LAPORAN
PRAKTIKUM
TEKNOLOGI
HASIL PERIKANAN TRADISIONAL
Oleh :
Anis Laili Mufidah (0910830008)
Didy Addinurrahmat (0910830022)
Elfando Mada Indranatan (0910830023)
Mirna Zena Tuarita (0910830041)
Tri Indah Lupitasari (0910830072)
Yani Mahardika L (0910830077)
Yusuf Adi (0910830075)
Achmad Fathony (105080301111043)
Dinaino Nabiu (105080301111039)
Dwi Susilo Rini (105080301111059)
Umi Sulifah (105080300111016)
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2011
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil perikanan Indonesia, baik dalam bentuk segar
maupun olahan, semakin diminati pasar dalam maupun luar negeri. Peningkatan
permintaan ini memang sangat kita harapkan mengingat tingginya potensi hasil
perikanan Indonesia. Yang menjadi masalah, produk ini dalam bentuk segar dapat
mengalami kemunduran mutu. Oleh karena itu perlu upaya mempertahankan mutu
dengan cara penanganan yang tepat agar ikan tetap sempurna atau dalam wujud
plahan. Bahkan dengan cara mengawetkan dan mengolahnya, secara ekonomis nilai
tambah roduk juga meningkat (Moeljanto, 1982).
Ikan merupakan salah satu smber protein yang sangat
dibutuhkan oleh manusia karena dalam kandungan porteinnya tinggi mengandung
asam amino esensial, nilai biologisnya tinggi dan harganya murah dibandingkan
dengan sumber protein lainnya.Memiliki kelemahan karena cepat
membusuknya.Melihat dari keadaan diatas perlu dilakukan penanganan, pengolahan,
dan pengawetan hasil perikanan yang bertujuan selain mencegah kerusakan ikan
yaitu juga dapat memperpanjang daya simpan juga untuk menganekaragamkan produk
olahan hasil perikanan (Adawyah, 2007).
Menurut Poernomo (2002), Ikan sebagai bahan makanan
adalah salah satu sumber protein yang utama. Ikan juga dapat digunakan untuk
bahan obat – obatan, pakan
ternak dan kebutukan struktur dan komposisi kimia pada berbagai bagian tubuh
ikan.
Data selama 20 tahun terakhir menunjuka bahwa di
Indonesia produksi ikan yang diolah hanya 23 – 24% dan sisanya dijual sebagai iakn segar atau ikan basah. Cara
pengolahan tradisional seperti penggaraman, pengeringan, pemindangan,
pengasapan, dan fermentasi lebih dominan dari pada cara pengolahan modern
seperti pembekuan dan pengalengan (Heruwati, 2002).
Menurut Respiati et al., (2008), produk olahan
hasil perikanan begitu masak dipasaran untuk memenuhi kebutuhan protein bagi
masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kehidupan modern yang serba sibuk dan
banyak menyita waktu.Contoh produk olahan yang siap saji adalah fish nugget.Nugget ikan adalah salah
satu produk olahan yang dibuat dari daging giling dengan penambahan bumbu – bumbu dan dicetak kemudian dilumuri dengan pelapis yang dilanjutkan
dengan penggorengan.
Ikan pindang merupakan salah satu hasil olahan yang
cukup popular di Indonesia, dalam urutan hasil olahan tradisional menduduki
tempat kedua setelah ikan asin.Dilihat dari sudut program peningkatan konsumsi
protein masyarakat, Ikan pindang mempunyai prospek yang lebih baik daripada
iakn asin.Hat ini mengingat bahwa ikan pindang mempunyai cita rasa yang lebih
lezat dan tidak begitu asin jika dibbandingkan ikian asin sehingga dapat
dimakan dalam jumlah yang lebih banyak (Anisah dan Susilowati, 2007).
Salah satu usaha diversifikasi produk perikanan
yang dapat di kembangkan dan berpeluan menambah nilai tambah (added value) adalah bakso ikan.Ikan yang
sering digunakan dalam pembuatan bakso ikan adalah iakn kurisi (Nemipterus nematophorus).Ikan ini merupakan
hasil tangkapan samping dari ikan –ikan demersal ekonomis.Ikan
kurisi mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sekitar 16,35% dan kandungan lemak yang
rendah yaitu sekitar 2,2% (Zahiruddin, 2008).
Menurut Satyajaya et al., (2009), pengasapan ikan
merupakan salah satu cara pengolahan ikan yang berfungsi untuk mengawetkan
serta memberi aroma dan cita rasa yang khas berasal dari senyawa kimia hasil
pembakaran bahan bakar alami.
Terasi merupakan produk fermentasi ikan berbentuk
pasta padat. Bahan baku dari terasi adalah berupa ikan kecil, udan g rebon, dan
udang kecil, teri, dan bahan/limbah ikan yang di campur dengan menggunakan
garam dan kadang – kadang
dengan bahan lainnya misalnya tepung tapioca atau tepung beras sebagai penggisi
(Astawan, 1997).
1.2 Maksud dan Tujuan
Madsud dilaksanakan praktikum Teknologi Hasil
Perikanan Tradisional adalah agar praktikan memehami cara pembuatan aneka
olahan dari ikan (diversivikasi produk) seperti bakso ikan, terasi, ikan asap,
ikan pindang, dan nugget ikan serta mampu mengenali uji organoletik dan cara
perhitungannya.
Tujuan dari praktikum Teknologi Hasil Perikanan
Tradisionaladalah agar praktikan mampu membuat beberapa produk tradisional
seperti bakso ikan, terasi, ikan asap, ikan pindang, dan nugget ikan dengan
prosedur yang benar serta dapat menganalisa uji organoleptiknya.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Hasil Perikanan Tradisional
dilaksanakan pada hari senin dan selasa, tanggal 09 – 10 Mei 2011 yang dimulai pukul 13.00 WIB – 20.00 WIB dan bertempat di laboratorium biokimia, nutrisi dan
pengolahan hasil perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Brawijaya, Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Terasi Ikan
2.1.1 Bahan Utama
Pembuatan Terasi
Menurut SNI 01- 6486.1 – 2000, klasifikasi udang galah diantaranya sebagai berikut:
Phyllum : Arthropoda
Subphyllum : Mandibulata
Kelas : Crustacea
Subkelas : Malacostraca
Ord : Decapoda
Famili : Palamonidae Gambar 1. Udang Rebon (Google
image, 2011)
Subfamil : Palamoniae
Genus : Macrobrachium
Species : Macrobrachium rosenbergii
Menurut
Katimin (2008), Rebon merupakan sejenis udang kecil yang juga merupakan bahan
pembuatan terasi. Rebon muncul pada awal musim hujan, disekitar muara sungai
mengerumuni benda-benda yang terapung. Rebon memiliki kandungan gizi sebagai
berikut, protein 58,4%; lemak 3,6%; karbohidrat 3,2%; dan air 21,6%.
Menurut Astawan
(1993), terasi merupakan produk fermentrasi iakn berbentuk pasta padat. Bahan
baku yang digunakan berupa ikan kecil, udang rebon, udang kecil, teri, dan limbah
ikan yang dicampur dengan garam dan kadang – kadang dicampur menggunakan bahan lain seperti tepung tapioca atau
tepung beras sebagai bahan pengisi.
Menurut Adawyah (2006), Salah satu produk olahan dari hasil perikanan
sebagai usaha pemanfaatan ikan atau udang yang berkualitas rendah adalah
terasi. Terasi adalah produk perikanan yang berbentuk pasta padat. Bahan baku
yang biasa digunakan untuk terasi yang berkualitas baik yaitu iakan atau uadang
yang mempunyai kualitas baik pula, sedangkan terasi yang bermutu rendah
biasanya dibuat dari limbah ikan , sisa iakn sortiran dengan bahan tambahan
biasanya tepung tapiokan dan tepung beras dan berbagai jenis ikan kecil (teri)
atau udang kecil (rebon). Umumnya terasi digunakan untuk campuran membuat
sambal, adakalanya juga digunakan pula untuk campuran pada masakan lain.
Rebon adalah jenis udang kecil yang juga merupakan bakan baku dari
pembuatan terasi uadang rebon. Muncul diawal musim hujan disekitar muara
sungai, yang mengerumuni benda –
benda yang terapung. Rebon juga di kenal luas pemanfaatannya, selain digunakan
unterasi udang rebon juga digunakan untuk pembuat pakan ikan (pellet) yang terlebih dahulu diolah
menjadi tepung rebon dengan kandungan gizi sebagai berikut; protein 59,4% ; Lemak
3,6%; karbohidrat 3,2%; dan air 21,6% (Katimin, 2011).
Menurut Moeljanto (1992), cara pengolahan terasi (fish paste) di Indonesia agak berbeda dengan yang dilakukan di
Vietnam, Kamboja, dan Fillipina. Dari segi nilai gizinya kadar protein terasi
lebih tinggi di bandingkan kecap ikan. Bahan utama pembuatan terasi yaitu udang
rebon, udang kecil,teri atau ikan kecil – kecil lainnya.
Gambar 2. Terasi
Ikan (Google image, 2011)
2.1.2 Bahan Tambahan
Pembuatan Terasi
Menurut Hartono (1978), untuk terasi nomor dua (2)
umumnya dicampuri dengan bahan lain seperti tepung tapioca, dedak, pisang dan
sebagainya. Dengan maksud member konsistensi (kepadatan) yang lebih baik dan
atau dapat menambah beratnya.
Ditambahkan oleh Moeljanto (1992), untuk bumbu – bumbu terasi meliputi tepung tapioca dan garam. Terasi kualitas baik
tidak perlu dicampuri bahan –
bahan lain seperti tepung.
Terasi merupakan produk fermentrasi ikan berbentuk
pasta padat. Bahan baku yang digunakan berupa ikan kecil, udang rebon, udang kecil,
teri, dan limbah ikan yang dicampur dengan garam dan kadang – kadang dicampur menggunakan bahan lain seperti tepung tapioca atau
tepung beras sebagai bahan pengisi. Adanyaa penambahan tapioca menyebabkan
terjadinya fermentasi laktat dalam proses pembuatan terasi (Astawan, 1997).
2.1.3 Proses
Pembuatan Terasi
Menurut Moejianto (1992),
proses pembuatan terasi antara lain :
Ø Rebon atau teri di cuci dulu atau langsung di jemur, penjemuran dengan
cara menggerakkannya sambil membuang kotaran-kotoran yang masih ada, di lakukan
sampai setengah kering yaitu 1-2 hari.
Ø Setelah kering, teri atau rebon di tumbuk sampai halus, untuk kualitas
rendah dapat di tambahkan tepung dan garam selama di tumbuk jumlah garam yang
di tambahkan sedikit saja (3%-5%) agar terasa cukup asin dan memberikan rasa
enak khas terasi, kadang-kadang malah di tambahkan pula bahan pewarna.
Ø Hasil tumbukan di buat gumpalan, lalu di bungkus dengan tikar atau
daun-daun kering, esoknya gumpalan-gumpalan itu di jemur sambil di hancurkan
supaya cepat kering kalau terlalu kering dapat di tambahkan air waktu
penjemuran 3-4 hari.
Ø Setelah itu dibuat gumpalan-gumpalan lagi dan dibungkus dengan daun-daun
kering, kemudian disimpan selama 1-4 minggu supaya terjadi proses fermentasi
yang sempurna, setelah tercium bau terasi yang khas berarti proses pembuatan
terasi telah selesai.
Menurut Hartono (1978), proses
pembuatan terasi antara lain :
· Pencucian
- Udang rebon segar di cuci hingga bersih
- Ditiriskan sebentar agar atus
· Penjemuran I
- Setelah atus di jemur agak kering
· Penumbukan I
- Setelah itu ditumbuk dengan alu sampai setengah halus
· Pemadatan/Penggumpalan
- Selanjutnya dibuat gumpalan padat
- Terus dibungkus dengan daun kering/tikar dan disimpan selama ±12 jam.
· Penjemuran II
- Daging rebon yang setengah halus dipecah gumpalannya dan di jemur dalam
bentuk potongan-potongan kecil untuk mempercepat pengeringan.
- Penjemuran tidak boleh terlalu kering
· Penumbukkan II
- Setelah penjemuran gumpalan kecil rebon kering di tumbuk lagi hingga
halus.
- Bila gumpalan terlalu kering dapat di tambahkan air sedikit.
· Fermentasi/Pemeraman
- Setelah halus hancuran rebon tadi di padatkan dan selanjutnya dibungkus
lagi dengan daun atau tikar.
- Selanjutnya disimpan/diperam selama satu minggu hingga menjadi terasi.
2.1.4 Kualitas Terasi
Menurut
Hartono (1978), mutu terasi dapat dibedakan menjadi dua (2) yaitu :
Ø
Terasi yang nomor satu
atau bermutu tidak boleh dicampur dengan bahan lain.
Ø
Terasi nomor dua umumnya
dicampur dengan bahan lain seperti : tepung tapioka, dedak, pisang, dan
sebagainya dengan maksud memberi konsentrasi (kepadatan) yang lebih baik dan
atau menambah beratnya.
Kandungan padatan (protein, garam, Ca dan sebagainya) terasi udang
sekitar, protein 27%-30%, kadar air 50%-90% dan garam 15%-20%, sedangkan terasi
yang di buat dari ikan, kandungan protein 20%-45%, kadar air 35%-50%, garam
10%-25% dan komponen lemak dalam jumlah yang kecil sedangkan kandungan vitamin
B12 cukup tinggi (Adawyah, 2006).
