tenggiri


3.3.4 Prosedur pembuatan  Bakso Ikan
       Pada praktikum Tekhnologi Hasil Perikanan Tradisional, materi pembuatan bakso yang pertama dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.Setelah itu ikan tengiri disiangi (dikeluarkan isi perut) dan dicuci hingga bersih agar kotoran yang menempel pada tubuh ikan menghilang.Kemudian daging ikan dihaluskan dengan menggunakan alat blender dan grinder agar dagingnya halus dan mudah dibentuk.Setelah itu dimasukkan ke dalam baskom selanjutnya diberi es batu atau air dingin.Lalu diaduk hingga rata dan ditambahkan tepung tapioka.Kemudian dimasukkan bumbu-bumbu seperti bawang putih, merica yang telah dihaluskan.Setelah itu ditambahkan garam secukupnya.Kemudian disiapkan rebusan air di dalam panci dan dibentuk adonan bakso bulat-bulat tadi dimasukkan kedalam air mendidih dan ditunggu hingga bakso mengapung keatas yang tandanya bakso sudah matang.Kemudian ditiriskan dan bakso siap dihidangkan dan dilakukan uji organoleptik.
       Fungsi pemberian es batu yaitu agar es dapat mempertahankan kandungan gizi yang ada pada daging dan menjaga kekenyalannya daging dengan dibentuk.
       Penambahan tepung tapioka 100 gram  bertujuan untuk mengeraskan tekstur bakso hingga dapat dibentuk.
               Reaksi Pembentukan Bakso Ikan yang Kenyal
       Menurut Agustini et al., (2006) daging ikan dapat membentuk kekuatan gel dengan melalui tahapan, yakni lunakan daging ikan yang sudah ditambahkan garam 2-3% akan merubah protein myofibril menjadi sol. Hal ini terjadi karena adanya reaksi antaraprotein aktin dan myosin membentuk aktinmiosin. Pada saat ini lumatan daging ikan akan membentuk pasta dan apabila dibiarkan beberapa saat setelah dilakukan palumatan maka daging akan menjadi sedikit transparan. Secara bertahap setelah dilakukan perlakuan panas pada suhu 500C. Akan tetapi pada saat suhu pemanasan mencapai 600C se bagian dari gel tersebut akan rusak dan terpecah sehingga membentuk fase midori, selanjutnya fase gel akan terbentuk setelah pasta ikan dipanaskan lebih lanjut dan melampaui zona suhu midori.


3.4   Ikan Pindang
3.4.1  Alat dan fungsi
       Alat-alat yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan pindang ikan kembung adalah :
·           Pisau         : untuk memotong ikan
·           Baskom      : sebagai tempat sampel saat pemindangan
·           Besek        : sebagai pengemas ikan pindang
·           Panci         : tempat merebus ikan yang akan dipindang
·           Talenan       : alas untuk memotong ikan
·           Nampan      : sebagai tempat ikan dan garam
·           Kompor gas  : sebagai sumber panas

3.4.2 Bahan dan Fungsi
       Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan pindang ikan kembung adalah :
·           Ikan Kembung : sebagai sampel yang akan diolah menjadi ikan pindang
·           Garam        : untuk mengawetkan ikan dan mencegah pertumbuhan bakteri, penambah rasa asin
·           Air bersih   : untuk merebus ikan
·           Kertas       : sebagai alas saat penimbangan garam
·           Tissue       : untuk membersihkan alat yang akan digunakan



3.4.3 Skema Kerja
Ikan Kembung segar
Disiangi dan dicuci
Direndam dalam larutan garam 3% selama 15 menit
Disusun diatas besek
Dicelupkan ke dandang berisi larutan garam jenuh selama 15-20 menit
Disiram dengan air panas untuk menghilangkan larutan
Diletakkan besek ditempat teduh
Pindang Ikan Kembung
 













