1. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan awal daur hidup ikan merupakan suatu hal
yang menarik karena berhubungan dengan stabilitas populasi ikan tersebut dalam
suatu perairan. Untuk mempelajari kemampuan hidup suatu spesies ikan dan
mengurangi tingkat mortalitas yang terjadi terutama pada awal perkembangan
hidup ikan khususnya untuk pembudidayaan perlu adanya pengertian mengenai
jenis-jenis telur ikan tersebut dan daur hidup ikan mulai dari awal fertilisasi
hingga terdeferensiasi untuk menjadi ikan muda (Wahyuningsih dan Barus, 2006).
Menurut Olii (2003),
perkembangan awal daur hidup ikan merupakan bagian paling penting bagi
keberadaan dari suatu populasi ikan yang sangat peka terhadap perubahan
lingkungan yang ada. Dalam perkembangannya, telur – larva – juvenil – ikan (rehtyoplankton) sangat dibatasi oleh
beberapa faktor lingkungan.
Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan yang dapat
dipelihara dan dapat tumbuh serta berkembang dalam media air yang terbatas.
Lele dumbo tidak hanya mampu mengambil oksigen bebas dari udara dengan alat
pernapasan tambahan berupa selaput labirynth, tetapi juga toleran terhadap
kondisi lingkungan yang tidak ideal (Puspowardoyo dan Djarijah, 2005).
1.2.
Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum biologi perikanan tentang awal daur
hidup adalah praktikan dapat mengetahui cara pemijahan ikan secara buatan dan
mengetahui perkembangan embrio ikan secara mikroskopis.
Tujuan dari praktikum biologi perikanan tentang awal daur
hidup adalah agar praktikan mampu mempraktekkan cara pemijahan secara buatan
pada ikan, mampu mengidentifikasi gambaran secara morfologi pada perkembangan
embrio ikan secara mikroskopis.
1.3.
Waktu dan Tempat
Praktikum biologi perikanan tentang awal daur hidup
dilaksanakan pada hari Sabtu – Minggu, tanggal 24 – 25 April 2010, pukul 08.00
– 12.30 WIB. Di Stasiun Percobaan Budidaya Ikan Air Tawar, Universitas
Brawijaya, Sumber Pasir, Malang.
1. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Dumbo
Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan yang termasuk dalam famili
Claridae dan jenis Clarias. Spesies ini merupakan saudara dekat lele lokal yang
selama ini dikenal sehingga ciri - ciri morfologisnya sama. Ikan lele memiliki
bentuk badan yang memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat
pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernapasan
tambahan. Bagian depan badannya terdapat penampang melintang yang membulat,
sedangkan bagian tengah dan belakang berbentuk pipih. Alat pernapasan tambahan
terletak di bagian kepala didalam rongga yang dibentuk oleh dua pelat tulang
kepala. Alat pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk
pohon rimbun yang penu kapiler - kapiler darah. Mulutnya terdapat dibagian
ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang sungut, yaitu satu pasang sungut
hidung, satu pasang sungut maksilar (berfungsi sebagai tentakel), dan dua
pasang sungut mandibula. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala
bagian belakang (Najiyati, 1992).
Menurut Puspowardoyo dan Abbas (2005), lele dumbo memiliki patil yang tidak
tajam dan geriginya tumpul. Sungut lele dumbo relatif lebih panjang dan tampak
lebih kuat daripada lele lokal. Kulit badannya terdapat bercak - bercak kelabu
seperti jamur kulit manusia (panu). Kepala dan punggungnya berwarna gelap
kehitaman-hitamn atau kecoklat - coklatan. Lele dumbo memiliki sifat tenang dan
tidak mudah bergerak. Lele dumbo mudah beradatasi dengan lingkunga yang
tergenang air. Parameter kualitas air yang disukai oleh lele dumbo adalah
bersuhu sedang (220C - 250C), keasaman (pH) normal (6,5 -
7,5), kandungan oksigen cukup (< 3 ppm) dan tidak tercemar berat.
Menurut Saanin (1984) dan
Simanjuntak (1989) dalam Rustidja (1997), klasifikasi ikan lele dumbo adalah
sebagai berikut :
Kingdom :
Animalia
Sub
kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub
phyllum : Vertebrataa
Class : Pisces
Sub
class : Teleostei Gambar Ikan Lele (Google images,2010)
Ordo : Ostariophysordei
Sub
Ordo : Siluroidae
Family : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias
gariepinus
Menurut Pillay (1990), Clarias lazera (= gariepinus)
dapat dideskripsikan sebagai hewan omnivora terbaik, makanannya yaitu sayuran,
invertebrata air, ikan kecil, detritus dan lain-lain. Umumnya di udara
bebas, ketika konsentrasi oksigen pada air rendah.