2.1.5 Standar Kualitas Terasi
Bahan baku yang biasa digunakan untuk terasi berkualitas baik adalah
udang rebon, sedangkan terasi bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah ikan,
sisa sortiran dengan bahan tambahan biasanya tepung tapioka atau tepung beras
dan berbagai jenis ikan kecil atau udang kecin (rebon) (Adawyah, 2007).
Syarat mutu terasi dapat dilihat pada Tabel 1. :
Tabel 1. Syarat Mutu Terasi
Jenis Uji
|
Persyaratan Mutu
|
|
Mutu 1
|
Mutu 1
|
|
a. Organoleptik
-
Nilai minimum
-
Kapang
|
8
Negatif
|
8
Negatif
|
b. Mikrobiologi
-
E.
coli MPN/gr
-
Salmonella
-
Staphylococcus
aureus
-
Vibrio
cholera
|
3
Negatif
1x103
negatif
|
3
Negatif
1x103
negatif
|
c. Kimia
-
Protein
-
Air
-
Abu
-
Karbohidrat
|
20
30-50
1,5
2
|
10
30-50
1,5
2
|
Sumber : SNI 27616.2:2009
2.2 Nugget Ikan
Gambar 3. Nugget
Ikan (Google Image, 2011)
Nugget ikan merupakan
salah satu produk olahan yang dibuat dari daging giling dengan penambahan
bumbu-bumbu dan di cetak, kemudian dilumuri dengan pelapis (coating dan breading) yang di lanjutkan dengan penggorengan. Pada dasarnya nugget ikan mirip dengan nugget ayam perbedaannya terletak pada
bahan baku yang digunakan. Nugget
ikan diharapkan memiliki cita rasa yang enak aman dan memenuhi kebutuhan zat
gizi sehingga penting mengetahui perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan
(Rospiati et al., 2008).
Menurut Adawyah (2006), nugget merupakan makanan yang siap saji
yang merupakan modifikasi dari produk daging giling yang biasanya berada dari
daging ayam. Dikatakan nugget karena
bentuk awalnya seperti nugget atau
balok emas dengan warna kuning keemasan. Sekarang bentuk nugget sudah bervariasi seperti drum stick, finger, dinosaurus
dan berbagai bentuk menarik yang disukai anak-anak. Nugget ikan yang ada dipasaran dapat dilihat pada Gambar 3. :
2.2.1. Bahan Utama Pembuat Nugget Ikan
Menurut Widodo dan Mahiswara (2007), ikan cucut yang lebih popular
disebut “hiu” termasuk sub grup elasmobranchii dan
grup cartilaginous. Secara morfologis, ikan cucut mudah dikenali, bentuk tubuh
seperti torpedo dan memiliki ekor yang kuat, insang terletak disisi kiri kanan
bagian belakang kepala, insang tidak memiliki tutup, sehingga biasa disebut
celah insang. Jumlah celah insang antara 5-7 buah.Mulut terletak dibagian ujung
terdepan bagian bawah.Ekor umumnya berbentuk heterocercal yaitu bentuk cagak
dengan cuping bagian atasnya lebih berkembang dari pada bagian cuping
bawah.Bentuk ekor tersebut sangat membantu pergerakannya sebagai ikan predator
sejati. Ikan cucut hidup di lautan tropis maupun sub tropis. Ikan cucut hidup
di perairan yang sangat bervariasi salinitasnya, di laut dekat pantai dan laut
yang lepas.Ikan cucut yang ada dipasaran dapat dilihat pada Gambar 4. :
Gambar 4. Ikan Cucut (Google Image,
2011)
Klasifikasi ikan cucut menurut Ismail (2005), adalah :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub
fium : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Sub
ordo : Scrombroidei
Family : Sphyraena
Genus : Sphyraena
Spesies : Sphyraena
barracuda
kandungan nutrisi ikan cucut segar per
100 gram porsi makanan dapat dilihat pada Tabel 2. :
Tabel 2. Komposisi Nutrisi Ikan Cucut
Komposisi
|
Jumlah
|
Air (g)
|
75,62
|
Energi (kkal)
|
121
|
Protein (g)
|
19,80
|
Total lemak (g)
|
4,01
|
Karbohidrat (g)
|
0
|
Serat (g)
|
0
|
Ampas (g)
|
1,48
|
Mineral (mg)
|
4
|
Vitamin (mg)
|
4
|
Asam askorbat
|
1,1
|
Asam pantothenic
|
9,68
|
Sumber : Ismail (2005)
2.2.2. Bahan Tambahan
Pembuatan Nugget
a)
Tepung tapioka
Tepung tapioka adalah
granula-granula pati yang cukup banyak di temukan di dalam umbi ketela pohon
yang merupakan bahan pangan sumber karbohidrat.Tapioka mempunyai kandungan
amilopektin yang tinggi sehingga mempunyai sifat tidak mudah menggumpal,
mempunyai daya lekat yang tinggi, tidak mudah pecah atau rusak dan suhu
gelatinisasinya relatif rendah (520C – 640C) (Tjokroadikoesomo, 1993). Kandungan gizi tepung
tapioka per 100 gram antara lain 362 kalori, protein 0,59 %, lemak 3,39%, air
129% dan karbohidrat 6,99% (Sediaoetama, 2000).
b)
Telur
Menurut Wahid (2006), dalam Oktavianingsih (2008),
telur memiliki fungsi yang cukup banyak dalam dunia pangan. Di samping nilai
gizinya yang cukup tinggi (kaya akan protein), telur juga memiliki sifat
fungsional yang dibutuhkan dalam pengolahan makanan yaitu dapat mengembangkan
adonan. Fungsi itu adalah salah satu sifat fungsional yang dimiliki telur,
sehingga banyak dibutuhkan dalam industri pangan.Sifat utama yang ada pada
telur adalah fungsinya sebagai emulsifier atau bahan pembuat emulsi.Emulsi
adalah campuran antara lemak dan air yang membentuk sebuah campuran yang tidak
terpisahkan.
Kandungan gizi telur per
100 gram antara lain 163 kalori, protein 12,89%, lemak 11,59%, air 749%,
karbohidrat 0,79%, CaS4 mg%, fosfor 180 mg%, Fe 2,7%, vitamin A 900
Si dan vitamin B 0,10 mg% (Sediaoetama, 2000).
c)
Garam dapur
Menurut Buckle et al. (1987), dalam Oktavianingsih
(2008), garam dapur (natrium chlorida)
merupakan bahan penyedap yang banyak digunakan dalam masakan. Konsentrasi
penggunaan garam dapur biasanya lebih banyak.Di pengaruhi oleh rasa, kebiasaan
dan keperluan sebagai pengawet dan sebagai penambah cita rasa. Pada makanan
yang mengandung garam dapur (NaCl) kurang dari 0,3% akan terasa hambar sehingga
tidak disenangi (Winarno, 2002). Garam dapat mempengaruhi aktivitas air (aw)
bahan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak dikehendaki.
Selain sebagai pengawet bahan pangan, garam juga berfungsi untuk merangsang
cita rasa dan merangsang rasa enak pada produk.
d)
Gula pasir
Menurut Buckle et al. (1987), penambahan gula pasir
dalam pembuatan nugget ikan ini
bertujuan untuk menambahkan cita rasa pada nugget
ikan. Pada penambahan gula kedalam bahan makanan akan menyebabkan sebagian air
dalam bahan makanan akan dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme di
dalamnya.
e)
Es batu
Menurut Komariah et al. (2005), dalam Oktavianingsih
(2008), es batu berfungsi untuk membantu pembentukan adonan dan membantu
memperbaiki tekstur nugget (Wibowo,
2002). Penggunaan es batu sangat penting dalam pembentukan tekstur nugget.Dengan adanya es maka suhu dapat
di pertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat
gerakan mesin penggiling (Anonymous, 2008).Selain itu, penambahan es batu dapat
menambah air dan meningkatkan rendemen.Es batu dapat digunakan sebanyak 10 – 15% berat daging atau 30% berat daging.
f)
Bawang putih
Menurut Saparinto dan
Hidayati (2006), dalam Oktavianingsih (2006), protein yang terkandung dalam
bawang putih membuat daging dan ikan mudah di cerna oleh saluran pencernaan.
Allicin akan meningkatkan vitamin B1 pada daging ikan. Setiap 100 gram bawang
putih yang dapat di makan (edible portion)
mengandung 60,9-67,8% air, 122 kalori, 3,5-7% protein, 0,3% lemak dan
24,0-27,4% total karbohidrat termasuk serat (0,7%). Dalam setiap 100 gram
bagian yang dapat dimakan, bawang putih mengandung 26-28 mg kalsium (Ca),
79-109 mg fosfat (P2O5), 141,5 mg zat besi (Fe), 16-28 mg
natrium (Na) dan 346-377 mg kalium (K). vitamin di dalamnya antara lain thiamin,
riboflavin, niasin, dan asam askorbat. Terdapat juga b
karoten, meskipun sangat kecil jumlahnya.
2.2.3. Proses Pembuatan Nugget
Nugget adalah sejenis makanan yang dibuat dari daging giling atau daging cacah
yang diberi bumbu yang di bentuk dalam cetakan tertentu kemudian di kukus, di
potong-potong sesuai ukuran, dipanir, di bekukan dan sebelum mengkonsumsi
dilakukan penggorengan.Nugget merupakan
makanan siap saji yang merupakan modifikasi dari produk daging giling yang
biasanya berasal dari daging ayam (Adawyah, 2006).
Prosedur pembuatan fish nugget
menurut Yuliati et al., (2010), dapat
dilihat pada Gambar 5. :
Daging
Ikan
|
Dicampur
dengan bumbu
|
Diblender
|
Dicampur
dengan bumbu
|
Dimasukkan
ke freezer
|
Dipotong-potong
(dibentuk)
|
Dimasukkan
ke adonan breading hingga merata
|
Di
gulingkan ke tepung roti kemudian di goreng
|
Di
bungkus ke dalam kemasan
|
Fish nugget yang bergizi tinggi
|
Gambar 5. Prosedur Pembuatan Fish Nugget
2.2.4 Kualitas Nugget Ikan
Nilai biologis protein dan NPU tepung
nugget daging merah tuna penyimpanan 0 , 1 , dan 2 bulan adalah 92,1 : 93,1 :
dan 96,8 ; serta 90,7 : 91,2 : dan 95,1 %. Selanjutnya nilai efisiensi dan daya
cerna tepung nugget daging merah tuna, penyimpanan 0 , 1 , dan 2 bulan adalah
28,3 : 27,9 dan 28,7 % serta 98,5 : 98,1 dan 96,8%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
protein nugget daging tuna merah mempunyai mutu yang baik (Respiati et all,
2008).
Nilai aroma nugget daging berkisar antara
1,1 sampai 3,8. Menurut persyaratan SNI nugget ayam (BSN, 2002) aroma nugget
yaitu normal. Aroma normal nugget pada
penelitian ini berkisar pada nilai berkisar pada nilai dua yaitu pada taraf
penambahan tepung tempe 5% (2,2) sampai 15% (2,2) (Afrianto, 2010).
2.2.5 Standard Kualitas
Nilai aroma nugget daging berkisar antara
1,1 sampai 3,8. Menurut persyaratan SNI nugget ayam (BSN, 2002) aroma nugget
yaitu normal. Aroma normal nugget pada
penelitian ini berkisar pada nilai berkisar pada nilai dua yaitu pada taraf
penambahan tepung tempe 5% (2,2) sampai 15% (2,2) (Afrianto, 2010).
Nilai biologis protein dan NPU tepung nugget daging merah tuna
penyimpanan 0 , 1 , dan 2 bulan adalah 92,1 : 93,1 : dan 96,8 ; serta 90,7 :
91,2 : dan 95,1 %. Selanjutnya nilai efisiensi dan daya cerna tepung nugget
daging merah tuna, penyimpanan 0 , 1 , dan 2 bulan adalah 28,3 : 27,9 dan 28,7
% serta 98,5 : 98,1 dan 96,8%. Hal tersebut menunjukkan bahwa protein nugget
daging tuna merah mempunyai mutu yang baik. Titanium dioksida ( TiO2)
biasanya digunakan sebagai bahan tambahan untuk pembuat. Pemanfaatan TiO2
ini tidak menurunkan nilai gizi protein (Respiati et all , 2008).
2.3 Bakso Ikan
Bakso ikan adalah bakso yang dibuat dari daging ikan, yang di bentuk
menjadi bulatan-bulatan.Selain sebagai sumber protein yang mempunyai nilai gizi
tinggi, bakso ikan juga merupakan makanan jajanan yang telah diterima oleh
masyarakat karena harganya terjangkau serta dapat memenuhi selera dan daya beli
masyarakat (Agustin dan Mewengkang, 2008).
Bakso yang terbuat dari daging ikan biasanya dikenal dengan nama bakso
ikan dan sudah banyak dijumpai di pasaran. Daging ikan yang dipilih untuk
membuat bakso adalah ikan yang mempunyai daging yang berwarna putih, misalnya
pada ikan Tenggiri, Kakap, Kerapu, Cunang dan lain sebagainya (Wibowo, 2002
dalam Oktavianingsih, 2008).Bakso ikan yang ada dipasaran dapat dilihat pada
Gambar 4. :
Gambar
6. Bakso Ikan (Google Image, 2011)
2.3.1 Bahan Utama Pembuat Bakso
Ikan
Salah satu usaha diversifikasikan produk
perikanan yang dikembangkan dan berpeluang menambah nilai tambah (adated value)
adalah bakso ikan. Ikan yang sering digunakan dalam pembuatan bakso ikan adalah
ikan kukisi ( Nemptesis hematophoorus ).