Gambar 20. Skema Pembuatan Pindang Ikan Kembung
3.4.4 Prosedur Pembuatan Ikan Pindang
       Pada praktikum teknologi Hasil Perikana Tradisional pembuatan pindang ikan kembung, langkah pertama yang harus dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan. Alat yang diperlukan antara lain yaitu pisau, baskom, besek, panci, talenan, nampan, kompor gas. Sedangkan bahan yang dibutuhkan antara lain ikan kembung, garam, air bersih, kertas, tissue. Setelah itu ikan kembung segar disiangi (dibersihkan isi perut) dan kemudian dicuci bersih agar kotoran yang menempel pada ikan hilang dan kemudian ditiriskan. Setelah ditiriskan ikan direndam dalam larutan garam 3% selam 15 menit.Tujuan penambahan larutan garam 3% adalah untuk menghambat aktivitas mikroba dan menambah cita rasa.Selain itu juga untuk membersihkan sisa-sisa darah dan kotoran yang masih ada. Selain itu garam juga berfungsi mengikat kadar air dalam tubuh ikan sehingga dapat mengawetkan ikan. Kemudian ikan disusun dalam langsang kemudian dicelupkan kedalam dandang yang berisi larutan garam jenuh yang mendidih selama 30-60 menit agar ikannya matang.Setelah perebusan, besek-besek diangkat.Setalah itu besek diletakkan ditempat teduh agar dingin dan didapat ikan pindang kembung.
                   Mekanisme Penyerapan Garam pada Pemindangan
Menurut Supardi dan Sukamto (1999), mekanisme pengawetkan NaCl pada pemindangan adalah dengan memecahkan  (plasmolysis) membran sel mikroba. Karena NaCl mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Disamping itu NaCl bersifat hidroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan yang mengakibatkan aW dari bahan tersebut menjadi rendah. Selain itu NaCl dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga mikroba aerob dapat dicegah pertumbuhannya.
Mekanisme garam sebagai pengawet pada bahan pangan adalah sebagai berikut : Garam diionisasikan setiap ion menarik molekul-molekul air disekitarnya. Proses ini disebut hidrasi ion. Makin besar kadar garam, makin banyak air yang ditarik oleh ion hidrat. Suatu larutan garam jenuh pada suatu suhu adalah suatu larutan yang telah mencapai titik dimana tidak ada daya lebih lanjut yang tersedia untuk melarutkan garam.Pada titik ini bakteri, khamir dan jamur tidak dapat tumbuh.Hal ini disebabkan oleh tidak adanya air bebas yang tersedia bagi pertumbuhan mikroba (Desrosier, 1988).
       Perbandingan garam terhadap ikan bervariasi, antara 10 sampai 35%.Garam menarik air pada waktu meresap mengakibatkan denaturasi protein.Daging menjadi berwarna keruh (apaque) dan tidak lengket serta menjadi mudah hancur. Proses ini memakan waktu selama 406 hari, kadar garam pada daging naik menjadi kira-kira 20 dan ikan kehilangan 30% dari berat semula (Buckle et al., 1985 dalam himawati, 2010).
       Selain itu menurut Vorkresensky (1965), dalam  Suhartiniet al. (1994), menjelaskan bahwa penetrasi garam ke dalam tubuh ikan disebabkan oleh proses difusi, karena adanya perbedaan konsentrasi garam yang tinggi, konsentrasi garam yang rendah. Proses difusi ini akan berlanjut selama masih ada perbedaan konsentrasi garam.


3.5   Pembuatan Ikan Asap
3.5.1  Alat dan Fungsi
       Alat-alat yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan ikan lele asap adalah :
·           Baskom             : sebagai wadah ikan lele
·           Pisau               : untuk menyiangi dan membersihkan ikan lele
·           Timbangan analitik   : menimbang ikan lele dengan ketelitian 10-2 gram
·           Kawat pengait       : untuk mengaitkan lele pada drum asap
·           Drum Asap          : alat untuk pengasapan ikan
·           Nampan             : sebagai tempat alat dan bahan

3.5.2 Bahan dan Fungsi
       Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan ikan lele asap adalah :
·           Ikan lele 800 gr     : sebagai bahan utama pembuatan ikan asap
·           Garam secukupnya  : sebagai penambah rasa asin, pengawet
·           Tempurung Kelapa   : sebagai bahan bakar pengasapan.
·           Minyak tanah        : sebagai bahan bakar untuk membakar tempurung kelapa


Ikan lele
Disiangi dan dicuci
Ditendam dengan larutan garam
Ditiriskan
Ditata didalam drum pengasapan
Diasapi
Ditunggu sampai berwarna emas kecoklatan
Ikan lele Asap
3.5.3  Skema Kerja