2.2.
Ciri-ciri
Kematangan Gonad pada Ikan
2.2.1. Ikan Jantan
Menurut Puspawardoyo (2006),
induk lele dumbo jantan yang telah matang kelamin memiliki ciri - ciri sebagai
berikut :
1). Umur 8 – 24
tahun.
2). Tidak cacat
fisik (tubuh).
3). Postur tubuh
ideal (berat dan panjang badan seimbang).
4). Alat kelamin
berwarna merah, memanjang dan memperbanyak.
Menurut
Rustidja (2005), ciri - ciri induk jantan yang siap memijah sebagai berikut :
1). Ikan jantan mengeluarkan sperma
sedikit apabila diberi tekanan sedikit pada perutnya.
2). Pada beberapa ikan jantan (Chinese Carp dan Indian Major Carp) sirip punggungnya menjadi kasar.
3). Beberapa ikan jantan dari oncoci
dan pinggir sungai Amazon (coporo, curimata, curbinata) mengeluarkan suara saat
mereka ke permukaan air.
2.2.2. Ikan Betina
Menurut Puspowardoyo (2006)
induk lele betina yang telah matang kelamin memiliki ciri - ciri sebagai
berikut :
1.
Umur
1 – 2 tahun.
2.
Tidak
cacat fisik.
3.
Perut
mengembung dan lembek.
4.
Alat kelamin merah dan membesar.
Menurut
Rustidja (2005), ciri - ciri induk betina yang siap memijah sebagai berikut:
1.
Perut kembung dan lembut, memenuhi sepanjang posterior pelvis dan genital terbuka.
2.
Genital terbuka, menonjol dan warna kemerah-merahan pada
bagian pinggirnya.
3.
Anus juga bengkak dan kemerah-merahan.
4.
Pada beberapa jenis ikan, ikan sungai onroci perutnya
berwarna kemerah-merahan.
5.
Beberapa
jenis ikan warnanya berubah sebelum ovulasi.
2.3. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kematangan Gonad.
Menurut
Rustidja (2001), faktor yang dapat mempengaruhi fungsi reproduksi pada spesies
ikan terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal
meliputi curah hujan, suhu, sinar matahari, tumbuhan dan adanya ikan jantan.
Adapun faktor internal yaitu tersediannya cukup hormon steroid dan
gonadotropin, baik GTHI dan GHZ yang cukup untuk memacu kematangan gonad
diikuti ovulasi serta pemijahannya.
2.4. Macam-macam Hormon Pemicu Kematangan Gonad
Penggunaan HCG (Human Chorionic Gonadotropin) hormone
pada fase preovulasi dapat dilakukan dengan mudah, tetapi ini sulit untuk
mencapai ovulasi dengan baik. Ikan-ikan dipersiapkan yang benar-benar sudah matang
untuk perlakuan hormon agar dapat merespon dengan baik terhadap HCG misalnya,
ikan ditangkap selama migrasi spawning
(Rustidja, 2005). Menurut Sumantadinata (1981), sel type cyanophil pada pars
distalis menghasilkan sedikitnya tiga macam hormon, yaitu corticotrophin
yang berperan dalam mengawasi sekresi hormon-hormon adrenal; thyrotropin yang berfungsi mengatur
kerja thyroid; dan hormon
gonodotropin yang berperan dalam pematangan gonad dan mengawasi sekresi-sekresi
hormon yang dihasilkan oleh gonad.
Menurut
Murtidja (2005), penggunaan hormone HCG pada hakikatnya sama seperti teknik
hypofisas, yaitu untuk merangsang induk ikan agar mau memijah. Hormon HCG
banyak terkandung dalam urin wanita hamil. Dengan demikian, urine wanita hamil
dapat dimanfaatkan untuk pematangan gonad dan mampu menyempurnakan proses
ovulasi, sehingga dapat mempengaruhi kualitas telur yang dikeluarkan.
GnRH (Gondotropin Releasing Hormon)
diekskresikan oleh hipotalamus untuk merangsang hipofisa mengekskresikan
kelenjar FSH (Folikel Simulating Hormon)
pada betina untuk mematangkan ovarium dan LH (Luitenizing Hormon) pada jantan gametogenesis yaitu memacu
kematangan telur dan sperma (Mas Wira, 2007).