Ikan ini merupakan hasil tangkapan samping dan ikan-ikan demersal ekonomis.
Ikan kukisi mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sekitar 16,85%
dan kandungan lemak yang rendah sekitar 2,2% (Zahirudin et al., 2008).
Bakso umumnya dibuat dari ikan sapi.Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan selera konsumen berkembang.Bahan yang dibuat dari
bahan bakuikan diantaranya bakso ikan tengiri. Berdasarkan hasil penelitian
(Nurchafifah,2003) untuk mensubstitusi daging sapi dengan daging ikan dan berdasarkan
hasil penelitian substitusi daging ikan (0,5%) yang paling disenangi oleh
konsumen (Adawyah, 2006).
Bahan pembuatan
bakso ikan yaitu daging ikan, tepung, putih telur, air es dan bumbu-bumbu (
bawang putih, bawang merah, merica, garam). Pada dasarnya hampir semua jenis
ikan dapat dimanfaatkan dagingnya untuk diolah menjadi bakso.Bakso ikan dapat
dibuat bervariasi, misalnya dengan menambahkan telur, jeroan dan sebagainya ke
dalamnya.Cara pembuatanya pun tidak berbeda (Daniati,2005).
Gambar 7.
Ikan Mackarel ( Google
image, 2011)
Klasifikasi ilmiah Ikan Mackarel :
Kerajaan:
|
Animalia
|
Filum:
|
Chordata
|
Kelas:
|
Actinopterygii
|
Ordo:
|
Perciformes
|
Famili:
|
Scombridae
|
Genus:
|
Scomberomorus
|
Spesies
: Scomberomorus guttatus
2.3.2 Bahan Tambahan Pembuatan Bakso Ikan
Bahan-bahan lainnya yang digunakan adalah tepung tapioka, bawang merah,
bawang putih, soda kue, garam dapur, merica, penyedap, telur, lada, air dan es
batu (Uju et al., 2004).
Bahan pengisi merupakan fraksi bukan daging yang biasanya ditambahankan
dalam pembuatan produk emulsi daging, seperti bakso dan sosis. Jenis bahan
pengemulsi yang biasanya ditambahkan pada proses pembuatan bakso adalah tepung
berpati, misalnya tepung tapioka, tepung gandum, dan tepung sagu. Tepung pati
yang biasnya digunakan dalam pembuatan bakso yaitu tepung tapioka dan tepung
sagu (Bahrudin, 2008).
Bahan tambahan seperti pengisi (tepung tapioka), kitosan, karagenan,
STTP (Sodium tripoliphospat), es atau
air es dan bumbu-bumbu (bawang merah, bawang putih, garam, gula dan merica),
sedangkan bahan yang digunakan dalam analisis bakso ikan antara lain akuades,
alkohol, bahan analisis kimia (pelarut heksana, K2SO4,
HgO, H2SO4, HCl, NaOH, KBr, tablet kjedahl) dan bahan analisis mikrobiologi (media, Plate Count Agar dan NaCl) (Zahiruddin,
2008).
Menurut Adawyah (2006), bakso ikan merupakan salah satu bentuk olahan
yang menggunakan daging ikan sebagai bahan dasarnya dengan tambahan tepung
tapioka dan bumbu dengan bentuk bulat halus dengan tekstur kompak, elastis dan
kenyal.
Menurut Daniati (2005), bahan tambahan pembuatan bakso ikan adalah
sebagai berikut :
·
Tepung : Tepung digunakan
sebagai bahan tambahan dalam pembuatan bakso, tepung yang digunakan dalam
pembuatan bakso berfungsi sebagai pengikat dan perekat bahan lain. Kualitas
tepung yang digunakan sebagai bahan makanan sangat berpengaruh terhadap makanan
yang dihasilkan.
·
Putih Telur : Telur yang
digunakan dalam pembuatan bakso ini adalah telur ayam dan bagian telur yang
digunakan adalah putih telur yang berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan lain
dalam adonan, memberi rasa lezat dan memberikan tekstur adonan yang rata dan
lezat. Banyaknya putih telur sekitar 60% dari berat telur.
·
Air Es : Air es
diperlukan dalam pembuatan bakso karena berfungsi membantu pembentukan adonan
dan memperbaiki tekstur bakso.
·
Bumbu-Bumbu : Bumbu-bumbu
yang digunakan dalam pembuatan bakso ikan meliputi bawang putih, bawang merah,
merica dan garam.
2.3.3 Proses Pembuatan Bakso Ikan
Menurut
Daniati (2005) Gambar 8. Proses
Pembuatan Bakso Ikan
Bakso Ikan
|
Direbus selama 15 menit
|
Diblender
|
Dibentuk
|
Bumbu (lada, bawang putih, bawang merah goreng, dan garam)
|
Tepung tapioka, Sagu, Terigu, Telur, Es Batu
|
Daging Ikan Segar
|
Proses pembuatan bakso ikan adalah :
·
Daging ikan dipilih yang
masih segar dipisahkan dari duri dan serat-seratnya kemudian dihaluskan
menggunakan blender.
·
Daging ikan yang sudah
halus dicampur dengan tepung, telur, garam, air es dan bumbu yang telah
dihaluskan kemudian diaduk bersama dalam blender untuk memperoleh adonan yang
homogen
·
Setelah adonan siap,
adonan dibentuk dengan menggunakan tangan atau dua buah sendok makan kemudian
dimasukkan dalam air mendidih hingga matang selama 15 menit jika bakso sudah
mengapung di permukaan air berarti bakso sudah matang.
·
Setelah matang bakso
diangkat, ditiriskan dan didinginkan dalam suhu ruang.
Menurut Adawyah (2007) adapun pengolahan bakso ikan
i;
ikaIkan
Tengiri
|
Pisahkan
Daging dari Duri
|
Haluskan
Daging Ikan
|
Campur
Daging dengan Bumbu
|
Bentuk
Bulatan dan Direbus
|
Bakso
Ikan
|
Gambar 9. Diagram alir pengolahan
bakso ikan tengiri
2.3.4 Kualitas Bakso Ikan
Pengujian terhadap produk bakso meliputi uji organoleptik seperti
penampakan, tekstur, aroma dan rasa; uji fisik meliputi uji kekuatan gel,
kekerasan, derajat putih, uji pelipatan, uji gigit, rasio rehidrasi, dan rasio
susut masak; sedangkan uji terakhir adalah uji kimia yang meliputi kadar
protein, air, lemak, abu, dan karbohidrat serta Total Volatile Base (TVB), Protein Larut Garam (PLG) dan Water Holding Capacity (WHC) (Bahrudin,
2008).
Menurut Sari (2008), bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan
utama garam dapur (NaCl), tepung tapioka dan bumbu-bumbu dibentuk bulat seperti
kelereng dengan berat 25-30 gram per butir. Bakso memiliki tekstur yang kenyal
setelah dimasak, kualitas bakso bervariasi tergantung bahan baku dan proses
pembuatannya. Bakso menjadi makanan favorit di berbagai kalangan masyarakat
tetapi pengetahuan tentang bakso yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih
kurang.Terbukti masih banyak ditemukan bakso yang mengandung boraks dan
formalin memiliki dampak yang tidak baik bagi kesehatan.
Melihat potensinya yang cukup besar, maka mutu produk ini patut
ditingkatkan. Salah satu cara meningkatkan mutu bakso adalah dengan penambahan flavour, di mana flavour ini akan meningkatkan rasa dan aroma bakso (Hermanianto,
2001).
2.3.5 Standar Kualitas Bakso
Menurut Chairita et al., (2009), karakteritik fisik dan organoleptik bakso ikan yang
baik dan dilewatkan oleh konumen. Berdasarkan karakteristik fisik, larva, dan
organoleptik surimi dan bakso ikan dari campuran surimi ikan layang dan surimi
tertelan kakap merah dalam bentuk segar bermutu lebih baik.
Menurut Adawyah (2007), bakso ikan merupakan salah satu bentuk olahan
yang mengandung daging ikan sebagai bahan dasarnya dengan tepung tapioka.
Selain itu ada bumbu yang dapat memperhalus tekstur bakso.
2.4. Ikan Pindang
Pemindangan ikan pada dasarnya adalah suatu proses penggaraman cepat.
Produk yang dihasilkan adalah ikan asin yang telah masak dan siap untuk
dikonsumsi (Hadiwiyoto, 1993). Pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan
dan pengawetan ikan secara tradisional. Dalam proses pemindangan, ikan atau
udang di awetkan dengan cara mengukus atau merebusnya dalam lingkungan bergaram
dan bertekanan normal. Hal ini bertujuan untuk menghambat aktivitas bakteri
pembusuk maupun aktivitas enzim (Widiastuti, 2005).
Pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan sekaligus pengawetan
ikan yang cukup popular di Indonesia. Umumnya pemindangan secara tradisional
dilakukan dengan merebus ikan dalam larutan garam jenuh selama jangka waktu
tertentu dalam wadah paso tanah liat, badeng, atau drum-drum bekas (Jenie et al., 2001).
Gambar 10. Ikan Pindang (Google Image, 2011)
2.4.1 Bahan Utama
Pembuatan Ikan Pindang
Menurut Ratnawati et al., (2008), klasifikasi ikan
kembung sebagai berikut:
Fillum :Chordata
Sub Fillum :Tunicata (Urochordata)
Kelas :Osteichtyes
Sub Kelas :Sarcopterygii
Ordo :Perciformes
Sub Ordo :Scombroidel
Familli :Scombridae
Genus
:Scomber
Spesies :Scomber kanangurta
Gambar 11. Ikan Kembung(Google Image, 2011)
Ikan kembung merupakan ikan yang hidup di tepian
pantai, dan pada musim tertentu hidup di permukaan laut sehingga penangkapan
ikan secara besar – besaran
akan mudah.
Tabel3.Komposisi dari ikan kembung
Komponen
|
Jumlah
|
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Air
|
103
kal
22
gr
1
gr
0
gr
20
mgr
200
mgr
1
gr
30
Kgr
0,05
mgr
0
mgr
76 gr
|
Di Indonesia, pembuatan pindang cue sudah banyak
dilakukan orang. Ikan pindang sangat di gemari terutama di jawa barat.Bila
pengolahannya baik maka daya simpannya cukup lama dan dapat di angkat ketempat
yang jauh.Penggaraman yang diikuti perebusan telah lama dipraktekkan di
Indonesia, misalnya pada pembuatan ikan pindang cue.Tujuannya adalah untuk
memperpanjang masa simpan.Hal ini dilakukan untuk mempertahankan kesegaran ikan
(Moeljanto, 1992).
Pembuatan pindang cue lebih sederhana dibandingkan
dengan pembuatan pindang pada umumnya. Rasanya pun lebih lezat dibandingkan
dengan pindang biasa. Kebanyakan ikan – ikan yang di olah menjadi pindang cue adalah ikan – ikan yang berukuran kecil seperti ikan selar, laying, bandeng kecil,
tongkol kecil dan lain lain (Adawyah, 2006).
Adapun jenis ikan yang biasa digunakan sebagai
bahan baku pemindangan adalah ikan air laut seperti tongkol, tengiri, kembung,
laying, dan ada juga ikan air tawar yaitu ikan seperti ikan mas, nila, bandeng
Selain itu bahan utama pembuatan ikan pindang adalah garam. Bahan –bahan pembuatan ikan pindang yang
digunakan harus memenuhi syarat – syarat tertentu agar ikan pindang yang dihasilkan bermutu baik
(Widiastuti, 2005).
2.4.2 Bahan Tambahan
Pembuatan Ikan Pindang
Cara yang umum adalah dengan merebus ikan dalam
larutan garam jenuh atau menggaraminya sebelum dituangi air laut atau air
tawar, kadang – kadang diberi bumbu
tambahan seperti kecap atau kunyit. Perebusan akan mengurangi kadar air dalam
badan ikan dan mematikan sebagian besar bakteri. Adanya garam berfungsi menarik
air lebih banyak sehhingga ikan makin awet. Perebusan dalam larutan garam pekat
dapat menghentikan proses pembusukan ikan (moeljanto, 1992).
Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet
sekaligus memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan sebagian
besar bakteri pada ikan terutama bakteri pembusuk dan pathogen. Selain itu
pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi
lebih kompak. Ikan pindang pun menjadi lezat dan lebih awet dibanding ketika masih
segar (Adawyah, 2006).