Gambar 21. Skema Pembuatan Ikan Lele Asap

3.5.4 Prosedur Pembuatan Ikan Asap
      Untuk pembuatan ikan asap pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional yang dilakukan pertama-tama yaitu disiapkan alat-alat yang digunakan antara lain yaitu pisau, baskom, timbangan digital, kawat pengait, drum asap, dan nampan. Sedangkan bahan yang dibutuhkan antara lain ikan lele, garam, tempurung kelapa, dan minyak tanah.
       Setelah disiapkan alat dan bahan, diambil ikan lele dibelah dengan pisau dibagian perut untuk membuang isi perut dan insang, lalu dicuci dengan air mengalir sampai bersih dan dibersihkan darahnya, lendir yang menempel pada ikan dan kotoran lain. Kemudian daging ikan ditimbang dengan timbangan digital untuk mengetahui berat tubuh ikan dan diberi larutan garam 10% dari beratnya, tujuan dari diberi garam agar memberikan aroma dan cita rasa pada ikan serta mengurangi kadar air pada tubuh ikan. Penggaraman disini juga bertujuan untuk membunuh bakteri pembusuk dan mikroorganisme, serta mampu meningkatkan partikel asap yang melekat pada tubuh atau daging ikan.
       Kemudian ikan ditusuk dengan kawat dari mulut hingga perut dan digantungkan dengan ekor dibawah dan bagian kepala diatas, lalu diletakkan dengan digantungkan pada rak pengasapan. Dimasukkan tempurung kelapa sebagai bahan bakar pengasapan ke dalam drum pengasapan, dan dinyalakan api dengan korek api. Ikan lele diasapkan selama ± 4 jam dengan suhu 70°-80°C.
       Selanjutnya ikan lele diasap sampai berwarna coklat keemasan, mengkilat dan licin serta bau khas ikan asap/ aroma khas, hal tersebut merupakan indikator ikan telah matang dan siap disajikan. Setelah itu dilakukan uji organoleptik untuk mengetahui layak tidaknya ikan dikonsumsi.
                   Mekanisme Penyerapan Garam pada Pemindangan
Menurut Supardi dan Sukamto (1999), mekanisme pengawetkan NaCl pada pemindangan adalah dengan memecahkan  (plasmolisis) membran sel mikroba. Karena NaCl mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Disamping itu NaCl bersifat hidroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan yang mengakibatkan aW dari bahan tersebut menjadi rendah. Selain itu NaCl dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga mikroba aerob dapat dicegah pertumbuhannya.
Mekanisme garam sebagai pengawet pada bahan pangan adalah sebagai berikut: Garam diionosasikan setiap ion menarik molekul-molekul air disekitarnya. Proses ini disebut hidrasi ion. Makin besar kadar garam, makin banyak air yang ditarik oleh ion hidrat. Suatu larutan garam jenuh pada suatu suhu adalah suatu larutan yang telah mencapai titik dimana tidak ada daya lebih lanjut yang tersedia untuk melarutkan garam.Pada titik ini bakteri, khamir dan jamur tidak dapat tumbuh. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya air bebas yang tersedia bagi pertumbuhan mikroba (Desrosier, 1988)
       Perbandingan garam terhadap ikan bervariasi, antara 10 sampai 35%.Garam menarik air pada waktu meresap mengakibatkan denaturasi protein.Daging menjadi berwarna keruh (apaque) dan tidak lengket serta menjadi mudah hancur. Proses ini memakan waktu selama 406 hari, kadar garam pada daging naik menjadi kira-kira 20 dan ikan kehilangan 30% dari berat semula (Buckle et al., 1985 dalam himawati, 2010)
       Selain itu menurut Vorkresensky (1965), dalam  Suhartini et al., (1994), menjelaskan bahwa penetrasi garam ke dalam tubuh ikan disebabkan oleh proses difusi, karena adanya perbedaan konsentrasi garam yang tinggi, konsentrasi garam yang rendah. Proses difusi ini akan berlanjut selama masih ada perbedaan konsentrasi garam.


4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Uji Organoleptik Terasi Udang (Genap)
No.
Nama Panelis
Parameter Organoleptik
Xi
ІXi - ХІ
(Xi–Х)
Tekstur
Bau
Rasa
Warna
1.
Huda
6
6
5
6
5,75
0,298
0,089
2.
Alfian
7
7
5
6
6,25
0,202
0,041
3.
Yusuf
6
6
6
7
6,25
0,202
0,041
4.
Dewanti
5
6
5
6
5,50
0,548
0,300
5.
Yani
7
6
6
6
6,25
2,202
0,041
6.
Fonda
6
7
6
7
6,5
0,452
0,204
7.
Ovan
7
7
6
5
6,25
0,202
0,041
8.
Estri
5
6
5
7
6,75
0,298
0,089
9.
Maretty
4
5
5
7
6,25
0,798
0,637
10.
Sendy
5
7
5
7
6,00
0,048
0,002
11.
Anam
5
5
7
7
6,00
0,048
0,002
12.
Putri
5
6
6
7
6,00
0,048
0,002
13.
Duto
7
7
5
4
5,75
0,298
0,089
14.
Lailatul S.
7
5
5
5
5,50
0,548
0,300
15.
Citra
7
9
7
8
7,75
1,702
2,897

x
89
95
84
95
90,75
5,894
4,775

X
5,93
6,33
5,6
6,93
6,048



X2
35,16
40,11
31,36
40,11



Keterangan :
1. Amat sangant tidak menyukai
2. Sangat tidak menyukai
3. Tidak Menyukai
4. Sedikit menyukai
5. Netral
6. Agak menyukai
7. Menyukai
8. Sangat menyukai
9. Amat sangat menyukai


4.1.1  Analisis Hasil Terasi
Dari hasil uji organoleptik terasi udang kelompok genap didapati xi sebesar 90,75,  |xi - | sebesar 5,894 dan (xi - )2 sebesar 4,775.
·                     Tekstur
Hasil perhitungan rerata tekstur pada terasi udang didapat 5,93, hal ini menunjukkan bahwa terasi udang agak disukai oleh beberapa penulis. Menurut Irawati et al. (2004), tekstur suatu bahan dipengaruhi oleh tingginya aktivitas air (aw).
·                     Bau
Dari hasil perhitungan rerata bau pada terasi udang didapat nilai 6,33, hal ini menunjukkan bahwa dari segi parameter organoleptik penulis agak menyukainya. Menurut DKP (2011), banyak orang menyukai terasi karena baunya yang unik terutama untuk meningkatkan selera makan.
·                     Rasa
Dari hasil praktikkum di dapat rerata dari terasi udang 5,6 hal ini menunjukkan bahwa penulis agak menyukainya. Menurut DKP (2011), banyak orang menyukai terasi rebon karena rasanya yang unik yang dapat meningkatkan selera makan.
·                     Warna
Dari hasil praktikum didapat rerata dari terasi udang 6,93 hal ini berdasarkan penilaian organoleptik menunjukkan penulismenyukai warna dari terisi. Menurut Sugiyatmi (2006), salah satu tujuan warna makanan adalah memberikan kesan menarik bagi konsumen.