Menurut
Hariati (1990), perlakuan hormon dengan hypophysa
dapat digunakan untuk mempercepat kematangan ikan dan kondisi non reproduktif.
Bila ikan itu telah ada dalam kondisi reproduktif akan mempercepat ovulasi
yaitu mengeluarkan telur dalam lumen
ovary. Apabila ditaruh ikan jantan setelah ovulasi tadi akan menjadi
pemijahan ovulasi pada ikan akan dipengaruhi oleh hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar hyphophysa yaitu gonodotropin. Hormon neurophpophysa diduga terlibat langsung terhadap tingkah laku
pemijahan.
2.5. Teknik Penyuntikan
Menurut Murtidja
(2005), penyuntikan suspensi hypofisa untuk mempercepat pemijahan dan ovulasi
dilakukan dengan 3 cara sebagai berikut :
a.
Intra-cranial (IC),
yakni menyuntikan suspensi hypofisa ke dalam rongga otak melalui lubang
ocupital bagian yang tipis.
b.
Intra-peritoncal (IP), yakni penyutikan
suspensi hypofisa kedalam rongga perut pada posisi antara kedua sirip perut
sebelah depan atau dada sebelah depan. Penyuntikan dilakukan sejajar dengan
dinding perut.
c.
Intra-muscular (IM),
yakni penyuntikan hypofisa pada otot punggung atau otot batang ekor, Caranya,
jarum jarum suntik disiapkan antara
sisik, kemudian dimasukkan ke dalam otot. Cara ini merupakan cara yang paling
mudah.
Menurut
Hariati (1990), cara melakukan penyuntikan dapat dilakukan dengan cara :
·
Intramuskular :
pada otot punggung atu pangkal ekor (caudal
peducle). Jarum suntik disisipkan pada sisik dan ditusukkan sampai masuk
pada otot.
·
Intraperitonial :
dalam rongga perut. Penyuntikan dilakukan pada bagian antara kedua sirip perut
sebelah depan. Jarum suntik ditusukkan antar sisik menembus dinding perut,
kemudian diarahkan sejajar dengan dinding perut. Resiko cara ini jarum dapat
masuk dalam organ laindalam perut.
·
Intracranial :
dalam organ otak. Penyuntikan dilakukan melalui tulang occipotal bagian yang
tipis, tetap jangan sampai otak.
Pada waktu
penyuntikan agar ikan tidak banyak bergerak, maka ikan tersebut dibungkus dalam
jaring ikan dan ikan dipegang bagian kepala dan bagian ekor.
2.6. Pengertian Pemijahan
Pemijahan
adalah suatu pertemuan ikan jantan dan ikan betina yang bertujuan untuk
pembuahan telur oleh spermatozoa. Pada ikan umumnya pembuahan berlangsung
secara eksternal, yaitu diluar di tubuh (Sumatadinata, 1981).
Menurut
Hartati (1990), pemijahan sebagai salah satu fase reproduksi merupakan mata
rantai siklus hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies. Penambahan
populsi ikan tergantung pada berhasilnya pemijahan ini dan juga tergantung pada
kondisi telur dan larva ikan kelak akan
berkembang.
Pemijahan
dapat dilakukan dengan cara alami atau buatan. Pemijahan alami dimaksudkan
pemijahan yang dilakukan di luar media pemijahan. Sedangkan pemijahan buatan
dilakukan di luar media pemijahan, biasanya dilakukan bantuan manusia atau
dengan stripping (pemijahan) (Wordpress, 2010).
2.7. Macam – macam Pemijahan
Menurut
Hariati (1990), masa pemijahan tiap spesies ikan berbeda - beda. Ada yang
berlangsung dalam waktu singkat dan banyak pula yang dalam waktu yang panjang.
Pemijahan sebagian demi sebagian pada ikan dapat berlangsung sampai beberapa
hari.
Pada
perkawinan secara alami ikan yang lebih matang dan siap memijah dapat
menghasilkan telur yang matang dalam waktu yang singkat, apabila kondisi
lingkungan baik. Selain perkawinan secara alami, ikan juga dapat dikawinkan
secara buatan (Rustidja, 2005).
·
Pemijahan
buatan
Menurut Marlin Aqurindo
(2010), Koi dapat memijah secara alami dan buatan yaitu dengan rangsangan
hormone yang disuntikkan pada tubuh induk betina untuk mempercepat proses
pembuahan. Penyuntikan Pituitary Glard (PG, nama dagang ovaprim)
dengan dosis 0,2 mg/kg bobot ikan untuk satu kali penyuntikan.