2.4.3 Proses
pembuatan Ikan Pindang
Menurut paket iindustri pangan (1981),
adapun proses pembuatan ikan pindang antara lain:
Ikan
|
Dibuang jerohannya
|
Dicuci
|
Disusun dalam kuali garam
secukupnya
|
direbus
|
ditiriskan
|
direbus
|
Ikan pindang
|
Ditutup
dengan plastik
|
Gambar 12. Proses
Pembuatan Ikan Pindang (Google Image, 2011)
Menurut Adawyah (2006) adapun proses pembuatan ikan pindang berikut ini
:
Gambar 13. Diagram Alir Pengolahan Pindang Ikan Kembung
Ikan kembung segar
|
Disiangi dan dicucui
bersih
|
pemirisan
|
Penyusunan ikan diatas naya atau
besek
|
perebusan
|
Penyiraman dengan air
panas
|
pendinginan
|
Pindang ikan
kembung
|
Menurut Hartono (1972), proses pembuatan ikan pindang bumbu adalah:
·
Ikan disiangi dan dicucui bersih
·
Garam, kunir atau kunyit dan serei dihancurkan hingga halus
·
Ikan dan bumbu tadi dicampur hingga rata atau lapis demi lapis sambil
menyusun
·
Selanjutnya ikan disusun dalam periuk yang sudah diberi air, sarangan
air , sarangan dan alas daun
·
Diberi pemberat, ikan direbus selama 3 jam, bila ingin sampai
tulang-tulangnya lunak dapat diperpanjang 2-3 jam lagi
·
Pemasakannya mula-mula api dibesarkan, tunggu hingga mendidih lalu api
dikecilkan agar bumbu merata
2.4.4 Kualitas Ikan Pindang
Menurut Hartono (1972), mutu ikan pindang menurut jenisnya dibedakan
menjadi berikut:
v Pindang Bawean, hasil atau mutunya :
a) Daya taha 2 – 3 hari
b) Rasa aroma lebih enak dan gurih
c) Harganya lebih mahal
v Pindang Pelabuhan Ratu, mutunya sama dengan pindang bawean yaitu :
a) Daya tahannya 2-3 hari
b) Rasa aroma lebih enak dan gurih
c) Harganya lebih mahal
v Pindang Badeng, hasil atau mutunya :
a) Daya tahannya 2-3 hari
b) Rasa aroma lebih enak dan gurih
c) Harganya lebih mahal
Menurut Himawati (2010), ditinjau dari gizinya ternyata ikan pindang
memiliki kandungan protein sebesar 15-24%. Ikan pindang juga kaya akan vitamin
A dan D setelah diasinkan itu tidak hilang.
Tabel 4. Kualitas Ikan Pindang
Komponen
|
Kadar %
|
Kalori
|
176,00 kal
|
Protein
|
27,00
|
Lemak
|
3,00
|
Mineral
|
0,26
|
Vitamin B1
|
0,07 mg
|
air
|
60,00
|
Sumber : Himawati (2010)
Selain garam sebagai bahan pengawet, faktor lingkungan mempunyai peranan
penting untuk mempertahankan kualitas ikan pindang seperti sanitasi. Dengan
sanitasi tempat usaha yang baik, diharapkan akan menghasilkan ikan pindang yang
dijamin mutunya. Untuk itu diperlukan informasi tentang keterkaitan antara
sanitasi tempat usaha dengan jumalh bakteri ikan pindang bandeng (Purwaningrum,
2000).
2.4.5 Standar Kualitas Ikan Pindang
Menurut Himawati (2010), standar produk pindang layang meliputi
persyaratan yang mencakup : bahan baku, bahan pembantu, dan bahan tambahan,
persyaratan teknis, sanitasi dan higyenis (cara penanganan), cara pengolahan,
cara pengemasan, cara pembelian (label dan merk), serta penyimpanan
(persyaratan mutu) dan analisis (mutu, produk akhir, cara pengambilan contoh
dan analisis).
Tabel 5.Syarat mutu ikan pindang (SNI, 1992) :
No.
|
Jenis uji
|
Persyaratan Mutu
|
|
Pindang air garam
|
Pindang garam
|
||
a.
|
Organoleptik
|
7
|
6
|
Nilai minimum
|
|||
Kapang
|
negatif
|
Negatif
|
|
b.
|
Mikrobiologi
|
1 x 105
|
1 x 105
|
TPC per gram maks
|
|||
E – coli MPN per gram maks
|
3 CFU
|
3 CFU
|
|
Salmonella*
|
negatif
|
Negatif
|
|
Vibrio chotera *
|
negatif
|
negatif
|
|
Staphylococcus aunes *
|
1 x 103
|
1 x 103
|
|
c.
|
Kimia
|
70
|
70
|
Air, % bobot/bobot maks
|
|||
Garam, % bobot/bobot maks
|
10
|
10
|
Keterangan
: * jika dibutuhkan
2.5 Ikan Asap
Gambar 14. Ikan Asap(Google Image, 2011)
2.5.1 Bahan Utama Pembuatan Ikan
Asap
Ikan asap sudah dikenal sejak zaman
dahulu kala. Konon terjadinya tanpa disengaja. Ada beberapa cara pengasapan
yaitu pengasapan dingin, pengasapan panas, pengasapan langsung atau tidak
langsung. Jenis ikan yang diasap pun beraneka ragam mulai dari ikan bandeng
hingga ikan salmon.Ada banyak jenis ikan yang diasap mulai dari ikan air tawar
hingga ikan laut, mulai dari bandeng, tongkol, hingga cakalang bahkan tuna.
Prinsip daar pengolahannya tidak jauh berbeda meskipun beberapa komunitas ikan
asap memerlukan cara pengasapan dan pengolahan yang khas (Adawyah,2007).
Menurut Hartono (1978), ikan-ikan yang dapat diasapi jenisnya ada dua yaitu
:
1. Ikan perairan daratan : gabus, lele, mas, idat, dan lain-lain
2. Ikan laut dan air payau : Ckalang, kakap, belanak, bandeng, dan
lain-lain
Menurut
Menegristek (2011), Klasifikasi ikan lele adalah :
Kingdom :
Animalia
Phyllum
: Chordata
Sub-phyllum
: Vertebrata
Klas
: Pisces
Sub-klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi Gambar 15. Ikan Lele (Google Image, 2011)
Sub-ordo
: Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus
: Clarias spp
Tabel 6.komposisi gizi pada ikan lele
Zat gizi
|
Jumlah (%)
|
Protein
|
17.7
|
Lemak
|
4.8
|
Mineral
|
1.2
|
Karbohidrat
|
0.3
|
Air
|
7.6
|
Sumber : Indah (2010)
Menurut SNI 01-2725-1992 komposisi kimia
ikan asap adalah mengandung air dengan persen bobot maksimum 60, garam persen
bobot maksimum 4, dan abu tak larut dalam asam dengan persen bobot maksimum
1,5.
2.5.2 Bahan Tambahan Pembuatan Ikan Asap
Bahan Pengasap sebagai sumber asap cair
menggunakan tempurung kelapa diperoleh dari pasar bogor dan kelapa diperoleh
dari pasar bogor. Untuk pembuatan ikan asap digunakan ikan tongkol (Euthynnus affaris) sebanyak 60 ekor
dengan ukuran 22-26 cm. Ikan tersebut diperoleh dari TPI Muara Batu Jakarta
(Marasberry,2011).
Menurut Moeljanto (1992), bahan tambahan
ikan asap yaitu garam. Konsentrai garam dan lama perendaman dalam brine
(brining) tergantung pada keinginan pengolah yang sebenarnya dapat disesuaikan
dengan selera konsumen atau permintaan pasar.
2.5.3 Proses
Pembuatan Ikan Asap
ikan
|
disiangi
|
dicuci
|
Direndam (15-20 menit) garam dan ½ liter air
|
Ditiriskan dan
diangin-anginkan (± 15 menit)sampai permukaannya kering
|
Diikat saatu per satu
|
Digantung dan disususn dalam
lemari pengasapan
|
Diasap dengan panas ± 70-80oC (2-3 jam)
|
Dikeluarkan dari lemari pengasapan
|
Diasapi dengan panas ± 20-30oC (4 jam)
|
Ikan asap
|
Gambar 16. Diagram Alir Pembuatan Ikan Asap
Menurut
Hartono (1972), proses pengasapan dingin yaitu:
·
Persiapan
Penyiangan, pencucian, perendaman dalam
larutan garam 10% selama 1 jam, pencucian kedua, perendaman lagi dalam larutan
garam 15% selama 6 jam lalu dilakukan penirisan dan diangin-anginkan hingga
agak kering.
·
Pengasapan
Penyusunan dalam ruang pengasapan. Setelah
agak kering ikan diletakkan atau digantung agak jauh dari sumber asap =ditusuk,
diikat dengan kawat atau tali, digapit atau ditaruh di atas para-para.
·
Pemberian asap pertama
a. Ukuran asap tipis
b. Suhu asap 32-37oC
c. Lama 3 (tiga) jam
·
Hasil atau mutu
a. Dengan cara tadi ketahanan atau daya
awetnya sampai 2 minggu
b. Daya awet dapat diperpanjangdengan menambah
lama perendaman dalam larutan garam atau pengasapannya
c. Ikan tetap mentah
Menurut
Moeljanto (1992), proses pengasapan panas yaitu:
·
Kalau sisik ikan dibuang, isi perutnya tidak perlu dibuang
·
Setelah dicuci ikan direndam dalam larutan garam 90 % saline meter (± 25 %) selama 1-3 jam
·
Ditiriskan ditempat teduh sampai kulitnya agak kering atau lunak
·
Kemudian ditaruh diruang pengasapan, diasapi dengan asap tipis pada suhu
2-3 jam pada suhu 32-38OC atau pada aroma dan warna yang diinginkan.
Hasilnya hanya tahan disimpan selama 4-5 hari kecuali bila disimpan di cold
storage
2.5.4 Kualitas Ikan Asap
Pengasapan
meliputi empat pengolahan dasar : pengasinan, pengeringan, pengsapan dan
pemanasan. Pengeringan serta pemanasan dan pengasapan semuanya dilakukan dalam
ruang asap. Berbagai produk ikan asap diperoleh dengan menggunakan
masing-masing proses dalam bermacam-macam tingkat. Proses pengasapan
menyebabkan turunnya kadar air, naiknya kadar garam, dan tertinggalnya
bahan-bahan pembentuk asap pada permukaan ikan. Pengeringan dan pengasinan
mengawetkan ikan dengan mengurangi aktivitas air (water activity). Bahan-bahan
asap seperti formaldehida, aseton dan fenol mempunyai sifat-sifat membunuh
bakteri, sementara asam yang mudah menguap dalam uap menurunkkan pH pada
permukaan ikan dan memperlambat pertumbuhan mikroorganisme. Panas selama
pengasapan juga bersifat antibakteri (buckle, et all, 2000).
Menurut Afrianto dan Liviawati (1989),
kualitaas dan kuantitas unsure-unsur kimia yang terdapat didalam aspa tentu
saja tergantung pada jenis kayu yang digunakan. Bila keyu atau serbuk kayu
bakar akan terjadi perubahan sebagai berikut:
Selulosa
yang terurai menjadi :
·
Alkohol berantai pendek, lurus
·
Aldehid
·
Keton
·
Asam organic
Unsur-unsur diatas sangat berperan dalam
proses pengasapan ikan sehingga akan dihasilkan produk ikan asap yang mempunyai
rasa dan warna.
Pengasapan ikan secara tradisional
mempunyai kelemahan yaitu belum adanya keseragaman dalam pengolahan,
menghasilkan senyawa yang bersifat karsinogenik, control asap rutin,
temperature sulit dikontrol, pemindahan
rak-rak dari lapisan atas ke lapisan bawah setelah ikan dilapisan bawah sudah
masak dan kelembaban udara dalam ruangan. Walaupun mutunya kurang bagus
dibandingkan pengasapan cair, pengasapan secara tradisional paling mudah
diterapkan oleh ndustri kecil (satyajaya, 2009).
2.5.5 Standart
Kualitas Ikan Asap
Cara peling mudah untuk menilai mutu ikan
asap yaitu dengan menilai mutu sensorik atau mutu organoleptiknya. Cara lain
pengujian fisik, kimiawi dan mikrobiologis yang tentu saja memerlukan teknik,
peralatan dan tenaga kerja khusus yang tidah mudah dan tidak murah. Penilaian
mutu dengan sensorik sangat mudah dilakukan dengan baik dan benar (Adawyah,
2007).
Nilai
rata-rata kenampakan ikan asap berkisar antara 6,8-8,2. Nilai rasa antara
6,5-7,1. Berdasarkan persyaratan SNI untuk nilai organoleptik ikan aspa minimal
7. Nilai rata-rata kadar air asap berkisar antara 54,29% sampai 56,80%
(Marasbessy, 2011).
Berdasarkan
standart total bakteri telah ditetapkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(1991), bahwa standart total bakteri daging asap sebanyak 5 × 104 (Fa/g), maka perlakuan pengasapan
yang memenuhi persyaratan tersebut adalah pengasapan pada temperatur 80ot,
selama 4 jam dan 6 jam atau temperature 70oC selama 6 jam (Suradi
dan Suryaningsih, 2011).
Senyawa-senyawa yang terdapat didalam
asap dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu fenol, karbonil
terutama keton dan aldehid), asam, furan, alcohol, dan ester, laktan,
hidrokarbon alifatik, hidrokarbon perisiklik aromatic. Namun komponen utama menyumbang
dalam reaksi pengasapan hanya tiga senyaawa yaitu asam fenol dan karbonil.
Komposisi asap dipengaruhi oleh tiga factor diantaranya adalah jenis kayu,
kadar air dan suhu pembakaran yang digunakan (Sariet al., 2006).