4.2  Uji Organoleptik Nugget Ikan Kelompok Genap
No
Nama Penulis
Parameter Organoleptik
xi
|xi - |
(xi - )2
Tekstur
Bau
Rasa
Warna
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Duta Prakoso
Maretty
Ita
Janiar
Mirna Zena
Tri Wahyu
Kama Yuda
Putri C
Elfando Madai
Lailatul. S
Lailatul
Nita Marsha
M.C. Anam
Winnie Risna
Citra
7
7
7
6
7
7
7
7
6
7
8
5
7
7
8
7
7
7
7
5
6
6
4
4
5
8
6
7
7
7
7
8
7
8
8
7
7
7
7
7
7
4
7
7
7
5
8
6
4
5
6
6
6
6
5
7
6
7
8
8
6,50
7,50
6,75
6,25
6,25
6,50
6,50
6,00
5,75
6,00
7,50
5,25
7,00
7,25
7,50
0,085
0,0915
0,165
0,335
0,335
0,85
0,085
0,585
0,835
0,585
0,915
1,335
0,415
0,665
0,915
0,007
0,837
0,027
0,112
0,112
0,007
0,007
0,342
0,697
0,342
0,837
1,782
0,172
0,442
0,837

x
103
93
105
94
98,75
7,92
6,56

6,87
6,2
7
6,27
6,583



x2
47,19
38,44
49
39,27



Keterangan :
1. Amat sangant tidak menyukai
2. Sangat tidak menyukai
3. Tidak Menyukai
4. Sedikit menyukai
5. Netral
6. Agak menyukai
7. Menyukai
8. Sangat menyukai
9. Amat sangat menyukai
4.2.1 Analisis Hasil Nugget Ikan
Dari hasil uji organoleptik pada materi Nugget Ikan didapat xi 98,75,  6,583, |xi - | 7,92 dan (xi - )2 sebesar 6,56.
·                     Tekstur
Dari hasil pengamatan organoleptik didapat rerata tekstur pada nugget ikan sebesar 6,87, hal ini menunjukkan bahwasannya dari 15 penulis menyukai nugget ikan. Menurut Irawati et al. (2004), tekstur suatu bahan dipengaruhi oleh tingginya aktivitas air (aw).
·                     Bau
Dari hasil pengamatan organoleptik nugget ikan didapat rerata 6,2, hal ini menunjukkan bahwasannya 15 penulis agak menyukai bau dari nugget ikan. Menurut Respiati (2011), nugget hasil olahan memiliki rasa yang enak, aman, dan memenuhi kebutuhan zat gizi.
·                     Rasa
Dari hasil pengamatan organoleptik nugget ikan dari segi rasa didapat rerata sebesar 7, hal ini menunjukkan bahwasannya dari 15 penulis menykai rasa dari nugget ikan.Menurut Respiati (2011), nugget hasil olahan memiliki rasa yang enak, aman, dan memenuhi zat gizi.
·                     Warna
Dari hasil pengamatan organopeltik nugget ikan dari segi warna didapat rerata sebesar 6,27, hal ini menunjukkan bahwasanya penulis agak menyukai warna dari nugget ikan. Menurut Sugiyatmi (2006), salah satu tujuan kenampakan warna pada makanan adalah untuk memberikan kesan menarik bagi konsumen.




4.3  Uji Organoleptik Bakso Ikan Kelompok Genap
No
Nama Penulis
Parameter Organoleptik
xi
|xi - |
(xi - )2
Tekstur
Bau
Rasa
Warna
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
M. C. Anam
Nita Marsha
Nanda Ningtyas
Citra
Nandya F.R
Kama Yudha
Tri Wahyu
Amanda
Angga
Ragil
Madarina
Rina
Anis
Estri
Farita
7
8
8
7
6
6
7
7
6
8
7
8
6
8
7
7
8
8
7
7
7
7
7
7
8
6
7
5
7
7
7
8
8
8
7
7
8
8
7
7
6
7
8
7
7
4
8
8
8
6
7
7
7
7
8
7
6
7
6
7
6,25
8
8
7,5
6,5
6,75
7,25
7,25
6,75
7,75
6,5
7,00
6,5
7,00
7,00
0,818
0,932
0,932
0,568
3,682
0,318
0,182
0,182
0,318
0,682
0,568
0,068
0,568
0,068
0,068
0,669
0,869
0,869
0,187
0,323
0,101
0,033
0,033
0,101
0,465
0,323
0,005
0,323
0,005
0,005

x
106
105
110
103
106

4,311

7,07
7,00
07,33
6,87
7,068



x2
49,995
49,00
53,729
47,197




Keterangan :
1. Amat sangant tidak menyukai
2. Sangat tidak menyukai
3. Tidak Menyukai
4. Sedikit menyukai
5. Netral
6. Agak menyukai
7. Menyukai
8. Sangat menyukai
9. Amat sangat menyukai