·
Pemijahan alami menurut Bany dan Java (2003)
Dalam
teknik pemijahan ini induk betina yang telurnya sudah terlihat matang yang
ditandai dengan perut bundar, biasanya lele betina mempunyai berat diatas 1 kg
lebih dan berumur diatas 1 tahun, sedangkan untuk jantan biasanya menggunakan
minimal yang setara berat dan besarnya dengan betina lebih bagus jika jantan lebih
besar sedikit dari betina untuk perbandingan pemijahan 1 : 1 (jantan dan betina
dalam satu media).
·
Pemijahan Semi Alami Menurut Bany dan java (2003)
Untuk
pemijahan semi alami hanya sedikit pembedaan yang harus diperhatikan yaitu
dalam hal pembenaran rangsangan dengan penyuntikan obat perangsang.
2.8. Bagian – Bagian Telur
Menurut
Sumantadinata(1981), pada ovarium ikan betina muda terdapat sel bakal telur
atau disebut juga sebagai indung telur. Indung telur dilindungi oleh suatu
lapisan jaringan pengikat (tunica
albuginea) yang bagian luarnya dilapisi peritenium, dan bagian dalamnya
dilapisi ephitelium. Sebagian dari sel – sel epithelium akan membesar bersama
dengan inti yang membulat dan berisi nukleous, dan cytoplasma juga membesar
sehingga banyak membentuk vakuolan. Sebagiandari sel – sel epithelium akan
menjadi pipih dengan inti yang memanjang, kemudian melingkupi sel telur dan
disebut sabagai lapisan granulose. Setiap lapisan granulose terbentuk dari tiga
atau dua sel granulose. Pada bagian dalam lapisan granulose terdapat lapisan
thera yang bersal dari jaringan pengikat. Selanjutnya sel telur, theca dan
granulose membentuk folikel dan menempati kantong, yaitu lamella dilindungi
oleh suatu dinding epithelium yang tipis.
Menurut
Hariati (1990), telur ikan ovipar yang belum terbuahi, bagian luarnya dilapisi
oleh selaput yang dinamakan selaput kapsul dan chorion. Dibawah chorion
terdapat lagi selaput kedua yang dinamakan selaput viteline. Selaput yang
ketiga mengelilingi plasma telur yang dinamakan selaput plasma. Ketiga selaput
ini menempel satu sama lain dan tidak terdapat cytoplasma biasanya berkumpul
disebelah telur bagian atas yang dinamakan kutub amina. Bagian bawahnya yaitu
pada kutub yang berlawanan terdapat banyak kuning telur. Kutub ini dinamakan
kutub vegetative. Pada chorion terdapat sebuah microphyle yaitu suatu lubang
kecil tempat masuknya sperma ke dalam telur pada waktu terjadi pembuahan.
2.9. Fase Perkembangan Embrio
Ikan
Menurut
Rustidja (2004), pada saat swelling atau mengembang telur telah lengkap. Telur
mengalami dua fase, yaitu inti menjadi bentuk yang lebih mudah dibedakan. Kutub
anima berkembang berbentuk bukit kecil dan kuning telur berkembang menjadi
warna kuning gelap. Pembelahan kutub anima dimulai dan satu sel berturut – turut
menjadi 2,4,8,16, dan 32 sel. Selanjutnya, memasuki banyak sel atau blastoderm,
yang dimulai dengan satu selaput sel. Kemudian secara berangsur – angsur
berkembang beberapa selaput sel. Pada stadia marulla perkembangan embrio
perkembangan embrio sangat sensitive terhadap goncangan dan sel mudah terlepas
dari permukaan sehingga menyebabkan kematian embrio. Embrio pada stadia ini disebut
blastula. Pada tingkat selanjutnya, sel mulai menutup kuning telur sampai
seluruhnya. Yang tersisa hanya bagian ahkir dengan bukaan yang kecil dari
blastophore dan ahkirnya blastophore ini menutup. Ini merupakan
fase transisi dari perkembangan embrionik dan memulai stadia perkembangan germ
atau inti. Massa sel menebal pada
sebagian lingkaran blastophore, kepada dan ujung ekor kelihatan menjadi
sangat jelas. mata berkembang berupa “opticvesides”
pada kepala, dan ekor mulai tumbuh secara longitudinal. Jantung berkembang dan
mulai berdenyut. Pada waktu yang sama system kapiler atau pembuluh darah
berkembang pada permukaan kuning telur. Ekor embrio berangsur – angsur mulai
bergerak, di ikuti oleh pergerakan badan, selanjutnya mulai memutar pada ruang
perivitelin.