3. METODOLOGI
3.1.1 Pembuatan Terasi
3.1.1 Alat
dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan
tradisional pada pembuatan terasi yaitu:
· Nampan : sebagai tempat alat dan bahan
· Alu dan Mortar : untuk menumbuk atau menghaluskanudang rebon
· Baskom : sebagai wadah untuk mencampurkantumbukan
· Para-para : sebagai alas saat penjemuran
· Timbangan duduk : untuk menimbang udang rebon
· Sendok : untuk mengambil terasi
3.1.2 Bahan dan Fungsi
Bahan yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan
tradisional pada pembuatan terasi yaitu:
· Udang Rebon 26,7 gram : sebagai bahan utama pembuatan terasi
· Garam 1,591 gram (3%) : sebagai bahan menambah rasa, sebagai pengawet
terasi serta mengurangi kadar air
· Air : untuk
membersihkan alat dan bahan
· Plastik : untuk membungkus terasi yang sudah jadi
3.1.3 Skema Kerja
Udang Rebon
|
Dicuci
bersih dan dibuang kotoran
|
Ditambahkan
garam 5% dari berat udang dan pewarna
|
Diratakan
agar ketebalan 1-2 cm
|
Dijemur
setengah kering
|
Digiling
agar halus dan dibentuk
|
Dibungkus
dengan tikar atau daun pisang kering
|
Dibiarkan
selama satu- dua hari
|
Dijemur
kembali 3-4 hari
|
Disimpan
selama 1-4 minggu
|
Terasi
|
Gambar 17. Skema
Pembuatan Terasi
3.1.4 Prosedur Pembuatan Terasi
Untuk pembuatan terasi yang dilakukan
pertama kali adalah mencuci udang rebon dan ditiriskan, agar kotoran yang
menempel pada udang rebon hilang.Setelah itu ditambahkan garam sebanyak 5% dari
berat udang dan diberi pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan. Kemudian
diaduk rata, tujuan pemberian garam untuk mengurangi kadar air dan menambah
daya awet terasi serta memberikan rasa pada terasi. Kemudian adonan tersebut
diratakan agar ketebalannya 1-2 cm, tujuannya agar mudah kering.Setelah itu
dijemur sampai setengah kering dan diaduk.Kemudian digiling dan ditumbuk dengan
mortar agar halus.Lalu dibentuk dan dibungkus dengan plastik dan dibiarkan
selama satu sampai dua hari.Kemudian dijemur kembali sambil dihancurkan supaya
cepat kering. Waktu penjemuran 3-4 hari agar benar-benar kering dan kadar air
dalam terasi benar-benar hilang. Kemudian terasi tersebut disimpan selama 1-4
agar terjadi proses fermentasi sampai tercium bau khas terasi.
ᴥ
Hubungan Fermentasi
dengan Terasi
Fermentasi ikan merupakan cara pengawetan tradisional di Indonesia
maupun Negara-negara Asia tenggara lainnya. Produk akhir hasil fermentasi ikan
dapat berupa ikan utuh, pasta atau saus.Reaksi yang terjadi selama fermentasi
ikan adalah penguraian senyawa-senyawa bermolekul besar, terutama protein
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dicerna,
diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh kita. Protein ikan akan terurai menjadi
peptida dan asam amino, yang dapat terurai lebih lanjut menjadi senyawa-senyawa
yang berperan dalam pembentukan cita rasa khas setiap produk. Jika dalam proses
fermentasi ditambahkan senyawa sumber karbohidrat (misalnya pati atau nasi) maka
senyawa tersebut akan di uraikan menjadi asam, alkohol dan lain-lain (Astawan,
1997).
Sedangkan menurut Winarno (1973), pada proses fermentasi terasi, protein
dihidrolisa menjadi derivatnya, seperti asam-asam amino, peptide, dan pepton.
Fermentasi terjadi di akibatkan oleh aktivitas mikroorganisme dan enzim.
3.2 Pembuatan Nugget
3.2.1 Alat dan Fungsi
Alat yang digunakan pada praktikum
teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan nugget yaitu:
· Blender : untuk menghaluskan
daging ikan cucut
· Pisau : untuk memotong
daging ikan cucut
· Mixer : untuk membantu
mencampur daging dan bahan-bahan
· Telenan : sebagai alas
saat memotong ikan cucut
· Timbangan analitik : untuk
menimbang bahan- bahan dengan ketelitian 0,01
· Baskom : sebagai wadah
ikan cucut
· Kompor : sebagai sumber
panas untuk penggorengan dan pengukusan
· Dandang : sebagai tempat
pengukusan nugget
· Wajan : sebagai wadah
saat penggorengan
· Loyang : sebagai wadah
saat pengukusan
· Sutil : sebagai alat
saat menggoreng
· Serok : untuk
meniriskan minyak dari nugget
· Piring : sebagai wadah
penyajian nugget
· Sendok : Alat untuk
mengambil nugget
· Nampan : tempat alat dan
bahan serta wadah ikan setelah dibersihkan
3.2.2 Bahan dan Fungsi
Bahan
yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan materi pembuatan nugget adalah:
· Daging ikan cucut 100 gram :
sebagai bahan utama pembuat nugget
· Tepung tapioka 100 gram : sebagai bahan tambahan pembuat nugget
· Tepung panir secukupnya : sebagai
perenyah nugget setelah digoreng
· Lada 7 gram :
sebagai penambah rasa pedas
· Ketumbar 5 gram : sebagai penambah rasa dan pengawet nugget
· Pala 3 gram : sebagai penambah rasa dan pengawet nugget
· Jahe 5 gram : sebagai penambah rasa dan pengawet nugget
· Gula 28 gram : sebagai pengawet, penambah rasa manis
· Garam 22 gram : sebagai
pengawet, penambah rasa asin
· Bawang putih 80 gram : sebagai pengawet, penambah rasa khas bawang
putih
· Kuning telur 2 butir : sebagai pengikat bahan-bahan yang telah
tercampur
· Putih telur secukupnya :
sebagai perenyah nugget setelah
digoreng
· Susu skim secukupnya : sebagai
penambah nutrisi pada nugget
· Es batu : untuk
menjaga kondisi daging dengan suhu 150C
· Minyak Goreng secukupnya : untuk menggoreng nugget dan pelapis Loyang
3.2.3 Skema Kerja
Ikan
cucut segar
|
Difillet dan
dicacah
|
Dihaluskan
dengan blender
|
Dicampur
dengan bahan- bahan
|
Dimixer
hingga kalis
|
Dikukus
selama 30 menit
|
Ditiriskan
|
Diberi tepung
panir, tepung maizena dan putih telur
|
Dicetak
|
Digoreng
|
Nugget ikan cucut
|
Gambar 18. Skema Pembuatan Nugget
Ikan Cucut
3.2.4 Prosedur
Pembuatan Nugget
Untuk pembuatan nugget yang
pertama kali dilakukan adalah menyipakan alat dan bahan.Setelah itu ikan cucut
dibersihkan menggunakan air mengalir, agar kotoran yang masih menempel pada
tubuh ikan cucut hilang. Kemudian ikan difillet dan dicacah untuk mempermudah
proses pemblenderan. Saat menunggu pemblenderan daging direndam dengan es batu
dengan tujuan agar dapat mengenyalkan tekstur daging ikan.Setelah daging
diblender, kemudian dicampur dengan seluruh bahan-bahan menggunakan mixer
hingga adonan kalis.Setelah adonan kalis, selanjutnya dimasukkan kedalam Loyang
dan selanjutnya dikukus selama 30 menit. Tapi sebelumnya Loyang dilimuri minyak
agar adonan nugget tidak lengket
dengan loyang. Tujuannya dikukus yaitu agar teksturnya kuat dan tidak
lembek.Setelah adonan matang selanjutnya ditunggu 3-5 menit agar agak dingin
agar tekstur tetap atau tidak rusak (compact/padat), kemudian dibentuk dan dicetak sesuai
selera.Nugget yang telah dicetak
menurut selera selanjutnya diberi tepung maizena kemudian dilumuri tepung panir
dengan tujuan untuk merenyahkan nugget
setelah digoreng.Setelah itu digoreng dan disajikan.
3.3 Bakso
Ikan
3.3.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan
pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan bakso ikan
adalah :
·
Pisau : untuk memeotong sampel (ikan)
·
Timbangan analitik : untuk
menimbang sampel dengan ketelitian 10-2 gram
·
Nampan : sebagai
tempat bahan-bahan dan alat yang digunakan
·
Baskom : sebagai wadah adonan bakso
·
Blender : untuk menghaluskan bumbu
·
Kompor : sebagai sumber panas
·
Sendok : untuk mengambil adonan bakso yang
sudah dicetak
·
Cobek : untuk menghaluskan bumbu
·
Panci : untuk merebus bakso
3.3.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan
pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan bakso ikan
adalah :
·
Ikan Tengiri : sebagai
bahan utama atau bahan baku pembuatan bakso ikan
·
Tepung tapioka : sebagai bahan tambahan pembuatan bakso
ikan
·
Bawang putih : sebagai pengawet, penambah rasa khas
bawang putih
·
Merica : sebagai penambah rasa pedas
·
Garam 6 sdt : sebagai
penambah rasa asin, pengawet
·
Daun jeruk 1 lmbr : sebagai
penambah aroma, penghilang bau amis
·
Tulang Ikan Tenggiri : sebagai
pembuat kaldu pada kuah bakso ikan
·
Es batu : untuk mngenyalkan adonan bakso
ikan
·
Air bersih : untuk membersihkan alat yang sudah
dipakai
·
Tissue : untuk mengeringkan alat
3.3.3 Skema Kerja
Ikan Tenggiri
|
Disiangi
|
Dicuci
|
Dihaluskan ikan dengan blender
|
Dimasukkan ke dalam baskom
|
Diberi es batu
|
Diaduk rata dan ditambahkan tepung
tapioka
|
Dumasukkan bumbu-bumbu yang sudah
disiapkan
|
Disiapkan rebusan air dalam panci
|
Dibentuk adonan bakso bulat-bulat (menyerupai
bola-bola kecil)
|
Dimasukkan bakso kedalam air mendidih
yang sudah ditambahkan bumbu-bumbu
|
Ditunggu hingga bakso mengapung keatas
|
Diangkat dan ditiskan
|
Bakso Ikan tenggiri
|
Gambar 19. Skema Pembuatan Bakso Ikan Tenggiri
3.3.4 Prosedur pembuatan Bakso Ikan
Pada praktikum Tekhnologi Hasil Perikanan
Tradisional, materi pembuatan bakso yang pertama dilakukan yaitu menyiapkan
alat dan bahan yang diperlukan.Setelah itu ikan tengiri disiangi (dikeluarkan
isi perut) dan dicuci hingga bersih agar kotoran yang menempel pada tubuh ikan
menghilang.Kemudian daging ikan dihaluskan dengan menggunakan alat blender dan
grinder agar dagingnya halus dan mudah dibentuk.Setelah itu dimasukkan ke dalam
baskom selanjutnya diberi es batu atau air dingin.Lalu diaduk hingga rata dan
ditambahkan tepung tapioka.Kemudian dimasukkan bumbu-bumbu seperti bawang
putih, merica yang telah dihaluskan.Setelah itu ditambahkan garam
secukupnya.Kemudian disiapkan rebusan air di dalam panci dan dibentuk adonan
bakso bulat-bulat tadi dimasukkan kedalam air mendidih dan ditunggu hingga
bakso mengapung keatas yang tandanya bakso sudah matang.Kemudian ditiriskan dan
bakso siap dihidangkan dan dilakukan uji organoleptik.
Fungsi pemberian es batu yaitu agar es
dapat mempertahankan kandungan gizi yang ada pada daging dan menjaga
kekenyalannya daging dengan dibentuk.
Penambahan tepung tapioka 100 gram bertujuan untuk mengeraskan tekstur bakso
hingga dapat dibentuk.
ᴥ
Reaksi Pembentukan Bakso
Ikan yang Kenyal
Menurut Agustini et al., (2006) daging ikan dapat membentuk kekuatan gel dengan
melalui tahapan, yakni lunakan daging ikan yang sudah ditambahkan garam 2-3%
akan merubah protein myofibril menjadi sol. Hal ini terjadi karena adanya
reaksi antaraprotein aktin dan myosin membentuk aktinmiosin. Pada saat ini
lumatan daging ikan akan membentuk pasta dan apabila dibiarkan beberapa saat
setelah dilakukan palumatan maka daging akan menjadi sedikit transparan. Secara
bertahap setelah dilakukan perlakuan panas pada suhu 500C. Akan tetapi pada
saat suhu pemanasan mencapai 600C se bagian dari gel tersebut akan rusak dan
terpecah sehingga membentuk fase midori, selanjutnya fase gel akan terbentuk
setelah pasta ikan dipanaskan lebih lanjut dan melampaui zona suhu midori.
3.4 Ikan Pindang
3.4.1 Alat dan fungsi
Alat-alat yang digunakan
pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan pindang
ikan kembung adalah :
·
Pisau : untuk memotong ikan
·
Baskom : sebagai tempat sampel saat pemindangan
·
Besek : sebagai pengemas ikan pindang
·
Panci : tempat merebus ikan yang akan
dipindang
·
Talenan : alas untuk memotong ikan
·
Nampan : sebagai tempat ikan dan garam
·
Kompor gas : sebagai sumber panas
3.4.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan
pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan pindang
ikan kembung adalah :
·
Ikan Kembung : sebagai sampel yang akan diolah menjadi ikan
pindang
·
Garam : untuk
mengawetkan ikan dan mencegah pertumbuhan bakteri, penambah rasa asin
·
Air bersih : untuk merebus ikan
·
Kertas : sebagai alas saat penimbangan garam
·
Tissue : untuk membersihkan alat yang akan
digunakan
3.4.3 Skema Kerja
Ikan Kembung segar
|
Disiangi dan dicuci
|
Direndam dalam larutan garam 3% selama
15 menit
|
Disusun diatas besek
|
Dicelupkan ke dandang berisi larutan
garam jenuh selama 15-20 menit
|
Disiram dengan air panas untuk
menghilangkan larutan
|
Diletakkan besek ditempat teduh
|
Pindang Ikan Kembung
|
Gambar 20. Skema Pembuatan Pindang Ikan Kembung
3.4.4 Prosedur
Pembuatan Ikan Pindang
Pada praktikum teknologi Hasil Perikana
Tradisional pembuatan pindang ikan kembung, langkah pertama yang harus
dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan. Alat yang diperlukan antara lain
yaitu pisau, baskom, besek, panci, talenan, nampan, kompor gas. Sedangkan bahan yang dibutuhkan antara lain ikan kembung, garam, air bersih, kertas, tissue. Setelah itu ikan kembung segar disiangi (dibersihkan isi perut) dan
kemudian dicuci bersih agar kotoran yang menempel pada ikan hilang dan kemudian
ditiriskan. Setelah ditiriskan ikan direndam dalam larutan garam 3% selam 15
menit.Tujuan penambahan larutan garam 3% adalah untuk menghambat aktivitas
mikroba dan menambah cita rasa.Selain itu juga untuk membersihkan sisa-sisa
darah dan kotoran yang masih ada. Selain itu garam juga berfungsi mengikat
kadar air dalam tubuh ikan sehingga dapat mengawetkan ikan. Kemudian ikan
disusun dalam langsang kemudian dicelupkan kedalam dandang yang berisi larutan
garam jenuh yang mendidih selama 30-60 menit agar ikannya matang.Setelah
perebusan, besek-besek diangkat.Setalah itu besek diletakkan ditempat teduh
agar dingin dan didapat ikan pindang kembung.