4.3.2 Analisis Hasil Bakso Ikan
Dari hasil uji organoleptik Bakso ikan kelompok genap didapati xi sebesar 106,  |xi - | sebesar 4,311,  = 7,068 dan S sebesar 2,076.
·         Tekstur
Dari hasil pengamatan organoleptik didapat rerata tekstur 7,07, hal ini menunjukkan bahwasannya dari 15 penulis menyukai tekstur dari bakso ikan. Hal ini sesuai dengan Radiyati (2000), bakso yang baik memiliki ciri-ciri yaitu bentuknya bulat halus, berukuran seragam, bersih, teksturnya kompak, elastis, tidak liat, tidak ada serat daging, tanpa duri atau tulang, tidak lembek, tidak terlalu basah, dan tidak rapuh. Sedangkan menurut SNI 01-236-2006 tentang persyaratan mutu bakso ikan dengan kriteria uji keadaan dari tekstur persyaratannya yaitu kenyal.
·         Bau
Hasil perhitungan rerata bau pada bakso ikan sebesar 7,00, hal ini menunjukkan bahwasannya penulis menyukai bau dari bakso ikan. Menurut Radiyati (2000), bakso yang baik memiliki ciri-ciri yaitu berbau khas ikan segar rebus yang dominan sesuai dengan jenis ikan yang digunakan, bau bumbu cukup tajam, tidak ada bau amis, tengik, asam, besi atau busuk. Sedangkan menurut SNI 01-236-2006 tentang persyaratan mutu bakso ikan dengan kriteria uji dari bau persyaratannya yaitu normal dengan khas ikan.


·         Rasa
Dari hasil pengamatan organoleptik didapat rerata rasa 7,33, hal ini menunjukkan bahwasannya penulis menyukai raga dari bakso ikan. Menurut Radiyati (2000), bakso yang baik memiliki ciri-ciri yaitu rasanya enak dan rasa ikan dominan sesuai dengan jenis ikan yang digunakan, rasa bumbu cukup menonjol tidak berlebihan, tidak ada rasa asing yang mengganggu, tidak telalu asin. Sedangkan menurut SNI 01-236-2006 tentang persyaratan mutu bakso ikan dengan kriteria uji dari rasa persyaratannya yaitu dengan rasa gurih.
·         Warna
Dari hasil pengamatan organoleptik didapat rerata warna 6,87, hal ini menunjukkan bahwasannya penulis menyukai warna dari bakso ikan.Menurut Radiyati (2000), bakso yang baik memiliki ciri-ciri yaitu bersih, cemerlang, tidak kusam, warnanya putih merata, tanpa warna asing lainnya. Sedangkan menurut SNI 01-236-2006 tentang persyaratan mutu bakso ikan dengan kriteria uji dari warna persyaratannya yaitu berwarna normal.




4.4 Data Uji Organoleptik Ikan Pindang
No
Nama Penulis
Parameter Organoleptik
xi
|xi - |
(xi - )2
Tekstur
Bau
Rasa
Warna
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Citra
Slamet
Tri Wahyu
Nandya
N. Laras. PO
M.C. Anam
Juniar
Lutfi
Angga
Indri
Meidya
Huda
Dina
Yusuf
Ayi
8
8
8
8
8
8
7
6
7
6
6
7
6
6
7
7
7
7
7
4
8
7
5
6
4
5
5
5
5
5
7
8
8
7
8
8
8
8
5
7
4
6
5
4
5
8
8
7
7
8
8
8
7
7
7
5
7
7
6
7
7,5
7,75
7,5
7,25
7,00
8
7,5
6,5
6,25
6,00
5,00
6,25
5,75
5,25
6,00
0,867
1,117
0,867
0,617
0,367
1,367
0,867
0,133
0,383
0,633
1,633
0,383
0,883
1,383
0,633
0,752
1,248
0,752
0,381
0,135
1,869
0,752
0,018
0,147
0,401
.2,667
0,147
0,780
1,913
0,401

x
106
87
98
107
99,5

12,363

7,07
5,8
5,8
6,53
7,13
6,633


x2
49,938
33,64
33,64
42,684
50,884



Keterangan :
1. Amat sangant tidak menyukai
2. Sangat tidak menyukai
3. Tidak Menyukai
4. Sedikit menyukai
5. Netral
6. Agak menyukai
7. Menyukai
8. Sangat menyukai
9. Amat sangat menyukai

Dari hasil uji organoleptik ikan pindang kelompok genap didapati xi sebesar 6,633, (xi - )2 sebesar 12,363, x1 sebesar 4,854 dan x2 8,412. rerata yang diperoleh sebesar 6,639.
·         Tekstur
Hasil perhitungan rerata tekstur pada ikan pindang sebesar 7,07, hal tersebut berarti produk ikan pindang disukai oleh Panelis. Menurut Subaryono et al (2004), penambahan arang yang dapat menyerap partikel-partikel kecil dalam larutan garam yang digunakan pada proses pemindangan, sehingga menyebabkan larutan garam yang digunakan pada proses pemindangan, sehingga menyebabkan larutan garam menjadi lebih jernih dan produk akhir yang diperoleh juga bersih
·         Bau
Hasil perhitungan rerata bau pada penilaian uji organolepik ikan pindang, bau sebagai parameter organoleptik didapat sebesar 5,8. dari segi parameter organoleptik bau dari ikan pindang disukai.. Menurut Hartono (1972), pindang memiliki aroma yang enak dan gurih.
·         Rasa
Hasil perhitungan rerata rasa pada penilaian uji organoleptik ikan pindang, didapar 6,53 hal ini menunjukkan bahwa penulis agak menyukai rasa dari ikan pindang.. Menurut Hartono (1972), pindang memiliki rasa yang enak dan gurih.