Menurut
Sumantadinata (1981), proses pembelahan diikuti oleh perkembangan selanjutnya
yang berupa proses – proses blastulasi, gastrulasi, organogenesis sampai
mencapai proses penetasan (dikutip dari Baker, 1972; Lagler, 1972; Nelsen,
1953).
Mengenai
proses – proses tersebut pada golongan binatang bertulang belakang, menurut
Nelsen (1953) adalah sebagai berikut :
-
Cleavage :
pembelahan zigot secara cepat menjadi unit – unit sel yang lebih kecil yang
disebut sebagai blastomer.
-
Blastulasi
: proses yang menghasilkan blastula, yaitu campuran sel – sel blastoderm yang
membentuk rongga penuh cairan sebagai balstocoel. Pada ahkir blastulasi, sel –
sel blastoderm akan terdiri dari neural, epidermal, rotochordal, mesodermal,
dan entodermal yang merupakan bakal pembentukan organ – organ.
-
Gastrulasi :
proses pembelahan bakal organ yang sudah terbentuk pada saat blastulasi. Bagian
– bagian yang terbentuk nantinya akan menjadi suatu organ atau suatu bagian
dari pada organ.
-
Organogenesis : proses pembentukan berbagai organ tubuh.
Menurut Sukra (1975), pada saat gastrulasi terjadi rentetan perpindahan bakal
organ yang terbentuk pada saat blastulasi dari permukaan blastula kesebelah
dalam menuju tempat – tempat yang definitive.
Menurut Murtidjo (2005),
proses – proses setelah pembuahan terjadi adalah sebagai berikut :
a.
Proses
cleavage : pembelahan zigot secara cepat menjadi unit – unit sel yang lebih
kecil yang disebut sebagai blastomer.
b.
Proses
Blastulasi : proses yang menghasilkan blastula, yaitu campuran sel – sel
blastoderm yang membentuk rongga penuh cairan sebagai balstocoel. Pada
ahkir blastulasi, sel – sel blastoderm akan terdiri dari neural, epidermal,
rotochordal, mesodermal, dan entodermal yang merupakan bakal pembentukan organ
– organ
c.
Proses Gastrulasi : proses pembelahan bakal organ yang
sudah terbentuk pada saat blastulasi. Bagian – bagian yang terbentuk nantinya
akan menjadi suatu organ atau suatu bagian dari pada organ
d.
Proses Organogenesis : proses pembentukan berbagai organ
tubuh secara berturut – turut, antara lain susunan saraf, notochord, mata,
somit, rongga kupffer, olfaktoni sac, ginjal, usus, subnotokhord rod, linen
lateralis, jantung, aorta, ingsang, infundibulum, dan lipatan – lipatan sirip.
Berbagai macam organ tersebut terbentuk dari beberapa bakal organ yang
terbentuk pada waktu gastrulasi,. Organ – organ notochord, somit, jantung,
ginjal, aorta, gonad, dan sirip dada berasal dari mesoderm. usus, rongga
kupffer, dan subnotokhord rod berasal dari endoderm. Sedangkan ingsang, linea
lateralis dan liptan – lipatan sirip berasal dari ectoderm.
2. METODOLOGI
3.1. Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Biologi Perikanan
tentang Awal Daur Hidup antara lain :
-
Timbangan
analitik : Untuk menimbang berat
tubuh ikan, memiliki ketelitian 0,01 gram.
-
Mangkok
plastik : Sebagai tempat telur
saat distriping.
-
Spuit 1 ml :
Untuk alat suntik atau menyuntikkan ovaprim + NaCl Fisiologis pada ikan lele
dumbo.
-
Akuarium : Untuk tempat hidup
telur ikan.
-
Sectio set : Untuk membedah ikan lele dumbo.
-
Kolam : Sebagai tempat
hidup ikan.
-
Serbet : Untuk memegang
ikan, agar ikan tidak stress, dan sebagai alas saat pembedahan ikan.
-
Kamera
digital : Untuk
mendokumantasikan proses perkembangan telur ikan lele.
-
Aerator : Untuk mensuplai
oksigen kedalam aquarium.
-
Thermometer : Untuk mengukur suhu air dalam aquarium.