ᴥ
Mekanisme Penyerapan
Garam pada Pemindangan
Menurut Supardi dan Sukamto (1999), mekanisme pengawetkan NaCl pada
pemindangan adalah dengan memecahkan (plasmolysis) membran sel mikroba. Karena
NaCl mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Disamping itu NaCl bersifat
hidroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan yang mengakibatkan aW dari
bahan tersebut menjadi rendah. Selain itu NaCl dapat mengurangi kelarutan
oksigen, sehingga mikroba aerob dapat dicegah pertumbuhannya.
Mekanisme garam sebagai pengawet pada bahan pangan adalah sebagai
berikut : Garam diionisasikan setiap ion menarik molekul-molekul air
disekitarnya. Proses ini disebut hidrasi ion. Makin besar kadar garam, makin
banyak air yang ditarik oleh ion hidrat. Suatu larutan garam jenuh pada suatu
suhu adalah suatu larutan yang telah mencapai titik dimana tidak ada daya lebih
lanjut yang tersedia untuk melarutkan garam.Pada titik ini bakteri, khamir dan
jamur tidak dapat tumbuh.Hal ini disebabkan oleh tidak adanya air bebas yang
tersedia bagi pertumbuhan mikroba (Desrosier, 1988).
Perbandingan garam terhadap
ikan bervariasi, antara 10 sampai 35%.Garam menarik air pada waktu meresap
mengakibatkan denaturasi protein.Daging menjadi berwarna keruh (apaque) dan tidak lengket serta menjadi
mudah hancur. Proses ini memakan waktu selama 406 hari, kadar garam pada daging
naik menjadi kira-kira 20 dan ikan kehilangan 30% dari berat semula (Buckle et al., 1985 dalam himawati, 2010).
Selain itu menurut
Vorkresensky (1965), dalam Suhartiniet al. (1994), menjelaskan bahwa
penetrasi garam ke dalam tubuh ikan disebabkan oleh proses difusi, karena
adanya perbedaan konsentrasi garam yang tinggi, konsentrasi garam yang rendah.
Proses difusi ini akan berlanjut selama masih ada perbedaan konsentrasi garam.
3.5 Pembuatan Ikan Asap
3.5.1 Alat dan
Fungsi
Alat-alat yang digunakan
pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada pembuatan ikan lele
asap adalah :
·
Baskom : sebagai wadah ikan lele
·
Pisau : untuk menyiangi dan membersihkan
ikan lele
·
Timbangan analitik : menimbang ikan lele dengan ketelitian 10-2
gram
·
Kawat pengait : untuk mengaitkan lele pada drum asap
·
Drum Asap : alat untuk pengasapan ikan
·
Nampan : sebagai tempat alat dan bahan
3.5.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan
yang digunakan pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional pada
pembuatan ikan lele asap adalah :
·
Ikan lele 800 gr : sebagai bahan utama pembuatan ikan asap
·
Garam secukupnya : sebagai penambah rasa asin, pengawet
·
Tempurung Kelapa : sebagai bahan bakar pengasapan.
·
Minyak tanah : sebagai
bahan bakar untuk membakar tempurung kelapa
Ikan lele
|
Disiangi dan
dicuci
|
Ditendam
dengan larutan garam
|
Ditiriskan
|
Ditata
didalam drum pengasapan
|
Diasapi
|
Ditunggu
sampai berwarna emas kecoklatan
|
Ikan lele
Asap
|
Gambar 21. Skema Pembuatan Ikan Lele Asap
3.5.4 Prosedur
Pembuatan Ikan Asap
Untuk
pembuatan ikan asap pada praktikum teknologi hasil perikanan tradisional yang
dilakukan pertama-tama yaitu disiapkan alat-alat yang digunakan antara lain
yaitu pisau, baskom, timbangan digital, kawat pengait, drum asap, dan nampan.
Sedangkan bahan yang dibutuhkan antara lain ikan lele, garam, tempurung kelapa,
dan minyak tanah.
Setelah disiapkan alat dan
bahan, diambil ikan lele dibelah dengan pisau dibagian perut untuk membuang isi
perut dan insang, lalu dicuci dengan air mengalir sampai bersih dan dibersihkan
darahnya, lendir yang menempel pada ikan dan kotoran lain. Kemudian daging ikan
ditimbang dengan timbangan digital untuk mengetahui berat tubuh ikan dan diberi
larutan garam 10% dari beratnya, tujuan dari diberi garam agar memberikan aroma
dan cita rasa pada ikan serta mengurangi kadar air pada tubuh ikan. Penggaraman
disini juga bertujuan untuk membunuh bakteri pembusuk dan mikroorganisme, serta
mampu meningkatkan partikel asap yang melekat pada tubuh atau daging ikan.
Kemudian ikan ditusuk dengan
kawat dari mulut hingga perut dan digantungkan dengan ekor dibawah dan bagian
kepala diatas, lalu diletakkan dengan digantungkan pada rak pengasapan.
Dimasukkan tempurung kelapa sebagai bahan bakar pengasapan ke dalam drum
pengasapan, dan dinyalakan api dengan korek api. Ikan lele diasapkan selama ± 4 jam dengan suhu 70°-80°C.
Selanjutnya ikan lele diasap
sampai berwarna coklat keemasan, mengkilat dan licin serta bau khas ikan asap/
aroma khas, hal tersebut merupakan indikator ikan telah matang dan siap
disajikan. Setelah itu dilakukan uji organoleptik untuk mengetahui layak
tidaknya ikan dikonsumsi.
ᴥ
Mekanisme Penyerapan
Garam pada Pemindangan
Menurut Supardi dan Sukamto (1999),
mekanisme pengawetkan NaCl pada pemindangan adalah dengan memecahkan (plasmolisis) membran sel mikroba. Karena
NaCl mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Disamping itu NaCl bersifat
hidroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan yang mengakibatkan aW dari
bahan tersebut menjadi rendah. Selain itu NaCl dapat mengurangi kelarutan
oksigen, sehingga mikroba aerob dapat dicegah pertumbuhannya.
Mekanisme garam sebagai pengawet pada
bahan pangan adalah sebagai berikut: Garam diionosasikan setiap ion menarik
molekul-molekul air disekitarnya. Proses ini disebut hidrasi ion. Makin besar
kadar garam, makin banyak air yang ditarik oleh ion hidrat. Suatu larutan garam
jenuh pada suatu suhu adalah suatu larutan yang telah mencapai titik dimana
tidak ada daya lebih lanjut yang tersedia untuk melarutkan garam.Pada titik ini
bakteri, khamir dan jamur tidak dapat tumbuh. Hal ini disebabkan oleh tidak
adanya air bebas yang tersedia bagi pertumbuhan mikroba (Desrosier, 1988)
Perbandingan
garam terhadap ikan bervariasi, antara 10 sampai 35%.Garam menarik air pada
waktu meresap mengakibatkan denaturasi protein.Daging menjadi berwarna keruh (apaque) dan tidak lengket serta menjadi
mudah hancur. Proses ini memakan waktu selama 406 hari, kadar garam pada daging
naik menjadi kira-kira 20 dan ikan kehilangan 30% dari berat semula (Buckle et al., 1985 dalam himawati, 2010)
Selain
itu menurut Vorkresensky (1965), dalam
Suhartini et al., (1994),
menjelaskan bahwa penetrasi garam ke dalam tubuh ikan disebabkan oleh proses
difusi, karena adanya perbedaan konsentrasi garam yang tinggi, konsentrasi
garam yang rendah. Proses difusi ini akan berlanjut selama masih ada perbedaan
konsentrasi garam.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Uji Organoleptik Terasi Udang (Genap)
No.
|
Nama
Panelis
|
Parameter
Organoleptik
|
Xi
|
ІXi - ХІ
|
(Xi–Х)
|
|||
Tekstur
|
Bau
|
Rasa
|
Warna
|
|||||
1.
|
Huda
|
6
|
6
|
5
|
6
|
5,75
|
0,298
|
0,089
|
2.
|
Alfian
|
7
|
7
|
5
|
6
|
6,25
|
0,202
|
0,041
|
3.
|
Yusuf
|
6
|
6
|
6
|
7
|
6,25
|
0,202
|
0,041
|
4.
|
Dewanti
|
5
|
6
|
5
|
6
|
5,50
|
0,548
|
0,300
|
5.
|
Yani
|
7
|
6
|
6
|
6
|
6,25
|
2,202
|
0,041
|
6.
|
Fonda
|
6
|
7
|
6
|
7
|
6,5
|
0,452
|
0,204
|
7.
|
Ovan
|
7
|
7
|
6
|
5
|
6,25
|
0,202
|
0,041
|
8.
|
Estri
|
5
|
6
|
5
|
7
|
6,75
|
0,298
|
0,089
|
9.
|
Maretty
|
4
|
5
|
5
|
7
|
6,25
|
0,798
|
0,637
|
10.
|
Sendy
|
5
|
7
|
5
|
7
|
6,00
|
0,048
|
0,002
|
11.
|
Anam
|
5
|
5
|
7
|
7
|
6,00
|
0,048
|
0,002
|
12.
|
Putri
|
5
|
6
|
6
|
7
|
6,00
|
0,048
|
0,002
|
13.
|
Duto
|
7
|
7
|
5
|
4
|
5,75
|
0,298
|
0,089
|
14.
|
Lailatul S.
|
7
|
5
|
5
|
5
|
5,50
|
0,548
|
0,300
|
15.
|
Citra
|
7
|
9
|
7
|
8
|
7,75
|
1,702
|
2,897
|
|
∑x
|
89
|
95
|
84
|
95
|
90,75
|
5,894
|
4,775
|
|
X
|
5,93
|
6,33
|
5,6
|
6,93
|
6,048
|
|
|
|
X2
|
35,16
|
40,11
|
31,36
|
40,11
|
|
|
|
Keterangan :
1. Amat sangant tidak menyukai
2. Sangat tidak menyukai
3. Tidak Menyukai
4. Sedikit menyukai
5. Netral
6. Agak menyukai
7. Menyukai
8. Sangat menyukai
9. Amat sangat menyukai
4.1.1 Analisis Hasil Terasi
Dari
hasil uji organoleptik terasi udang kelompok genap didapati ∑xi sebesar 90,75,
|xi -
| sebesar 5,894 dan ∑ (xi -
)2 sebesar
4,775.
·
Tekstur
Hasil perhitungan rerata tekstur pada
terasi udang didapat 5,93, hal ini menunjukkan bahwa terasi udang agak disukai
oleh beberapa penulis. Menurut Irawati et
al. (2004), tekstur suatu bahan dipengaruhi oleh tingginya aktivitas air
(aw).
·
Bau
Dari hasil perhitungan rerata bau
pada terasi udang didapat nilai 6,33, hal ini menunjukkan bahwa dari segi
parameter organoleptik penulis agak menyukainya. Menurut DKP (2011), banyak
orang menyukai terasi karena baunya yang unik terutama untuk meningkatkan
selera makan.
·
Rasa
Dari hasil praktikkum di dapat rerata dari terasi udang 5,6 hal ini
menunjukkan bahwa penulis agak menyukainya. Menurut DKP (2011), banyak orang
menyukai terasi rebon karena rasanya yang unik yang dapat meningkatkan selera
makan.
·
Warna
Dari hasil praktikum didapat rerata dari terasi udang 6,93 hal ini
berdasarkan penilaian organoleptik menunjukkan penulismenyukai warna dari
terisi. Menurut Sugiyatmi (2006), salah satu tujuan warna makanan adalah
memberikan kesan menarik bagi konsumen.
4.2 Uji Organoleptik Nugget Ikan
Kelompok Genap
No
|
Nama
Penulis
|
Parameter
Organoleptik
|
xi
|
|xi
-
|
|
(xi
-
)2
|
|||
Tekstur
|
Bau
|
Rasa
|
Warna
|
|||||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
|
Duta
Prakoso
Maretty
Ita
Janiar
Mirna
Zena
Tri
Wahyu
Kama
Yuda
Putri
C
Elfando
Madai
Lailatul.
S
Lailatul
Nita
Marsha
M.C.