·         Warna
Hasil perhitungan rerata pada penilaian organoleptik sebesar 7,13, hal ini menunjukkan bahwasannya dari 15 panelis menyukai warna dari ikan pindang. Menurut Sugiyatmi (2006), salah satu tujuan kenampakan warna pada makanan adalah untuk memberikan kesan menarik bagi konsumen.



4.5  Data Uji Organoleptik Ikan Asap Kelompok Genap  
No
Nama Penulis
Parameter Organoleptik
xi
|xi - |
(xi - )2
Tekstur
Bau
Rasa
Warna
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Citra
Tri Wahyu
Slamet
Nandya
M.C. Anam
Marrety
Winie Risna
Hafidz
Putri Yurida
Angga
Lutfi
Ragil
M. N. Achlaq
Rini
Berlian
9
9
9
8
4
4
6
5
7
7
7
6
6
7
7
9
8
7
6
8
8
6
7
7
7
7
7
6
7
7
9
9
8
6
8
8
6
6
6
6
7
6
7
6
6
9
8
8
6
7
7
7
7
7
7
7
7
8
7
8
9,0
8,5
8,0
6,5
6,75
6,75
6,25
6,25
6,75
6,75
7,00
6,5
6,5
6,75
7,00
1,97
1,47
0,97
0,53
0,28
0,28
0,78
0,78
0,28
0,28
0,03
0,53
0,53
0,28
0,03
3,881
2,161
0,941
0,281
0,078
0,078
0,608
0,608
0,078
0,078
0,001
0,281
0,281
0,078
0,001

x
101
107
104
110
105,5

9,434

6,73
7,13
6,93
7,33
7,03



x2
45,34
50,88
48,07
53,78




Keterangan :
1. Amat sangant tidak menyukai
2. Sangat tidak menyukai
3. Tidak Menyukai
4. Sedikit menyukai
5. Netral
6. Agak menyukai
7. Menyukai
8. Sangat menyukai
9. Amat sangat menyukai


4.5.1  Analisa Hasil Ikan Asap
Dari hasil praktikum teknologi hasil perikanan tradisional materi dan asap didapat xi sebesar 105,5, (xi - )2, dan didapat  pada bau 7,13 tekstur 6,73, rasa 6,93 dan warna 7,33
·         Tekstur
Dari hasil pengamatan organoleptik ikan asap didapat rerata tekstur 6,73, hal ini menunjukkan bahwasannya penulis menyukai tekstur dari ikan asap. Menurut Irawati et al. (2004), tekstur suatu bahan dipengaruhi oleh tingginya aktivitas air (aw).
·         Bau
Dari hasil pengamatan organoleptik ikan asap didapat rerata bau 7,13, hal ini menunjukkan bahwasannya penulis menyukai bau dari ikan asap. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), rasa dan bau yang khas pada ikan asap ditimbulkan oleh phenol dan asam yang dihasilkan oleh asap dan garam.
·         Rasa
Dari hasil pengamatan organoleptik ikan asap didapat rerata rasa 6,93, hal ini menunjukkan bahwasannya penulis menykai rasa dari ikan asap. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), rasa yang khas pada ikan asap ditimbulkan oleh fenol dan asam yang dihasilkan  oleh asao dan garam.
·         Warna
Dari hasil pengamatan organoleptik ikan asap didapat rerata warna 7,33, hal ini menunjukkan bahwasannya penulis menyukai warna dari ikan asap. Menurut Suryanti dan Sulistyowati (2008), salah satu efek yang diperoleh dari hasil pengasapan adalah terjadinya pewarnaan (pencklotan).Perubahan warna tersebut terjadi akibat berlangsungnya reaksi antara komponen pengawet dan pada kontrol, sehingga memberikan warna coklat yang disukai panelis. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), Ikan asap yang bagus berwarna cokelat mengkilap.



5. PENUTUP
5.1    Kesimpulan
Dari hasil praktikum teknologi hasil perikanan tradisional di dapat kesimpulan sebagai berikut :
·            Produk tradisional yang diolah diantaranya terasi, ikan pindang, nugget ikan, ikan asap dan bakso ikan.
·            Kriteria mutu pindang secara organoleptik dapat dilihat dari empat parameter utama yaitu: 1. rupa dan warna (ikan utuh dan tidak patah, mulus, tidak luka / lecet, bersih, tidak terdapat benda asing, serta tidak ada endapan lemak, garam / kotoran), 2. bau (spesifik pindang / seperti ikan rebus, gurih, segar, tanpa bau tengik, masam, basi / busuk), 3. rasa (gurih spesifik pindang, enak dan tidak terlalu asin, rasa asin merata), 4. tekstur (kompak, padat, cukup kering) .
·            Faktor yang mempengaruhi pengasapan adalah: suhu, kelembaban udara, jenis kayu, jumlah, ketebalan, serta aliran asap.
·            Kelembaran udara yang baik untuk pengasapan adalah 60-70%
·            Terasi yang dibuat dari ikan mempunyai vitamin B12 yang tinggi
·            Daya simpan ikan asap sangat bervariasi, dari 2-3 hari pada suhu kamar, 1-2 minggu pada suhu OoC dan satu tahun pada suhu 30o
·            Dari hasil uji organoleptik terasi udang kelompok genap didapati xi sebesar 90,75,  |xi - | sebesar 5,894 dan (xi - )2 sebesar 4,775.
·      Dari hasil uji organoleptik pada materi Nugget Ikan didapat xi 98,75,  6,583, |xi - | 7,92 dan (xi - )2 sebesar 6,56.
·      Dari hasil uji organoleptik Baksoikan kelompok genap didapati xi sebesar 106,  |xi - | sebesar 4,311,  = 7,068 dan S sebesar 2,076.
·      Dari hasil uji organoleptik ikan pindang kelompok genap didapati xi sebesar 6,633, (xi - )2 sebesar 12,363, x1 sebesar 4,854 dan x2 8,412. rerata yang diperoleh sebesar 6,639.
·      Dari hasil praktikum teknologi hasil perikanan tradisional materi dan asap didapat xi sebesar 105,5, (xi - )2, dan didapat  pada bau 7,13 tekstur 6,73, rasa 6,93 dan warna 7,33