Anam
Winnie
Risna
Citra
|
7
7
7
6
7
7
7
7
6
7
8
5
7
7
8
|
7
7
7
7
5
6
6
4
4
5
8
6
7
7
7
|
7
8
7
8
8
7
7
7
7
7
7
4
7
7
7
|
5
8
6
4
5
6
6
6
6
5
7
6
7
8
8
|
6,50
7,50
6,75
6,25
6,25
6,50
6,50
6,00
5,75
6,00
7,50
5,25
7,00
7,25
7,50
|
0,085
0,0915
0,165
0,335
0,335
0,85
0,085
0,585
0,835
0,585
0,915
1,335
0,415
0,665
0,915
|
0,007
0,837
0,027
0,112
0,112
0,007
0,007
0,342
0,697
0,342
0,837
1,782
0,172
0,442
0,837
|
|
∑x
|
103
|
93
|
105
|
94
|
98,75
|
7,92
|
6,56
|
|
|
6,87
|
6,2
|
7
|
6,27
|
6,583
|
|
|
|
x2
|
47,19
|
38,44
|
49
|
39,27
|
|
|
|
Keterangan :
1. Amat sangant tidak menyukai
2. Sangat tidak menyukai
3. Tidak Menyukai
4. Sedikit menyukai
5. Netral
6. Agak menyukai
7. Menyukai
8. Sangat menyukai
9. Amat sangat menyukai
4.2.1 Analisis Hasil Nugget Ikan
Dari
hasil uji organoleptik pada materi “Nugget Ikan” didapat
∑xi 98,75,
6,583, ∑ |xi -
| 7,92 dan ∑ (xi -
)2 sebesar
6,56.
·
Tekstur
Dari hasil pengamatan organoleptik
didapat rerata tekstur pada nugget ikan sebesar 6,87, hal ini menunjukkan
bahwasannya dari 15 penulis menyukai nugget ikan. Menurut Irawati et al. (2004), tekstur suatu bahan
dipengaruhi oleh tingginya aktivitas air (aw).
·
Bau
Dari hasil pengamatan organoleptik
nugget ikan didapat rerata 6,2, hal ini menunjukkan bahwasannya 15 penulis agak
menyukai bau dari nugget ikan. Menurut Respiati (2011), nugget hasil olahan memiliki rasa yang enak, aman, dan memenuhi
kebutuhan zat gizi.
·
Rasa
Dari hasil pengamatan organoleptik nugget ikan dari segi rasa didapat
rerata sebesar 7, hal ini menunjukkan bahwasannya dari 15 penulis menykai rasa
dari nugget ikan.Menurut Respiati (2011), nugget
hasil olahan memiliki rasa yang enak, aman, dan memenuhi zat gizi.
·
Warna
Dari hasil pengamatan organopeltik nugget ikan dari segi warna didapat
rerata sebesar 6,27, hal ini menunjukkan bahwasanya penulis agak menyukai warna
dari nugget ikan. Menurut Sugiyatmi (2006), salah satu tujuan kenampakan warna
pada makanan adalah untuk memberikan kesan menarik bagi konsumen.
4.3 Uji Organoleptik Bakso Ikan
Kelompok Genap
No
|
Nama
Penulis
|
Parameter
Organoleptik
|
xi
|
|xi
-
|
|
(xi
-
)2
|
|||
Tekstur
|
Bau
|
Rasa
|
Warna
|
|||||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
|
M.
C. Anam
Nita
Marsha
Nanda
Ningtyas
Citra
Nandya
F.R
Kama
Yudha
Tri
Wahyu
Amanda
Angga
Ragil
Madarina
Rina
Anis
Estri
Farita
|
7
8
8
7
6
6
7
7
6
8
7
8
6
8
7
|
7
8
8
7
7
7
7
7
7
8
6
7
5
7
7
|
7
8
8
8
7
7
8
8
7
7
6
7
8
7
7
|
4
8
8
8
6
7
7
7
7
8
7
6
7
6
7
|
6,25
8
8
7,5
6,5
6,75
7,25
7,25
6,75
7,75
6,5
7,00
6,5
7,00
7,00
|
0,818
0,932
0,932
0,568
3,682
0,318
0,182
0,182
0,318
0,682
0,568
0,068
0,568
0,068
0,068
|
0,669
0,869
0,869
0,187
0,323
0,101
0,033
0,033
0,101
0,465
0,323
0,005
0,323
0,005
0,005
|
|
∑x
|
106
|
105
|
110
|
103
|
106
|
|
4,311
|
|
|
7,07
|
7,00
|
07,33
|
6,87
|
7,068
|
|
|
|
x2
|
49,995
|
49,00
|
53,729
|
47,197
|
|
|
|
Keterangan :
1. Amat sangant tidak menyukai
2. Sangat tidak menyukai
3. Tidak Menyukai
4. Sedikit menyukai
5. Netral
6. Agak menyukai
7. Menyukai
8. Sangat menyukai
9. Amat sangat menyukai
4.3.2 Analisis Hasil Bakso Ikan
Dari
hasil uji organoleptik Bakso ikan kelompok genap didapati ∑xi sebesar 106,
|xi -
| sebesar 4,311,
= 7,068 dan S sebesar 2,076.
·
Tekstur
Dari hasil pengamatan organoleptik
didapat rerata tekstur 7,07, hal ini menunjukkan bahwasannya dari 15 penulis
menyukai tekstur dari bakso ikan. Hal ini sesuai dengan Radiyati (2000), bakso
yang baik memiliki ciri-ciri yaitu bentuknya bulat halus, berukuran seragam,
bersih, teksturnya kompak, elastis, tidak liat, tidak ada serat daging, tanpa
duri atau tulang, tidak lembek, tidak terlalu basah, dan tidak rapuh. Sedangkan
menurut SNI 01-236-2006 tentang persyaratan mutu bakso ikan dengan kriteria uji
keadaan dari tekstur persyaratannya yaitu kenyal.
·
Bau
Hasil perhitungan rerata bau pada
bakso ikan sebesar 7,00, hal ini menunjukkan bahwasannya penulis menyukai bau
dari bakso ikan. Menurut Radiyati (2000), bakso yang baik memiliki ciri-ciri
yaitu berbau khas ikan segar rebus yang dominan sesuai dengan jenis ikan yang
digunakan, bau bumbu cukup tajam, tidak ada bau amis, tengik, asam, besi atau
busuk. Sedangkan menurut SNI 01-236-2006 tentang persyaratan mutu bakso ikan
dengan kriteria uji dari bau persyaratannya yaitu normal dengan khas ikan.
·
Rasa
Dari hasil pengamatan organoleptik didapat rerata rasa 7,33, hal ini
menunjukkan bahwasannya penulis menyukai raga dari bakso ikan. Menurut Radiyati
(2000), bakso yang baik memiliki ciri-ciri yaitu rasanya enak dan rasa ikan
dominan sesuai dengan jenis ikan yang digunakan, rasa bumbu cukup menonjol
tidak berlebihan, tidak ada rasa asing yang mengganggu, tidak telalu asin.
Sedangkan menurut SNI 01-236-2006 tentang persyaratan mutu bakso ikan dengan
kriteria uji dari rasa persyaratannya yaitu dengan rasa gurih.
·
Warna
Dari hasil pengamatan organoleptik didapat rerata warna 6,87, hal ini
menunjukkan bahwasannya penulis menyukai warna dari bakso ikan.Menurut Radiyati
(2000), bakso yang baik memiliki ciri-ciri yaitu bersih, cemerlang, tidak
kusam, warnanya putih merata, tanpa warna asing lainnya. Sedangkan menurut SNI
01-236-2006 tentang persyaratan mutu bakso ikan dengan kriteria uji dari warna
persyaratannya yaitu berwarna normal.
4.4 Data Uji Organoleptik Ikan Pindang
No
|
Nama
Penulis
|
Parameter
Organoleptik
|
xi
|
|xi
-
|
|
(xi
-
)2
|
|||
Tekstur
|
Bau
|
Rasa
|
Warna
|
|||||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
|
Citra
Slamet
Tri
Wahyu
Nandya
N.
Laras. PO
M.C.
Anam
Juniar
Lutfi
Angga
Indri
Meidya
Huda
Dina
Yusuf
Ayi
|
8
8
8
8
8
8
7
6
7
6
6
7
6
6
7
|
7
7
7
7
4
8
7
5
6
4
5
5
5
5
5
|
7
8
8
7
8
8
8
8
5
7
4
6
5
4
5
|
8
8
7
7
8
8
8
7
7
7
5
7
7
6
7
|
7,5
7,75
7,5
7,25
7,00
8
7,5
6,5
6,25
6,00
5,00
6,25
5,75
5,25
6,00
|
0,867
1,117
0,867
0,617
0,367
1,367
0,867
0,133
0,383
0,633
1,633
0,383
0,883
1,383
0,633
|
0,752
1,248
0,752
0,381
0,135
1,869
0,752
0,018
0,147
0,401
.2,667
0,147
0,780
1,913
0,401
|
|
∑x
|
106
|
87
|
98
|
107
|
99,5
|
|
12,363
|
|
|
7,07
|
5,8
|
5,8
|
6,53
|
7,13
|
6,633
|
|
|
x2
|
49,938
|
33,64
|
33,64
|
42,684
|
50,884
|
|
|
Keterangan
:
1. Amat sangant tidak menyukai
2. Sangat tidak menyukai
3. Tidak Menyukai
4. Sedikit menyukai
5. Netral
6. Agak menyukai
7. Menyukai
8. Sangat menyukai
9. Amat sangat menyukai
Dari hasil uji
organoleptik ikan pindang kelompok genap didapati ∑xi sebesar 6,633, ∑(xi
-
)2 sebesar
12,363, x1 sebesar 4,854 dan x2 8,412. rerata yang
diperoleh sebesar 6,639.
·
Tekstur
Hasil perhitungan
rerata tekstur pada ikan pindang sebesar 7,07, hal tersebut berarti produk ikan
pindang disukai oleh Panelis. Menurut Subaryono et al (2004), penambahan arang
yang dapat menyerap partikel-partikel kecil dalam larutan garam yang digunakan
pada proses pemindangan, sehingga menyebabkan larutan garam yang digunakan pada
proses pemindangan, sehingga menyebabkan larutan garam menjadi lebih jernih dan
produk akhir yang diperoleh juga bersih
·
Bau
Hasil perhitungan rerata bau pada
penilaian uji organolepik ikan pindang, bau sebagai parameter organoleptik
didapat sebesar 5,8. dari segi parameter organoleptik bau dari ikan pindang
disukai.. Menurut Hartono (1972), pindang memiliki aroma yang enak dan gurih.
·
Rasa
Hasil perhitungan rerata rasa pada penilaian uji organoleptik ikan
pindang, didapar 6,53 hal ini menunjukkan bahwa penulis agak menyukai rasa dari
ikan pindang.. Menurut Hartono (1972), pindang memiliki rasa yang enak dan
gurih.
·
Warna
Hasil perhitungan rerata pada penilaian organoleptik sebesar 7,13, hal
ini menunjukkan bahwasannya dari 15 panelis menyukai warna dari ikan pindang.
Menurut Sugiyatmi (2006), salah satu tujuan kenampakan warna pada makanan
adalah untuk memberikan kesan menarik bagi konsumen.
4.5 Data Uji Organoleptik Ikan
Asap Kelompok Genap
No
|
Nama
Penulis
|
Parameter
Organoleptik
|
xi
|
|xi
-
|
|
(xi
-
)2
|
|||
Tekstur
|
Bau
|
Rasa
|
Warna
|
|||||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
|
Citra
Tri
Wahyu
Slamet
Nandya
M.C.
Anam
Marrety
Winie
Risna
Hafidz
Putri
Yurida
Angga
Lutfi
Ragil
M.
N. Achlaq
Rini
Berlian
|
9
9
9
8
4
4
6
5
7
7
7
6
6
7
7
|
9
8
7
6
8
8
6
7
7
7
7
7
6
7
7
|
9
9
8
6
8
8
6
6
6
6
7
6
7
6
6
|
9
8
8
6
7
7
7
7
7
7
7
7
8
7
8
|
9,0
8,5
8,0
6,5
6,75
6,75
6,25
6,25
6,75
6,75
7,00
6,5
6,5
6,75
7,00
|
1,97
1,47
0,97
0,53
0,28
0,28
0,78
0,78
0,28
0,28
0,03
0,53
0,53
0,28
0,03
|
3,881
2,161
0,941
0,281
0,078
0,078
0,608
0,608
0,078
0,078
0,001
0,281
0,281
0,078
0,001
|
|
∑x
|
101
|
107
|
104
|
110
|
105,5
|
|
9,434
|
|
|
6,73
|
7,13
|
6,93
|
7,33
|
7,03
|
|
|
|
x2
|
45,34
|
50,88
|
48,07
|
53,78
|
|
|
|
Keterangan :
1. Amat sangant tidak menyukai
2. Sangat tidak menyukai
3. Tidak Menyukai
4. Sedikit menyukai
5. Netral
6. Agak menyukai
7. Menyukai
8. Sangat menyukai
9. Amat sangat menyukai
4.5.1 Analisa Hasil Ikan Asap
Dari hasil praktikum
teknologi hasil perikanan tradisional materi dan asap didapat ∑xi sebesar 105,5, ∑(xi
-
)2, dan
didapat
pada bau 7,13 tekstur 6,73, rasa 6,93 dan
warna 7,33
·
Tekstur
Dari hasil pengamatan organoleptik
ikan asap didapat rerata tekstur 6,73, hal ini menunjukkan bahwasannya penulis
menyukai tekstur dari ikan asap. Menurut Irawati et al. (2004), tekstur suatu bahan dipengaruhi oleh tingginya
aktivitas air (aw).