5.1  Saran
Diharapkan para praktikan melakukan dengan benar dan sesuai, karena pengolahan yang tidak sesuai dapat mempengaruhi tekstur, rasa, warna dan bau.



DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2006. Pengolahan dan Pengawetan Ikan.Bumi aksara. Jakarta

Agustin, A.T. dan Hanny, W. Mewengkang.2008. Keberadaan Staphylococcus sp. Pada Bakso Ikan Beku dan Suhu Ruang. Pacific Journal Maret 2008 vol. 2 (2): 91-93

Agustini, Tri W., Ahmad S.F., dan Ulfah A. 2006.Modul Diversifikasi Produk Perikanan. Ps. Teknologi Hasil Perikanan. Universitas Diponegoro. Semarang

Amelia, G., Rini, H., Iwan, S., Tatik, K., dan Abdul Choliq. 2005. Isolasi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase dan Protease Mikroba dari Terasi asal Kalimantan Timur. FMIPA IPB. Bogor

Astawan, Made. 1997. Mengenal Makanan Tradisional (2) Produk Olahan Ikan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan vol VIII No.3 Th. 1997

Bahrudin. 2008. Pengguanaan Na-Sitrat Pada Jenis Tepung yang Berbeda dalam Pembuatan Bakso Kering Ikan Mata Goyang (Priacanthus tayenus). Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. FPIK IPB. Bogor

Borgstrom, G. 1965. Fish As Foodvolume II. Academic press. New York and London

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta

Cholik, F. Ateng, G. J.R. Poernamadan A. Fauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Taman Akuarium dan Air Tawar TMII. Jakarta

Daniati, T. 2005. Pembuatan Bakso Ikan Cucut dengan Bahan Tambahan Jenis Tepung yang Berbeda.Fakultas Teknik Universitas Semarang. Semarang

Dari, Dwi Wulan. Perubahan Profil Asam Lemak dari Bakso Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Karena Proses Perebusan dan Pengeringan.Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Brawijaya. Malang

Darmadji, Purnama. 2009. Teknologi Asap Cair dan Aplikasinya Pada Pangan dan Hasil Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Departemen Pertanian. 1994. SNI Pindang Ikan. Direktorat Jendral Perikanan Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Jakarta

Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI press. Jakarta

Esti dan Agus.2002. Kerupuk Udang atau Ikan, Tentang Pengolahan Pangan.Menegristek. Jakarta

Girard, J.P. 1992. Smoking in Technology of Meat Product. Clemont Ferrant. Ellis Horwood. New York

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan Jilid 1. Penerbit Liberty. Yogyakarta

Hartono, R. 1978. Teknologi Hasil Perikanan. Departemen Pertanian. Bogor

Himawati, Endah. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi dan Sensoris Ikan Pindang Layang (Decapterus sp.) Selama Penyimpanan. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Solo

Hutabarat, S dan Stewart, M. Evans. 1986. Kunci Identifikasi Zooplankton. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta

Ismail. 2005. Pengaruh Perbedaan Lama Putaran Spiner Terhadap Mutu Abon Ikan Lemuru Sardinal Unisek yang Diolah Secara Sangrai. Universitas Brawijaya. Malang

Jariyah.Sudaryati, H.P. dan Lusiana Kurniawati.2001. Bakso Sintesis dari Campuran Gluten Tempe dengan Penambahan Tepung Tapioka. Program Studi Teknologi Pangan Universitas Pemangunan. Jawa Timur

Jenie, Betty S.L. Nuratifa dan Suliantri.2001. Peningkatan Keamanan dan Mutu Simpan Pindang Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) dengan Aplikasi Kombinasi Natrium Asetat, Bakteri Asam Laktat, dan Pengemasan Vakum. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan vol XII No.1 Th. 2001

Katimin. 2008. Pemberian Udang Rebon (MYSID) Hidup Sebagai Pakan Pada Pembenihan Ikan Kue (Gnathanodon speciosus). Buletin Teknologi Lit. Akuakultur Vol. 7 No. 1 Tahun 2008