·
Bau
Dari hasil pengamatan organoleptik
ikan asap didapat rerata bau 7,13, hal ini menunjukkan bahwasannya penulis
menyukai bau dari ikan asap. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), rasa dan
bau yang khas pada ikan asap ditimbulkan oleh phenol dan asam yang dihasilkan
oleh asap dan garam.
·
Rasa
Dari hasil pengamatan organoleptik
ikan asap didapat rerata rasa 6,93, hal ini menunjukkan bahwasannya penulis
menykai rasa dari ikan asap. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), rasa yang
khas pada ikan asap ditimbulkan oleh fenol dan asam yang dihasilkan oleh asao dan garam.
·
Warna
Dari hasil pengamatan organoleptik
ikan asap didapat rerata warna 7,33, hal ini menunjukkan bahwasannya penulis
menyukai warna dari ikan asap. Menurut Suryanti dan Sulistyowati (2008), salah
satu efek yang diperoleh dari hasil pengasapan adalah terjadinya pewarnaan
(pencklotan).Perubahan warna tersebut terjadi akibat berlangsungnya reaksi
antara komponen pengawet dan pada kontrol, sehingga memberikan warna coklat
yang disukai panelis. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), Ikan asap yang
bagus berwarna cokelat mengkilap.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum
teknologi hasil perikanan tradisional di dapat kesimpulan sebagai berikut :
·
Produk tradisional yang
diolah diantaranya terasi, ikan pindang, nugget ikan, ikan asap dan bakso ikan.
·
Kriteria mutu pindang
secara organoleptik dapat dilihat dari empat parameter utama yaitu: 1. rupa dan
warna (ikan utuh dan tidak patah, mulus, tidak luka / lecet, bersih, tidak
terdapat benda asing, serta tidak ada endapan lemak, garam / kotoran), 2. bau
(spesifik pindang / seperti ikan rebus, gurih, segar, tanpa bau tengik, masam,
basi / busuk), 3. rasa (gurih spesifik pindang, enak dan tidak terlalu asin,
rasa asin merata), 4. tekstur (kompak, padat, cukup kering) .
·
Faktor yang mempengaruhi
pengasapan adalah: suhu, kelembaban udara, jenis kayu, jumlah, ketebalan, serta
aliran asap.
·
Kelembaran udara yang
baik untuk pengasapan adalah 60-70%
·
Terasi yang dibuat dari
ikan mempunyai vitamin B12 yang tinggi
·
Daya simpan ikan asap
sangat bervariasi, dari 2-3 hari pada suhu kamar, 1-2 minggu pada suhu OoC
dan satu tahun pada suhu – 30o
·
Dari hasil uji
organoleptik terasi udang kelompok genap didapati ∑xi sebesar 90,75,
|xi -
| sebesar 5,894 dan ∑ (xi -
)2 sebesar
4,775.
· Dari hasil uji organoleptik pada materi “Nugget Ikan” didapat
∑xi 98,75,
6,583, ∑ |xi -
| 7,92 dan ∑ (xi -
)2 sebesar
6,56.
· Dari hasil uji organoleptik Baksoikan kelompok genap didapati ∑xi sebesar 106,
|xi -
| sebesar 4,311,
= 7,068 dan S sebesar 2,076.
· Dari hasil uji organoleptik ikan pindang kelompok genap didapati ∑xi sebesar 6,633, ∑(xi
-
)2 sebesar
12,363, x1 sebesar 4,854 dan x2 8,412. rerata yang
diperoleh sebesar 6,639.
· Dari hasil praktikum teknologi hasil perikanan tradisional materi dan
asap didapat ∑xi sebesar 105,5, ∑(xi -
)2, dan
didapat
pada bau 7,13 tekstur 6,73, rasa 6,93 dan
warna 7,33
5.1 Saran
Diharapkan para praktikan melakukan
dengan benar dan sesuai, karena pengolahan yang tidak sesuai dapat mempengaruhi
tekstur, rasa, warna dan bau.
Adawyah, R. 2006. Pengolahan dan Pengawetan Ikan.Bumi
aksara. Jakarta
Agustin, A.T. dan Hanny,
W. Mewengkang.2008. Keberadaan Staphylococcus sp. Pada Bakso Ikan Beku
dan Suhu Ruang. Pacific Journal Maret 2008 vol. 2 (2): 91-93
Agustini, Tri W., Ahmad
S.F., dan Ulfah A. 2006.Modul
Diversifikasi Produk Perikanan. Ps. Teknologi Hasil Perikanan. Universitas
Diponegoro. Semarang
Amelia, G., Rini, H.,
Iwan, S., Tatik, K., dan Abdul Choliq. 2005. Isolasi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase dan Protease Mikroba dari
Terasi asal Kalimantan Timur. FMIPA IPB. Bogor
Astawan, Made. 1997. Mengenal Makanan Tradisional (2) Produk Olahan
Ikan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan vol VIII No.3 Th. 1997
Bahrudin. 2008. Pengguanaan
Na-Sitrat Pada Jenis Tepung yang Berbeda dalam Pembuatan Bakso Kering Ikan Mata
Goyang (Priacanthus tayenus). Skripsi Program
Studi Teknologi Hasil Perikanan. FPIK IPB. Bogor
Borgstrom, G. 1965.
Fish As Foodvolume II. Academic press. New York and London
Buckle, K.A., R.A.
Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta
Cholik, F. Ateng,
G. J.R. Poernamadan A. Fauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan
Bangsa. Taman Akuarium dan Air Tawar TMII. Jakarta
Daniati, T. 2005. Pembuatan
Bakso Ikan Cucut dengan Bahan Tambahan Jenis Tepung yang Berbeda.Fakultas
Teknik Universitas Semarang. Semarang
Dari, Dwi Wulan. Perubahan
Profil Asam Lemak dari Bakso Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Karena
Proses Perebusan dan Pengeringan.Skripsi Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan Universitas Brawijaya. Malang
Darmadji, Purnama.
2009. Teknologi Asap Cair dan Aplikasinya Pada Pangan dan Hasil Pertanian.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Departemen Pertanian.
1994. SNI Pindang Ikan. Direktorat
Jendral Perikanan Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Jakarta
Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI press.
Jakarta
Esti dan Agus.2002. Kerupuk Udang atau Ikan, Tentang Pengolahan
Pangan.Menegristek. Jakarta
Girard, J.P. 1992. Smoking in Technology of Meat Product.
Clemont Ferrant. Ellis Horwood. New York
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan Jilid 1.
Penerbit Liberty. Yogyakarta
Hartono, R. 1978. Teknologi Hasil Perikanan. Departemen
Pertanian. Bogor
Himawati, Endah. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung
Kelapa Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi dan
Sensoris Ikan Pindang Layang (Decapterus
sp.) Selama Penyimpanan. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret. Solo
Hutabarat, S dan Stewart,
M. Evans. 1986. Kunci Identifikasi
Zooplankton. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta
Ismail. 2005. Pengaruh Perbedaan Lama Putaran Spiner
Terhadap Mutu Abon Ikan Lemuru Sardinal Unisek yang Diolah Secara Sangrai. Universitas
Brawijaya. Malang
Jariyah.Sudaryati, H.P.
dan Lusiana Kurniawati.2001. Bakso Sintesis
dari Campuran Gluten Tempe dengan Penambahan Tepung Tapioka. Program Studi
Teknologi Pangan Universitas Pemangunan. Jawa Timur
Jenie, Betty S.L.
Nuratifa dan Suliantri.2001. Peningkatan
Keamanan dan Mutu Simpan Pindang Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) dengan Aplikasi Kombinasi Natrium Asetat, Bakteri
Asam Laktat, dan Pengemasan Vakum. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan vol
XII No.1 Th. 2001
Katimin. 2008. Pemberian Udang Rebon (MYSID) Hidup Sebagai
Pakan Pada Pembenihan Ikan Kue (Gnathanodon
speciosus). Buletin Teknologi Lit. Akuakultur Vol. 7 No. 1 Tahun 2008
Kumalasari, Dyah. 2006. Proses Pembuatan Kekian Ikan Tenggiri di
Industri Rumah Tangga (home Indhustry)
Hariyanto Kecamatan Klojen Kota Malang Provinsi Jawa Timur. PKL Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Malang
Kumalasari dan
Fitri.2011. Analisis Pemilihan Jenis
Ikan Terhadap Nilai Pendapatan Usaha Pengolahan Ikan Kaki Naga. Balai Besar
Pengembangan Teknologi Tepat Guna-LIPI. Jawa Barat
Leksono dan Syahrul.2001.
Studi Mutu dan Penerimaan Konsumen
Terhadap Abon Ikan. Jurnal Nature Indonesia III (2): 178-184 (2001)
Marassebesy, Ismael. 2011. Aplikasi Asap Cair dalam Pengolahan Ikan
Tongkol (Eutynnus affinis) Asap (Aplied of Liquid Smoked in Little Tuna Fish
(Eutynnus affinis) of Smoke Processing)
Margono, tri, detty Suryati, Siti Hartinah.1993.Buku Panduan Teknologi Pangan Pusat Informasi Wanita Dalam Pembangunan
PDII LIPI bekerja sama dengan Swiss development Coorporation: Jakarta
Menegristek.2011.Budidaya ikan Lele (Clarias sp). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan
Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan.
Penebar Swadaya. Jakarta
Murniyati, A.S. dan
Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan,
dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Oktavianingsih, Yetti.
2008. Proses Pengolahan Bakso Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus) di Desa
Bandung Kecamatan Diwet Kabupaten Jombang, Jawa Timur. PKL FPIK Universitas
Brawijaya. Malang
Potier dan Nurhakim.
2003. Bidynex (Biology, Dynamic,
Exploitation of The Small Pelagic Fisheries in The Java Sea). 2nd
Edition. The Agerey For Marine and Fisheries Resource. Hal. 46
Prananta, Juni. 2005. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa
Serta Cangakang Sawit untuk pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami.Http://word-to-pdf.abdio.comQuickly
convert Word (doc) RTF HTM CSS TXT to pdf. Universitas Malikussaleh.
Lhokseumawe
Prihatman. 2007. Budidaya Ikan Lele (Clarias sp.). Bappenas. Jakarta
Radiyati, Tri. 2000. Pembuatan Bakso Ikan. Balai
Pengembangan Teknologi Tepat Guna P3FT-LIPI. Subang
Ratnawati, E. Sunarko dan
Saleh, H. 2008.Penetuan Kandungan Logam
dalam Ikan Kembung dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron. Buletin
Pengolahan Reaktor Nuklir Vol. 5 No. 1 April 2008: 24-29
Rospiati, Epi. Deddy, M.
Made, A. dan Santoso. 2008. Nilai
Protein Nugget Daging Merah Ikan Tuna (Thunnus
sp.) yang diberi Perlakuan Titanium Oksida. Torani Vol. 18 (1) Maret
2008: 42-51
Saanin, H. 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan.Binacipta.
Bogor
Satyajaya, Wisnu. 2009. Mempelajari
karakteristik Ikan Kepala Batu Asap
(Pomadasys argenteus) di Desa Karya Tani Kabupaten Lampung Timur (Study on the
Characteristics of Kepala Batu Smoked Fish (Pomadasys argenteus) in Karya tani
Village, East Lampung
Satyajaya, Wisnu; Dyah Koesoemawar; Fibra Nuraini.
2009. Mempelajari Karakteristik Ikan
Kepala Batu Asap di Desa Karya Tani Kab.Lampung Timur. Unila: Lampung
Sediaoetama, A.J. 2000.Ilmu Gizi. Penerbit Dian Rakyat.
Jakarta
SNI 01-
6486.1 – 2000. Induk
udang galah (Macrobranchium rosenbergii de Man)kelas induk pokok (Parent
Stock)
SNI
01-2725-1992. SNI Ikan Asap. BSN
:Jakarta
Sediaoetama, A.J. 2000.Ilmu Gizi. Penerbit Dian Rakyat.
Jakarta
SNI. 2006. Standar Nasional Indinesia Pengujian
Organoleptik Pada Produk Perikanan (SNI 01-2346-2006). Badan Standardisasi
Nasional (BSN). Jakarta
Suliantri, Sutrisno, K.
dan Irastina, D. 1994. Mempelajari
Metode Reduksi Kadar Histamin dalam Pembuatan Ikan Pindang Tongkol (Euthynus affinis). Buletin Teknologi
dan Industri Pangan vol. V No.3 Th. 1994
Supardi dan Sukamto.
1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan
Keamanan Pangan. Bandung
Vorkresensky, N.A. 1965. Salting of Herring.Di dalam G. Borgstrom (ed). Fish
as Food. Vol III. Academic Press. London
Widiastuti, I.M. 2005.Bakteri Patogen Pada Ikan Pindang dalam
Kadar Garam yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Santina Vol. 2 No.3 juli 2005:
279-287
Widodo, A.A. dan
Mahiswara.2007. Sumberdaya Ikan Cucut
(Hiu) yang Tertangkap Nelayan di Perairan Laut Jawa. Jurnal Ichtiology
Indonesia vol. 7 No. 1 Juni 2007
Zahirudin,
Winarti, A.C. Erlangga, I Wiraswati. 2008. Pemanfaatan
Keragenan dan Kitosan dalam Pembuatan Bakso Ikan Kurisi (Nemiphterus nematophorus) pada Penyimpanan Suhu Dingin dan Beku.Buletin
Teknologi Hasil Perikanan Volume XI No.1 Tahun 2008.
Terimakasih laporan mengenai ikan pindangnya sangat membantu+menambah wawasan juga
BalasHapusiya sama-sama
Hapus