Kumalasari, Dyah. 2006. Proses Pembuatan Kekian Ikan Tenggiri di Industri Rumah Tangga (home Indhustry) Hariyanto Kecamatan Klojen Kota Malang Provinsi Jawa Timur. PKL Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Malang

Kumalasari dan Fitri.2011. Analisis Pemilihan Jenis Ikan Terhadap Nilai Pendapatan Usaha Pengolahan Ikan Kaki Naga. Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna-LIPI. Jawa Barat

Leksono dan Syahrul.2001. Studi Mutu dan Penerimaan Konsumen Terhadap Abon Ikan. Jurnal Nature Indonesia III (2): 178-184 (2001)

Marassebesy, Ismael. 2011. Aplikasi Asap Cair dalam Pengolahan Ikan Tongkol (Eutynnus affinis) Asap (Aplied of Liquid Smoked in Little Tuna Fish (Eutynnus affinis) of Smoke Processing)
Margono, tri, detty Suryati, Siti Hartinah.1993.Buku Panduan Teknologi Pangan Pusat Informasi Wanita Dalam Pembangunan PDII LIPI bekerja sama dengan Swiss development Coorporation: Jakarta
Menegristek.2011.Budidaya ikan Lele (Clarias sp). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta

Murniyati, A.S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta

Oktavianingsih, Yetti. 2008. Proses Pengolahan Bakso Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Desa Bandung Kecamatan Diwet Kabupaten Jombang, Jawa Timur. PKL FPIK Universitas Brawijaya. Malang

Potier dan Nurhakim. 2003. Bidynex (Biology, Dynamic, Exploitation of The Small Pelagic Fisheries in The Java Sea). 2nd Edition. The Agerey For Marine and Fisheries Resource. Hal. 46

Prananta, Juni. 2005. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa Serta Cangakang Sawit untuk pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami.Http://word-to-pdf.abdio.comQuickly convert Word (doc) RTF HTM CSS TXT to pdf. Universitas Malikussaleh. Lhokseumawe

Prihatman. 2007. Budidaya Ikan Lele (Clarias sp.). Bappenas. Jakarta

Radiyati, Tri. 2000. Pembuatan Bakso Ikan. Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna P3FT-LIPI. Subang

Ratnawati, E. Sunarko dan Saleh, H. 2008.Penetuan Kandungan Logam dalam Ikan Kembung dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron. Buletin Pengolahan Reaktor Nuklir Vol. 5 No. 1 April 2008: 24-29

Rospiati, Epi. Deddy, M. Made, A. dan Santoso. 2008. Nilai Protein Nugget Daging Merah Ikan Tuna (Thunnus sp.) yang diberi Perlakuan Titanium Oksida. Torani Vol. 18 (1) Maret 2008: 42-51

Saanin, H. 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan.Binacipta. Bogor

Satyajaya, Wisnu. 2009. Mempelajari karakteristik Ikan  Kepala Batu Asap (Pomadasys argenteus) di Desa Karya Tani Kabupaten Lampung Timur (Study on the Characteristics of Kepala Batu Smoked Fish (Pomadasys argenteus) in Karya tani Village, East Lampung
Satyajaya, Wisnu; Dyah Koesoemawar; Fibra Nuraini. 2009. Mempelajari Karakteristik Ikan Kepala Batu Asap di Desa Karya Tani Kab.Lampung Timur. Unila: Lampung

Sediaoetama, A.J. 2000.Ilmu Gizi. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta

SNI  01- 6486.1 2000. Induk udang galah (Macrobranchium rosenbergii de Man)kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI 01-2725-1992. SNI Ikan Asap. BSN :Jakarta

Sediaoetama, A.J. 2000.Ilmu Gizi. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta

SNI. 2006. Standar Nasional Indinesia Pengujian Organoleptik Pada Produk Perikanan (SNI 01-2346-2006). Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta


Suliantri, Sutrisno, K. dan Irastina, D. 1994. Mempelajari Metode Reduksi Kadar Histamin dalam Pembuatan Ikan Pindang Tongkol (Euthynus affinis). Buletin Teknologi dan Industri Pangan vol. V No.3 Th. 1994

Supardi dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Bandung

Vorkresensky, N.A. 1965. Salting of Herring.Di dalam G. Borgstrom (ed). Fish as Food. Vol III. Academic Press. London

Widiastuti, I.M. 2005.Bakteri Patogen Pada Ikan Pindang dalam Kadar Garam yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Santina Vol. 2 No.3 juli 2005: 279-287

Widodo, A.A. dan Mahiswara.2007. Sumberdaya Ikan Cucut (Hiu) yang Tertangkap Nelayan di Perairan Laut Jawa. Jurnal Ichtiology Indonesia vol. 7 No. 1 Juni 2007

Zahirudin, Winarti, A.C. Erlangga, I Wiraswati. 2008. Pemanfaatan Keragenan dan Kitosan dalam Pembuatan Bakso Ikan Kurisi (Nemiphterus nematophorus) pada Penyimpanan Suhu Dingin dan Beku.Buletin Teknologi Hasil Perikanan Volume XI No.1 Tahun 2008.







2 komentar:

  1. Terimakasih laporan mengenai ikan pindangnya sangat membantu+menambah wawasan juga

    BalasHapus