-
Mikroskop : Untuk mengamati bentuk
perkembangan telur ikan.
-
Heater aquarium : Untuk menaikkan suhu air dalam aquarium.
-
Obyek glass : Untuk meletakkan telur yang akan diamati dibawah
mikroskop.
-
Pipet
tetes : Untuk
membantu mengambil telur.
-
Saringan
teh : Untuk tempat telur
dalam aquarium.
-
Pisau : Untuk memotong
ikan (kepala ikan) lele dumbo.
-
Beaker glass 400 ml : Untuk gonad sementara.
3.2. Bahan
dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan dalam
praktikum Biologi Perikanan tentang Awal Daur hidup antara lain :
-
Induk
ikan lele jantan : Untuk diambil
gonadnya.
-
Induk
ikan lele betina : Untuk diambil
gonadnya.
-
Hormon
ovaprim : Untuk merangsang
kematangan gonad ikan lele.
-
NaCl-Fisiologis : Untuk mengencerkan hormon
ovaprim dan menonaktifkan sperma.
-
Larutan
fertilisasi : Untuk
mengaktifkan sperma.
-
Alkohol
70% : Untuk
mengaseptiskan telur.
-
Tissue : Untuk mengeringkan alat-alat yang telah
dicuci.
-
Aquadest : Untuk bahan larutan fertilisasi dan juga
sebagai pengencer.
-
Air : Sebagai
media hidup telur dan ikan lele serta untuk mencuci alat-alat yang telah
digunakan.
-
Plastik
hitam (alas) : Untuk menutup telur
saat setelah stripping, atau saat sebelum dibuahi.
3.3.
Skema kerja
a)
Proses penyuntikan induk ikan betina dan stripping
|
|
b
) Proses Penyuntikan Induk Ikan Jantan dan Pengambilan Sperma
|
|
|
|
4.
PEMBAHASAN
4.1
Analisa Prosedur
Pada pratikum Biologi Perikanan tentang Awal Daur Hidup, langkah awal yang dilakukan adalah
menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Selanjutnya dilakukan
penuntikkan pada induk lele betina. Sebelum ikan disuntik, dilakukan
penimbangan berat tubuh ikan, dengan menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian
0,01 gram. Cara penggunaan timbangan nalitik yaitu pertama timbangan analitik
disambugkan dengan listrik, kemudian dinyalakan dengan menekan tombol “ON /
OFF”. Selanjutnya diletakkan nampan diatas timbangan. Agar hasil penimbangannya
valid, timbangan di “nol” kan dengan menekan tombol “zero”. Hal ini dilakukan
agar berat nampan tidak mempengaruhi berat ikan. Kemudian ikan ditimbang.
Setelah didapatkan hasil penimbangan, dicatat sebagai data. Lalu dinatikan
analitik dengan menekan kembali tombol “ON / OFF”. Hasil dari penimbangan ini
digunakan sebagai larutan ovaprim + Na-Fis dengan perbading 1:2 dengan takaran
ovaprim 0,5 ml dan Na-Fis 1,0 ml. Cara penyuntikkan yaitu dengan intra muscular
atau lewat saluran darah di bawah sirip dorsal. Dalam satu spuit, setengah
untuk menyuntik bagian kanan dan setengahnya lagi untuk bagian kiri, hal ini
bertujuan agar otak kanan dan kiri merespon secara bersamaan, sehingga
pematangan gonad dan kiri juga secara bersamaan. Pada penyuntikkan, saat jarum
suntik ditusukkan harus dengan kemiringan agar tidak menusuk dan merusak organ dalam
ikan. Kemudian ditarik keluar sedikit agar terdapat rongga pada aliran darah.
Setelah itu ditekan pangkal spuit agar cairanya masuk ke tubuh ikan lele mengikuti aliran darah.
Selanjutnya jarum dicabut pelan-pelan, dan bekas suntikan ditekan secara
perlahan agar darah tidak keluar. Lalu dihitung suhu air kolam (T). Kemudian
dihitung Latercy time-nya, yaitu selang waktu antar waktu penyuntikkan dengan
stripping. Latercy time dapat dihitung dengan menggunakan rumus .
Selanjutnya
setelah disuntik dan diketahui latency time, maka diketahui kapan ikan tersebut
harus distripping. Sebelum distripping, lubang urogenital ikan dibersihkan
terlebih dahulu dengan menggunakan tissue. Kemudian dipijat atau diurut
perlahan-lahan bagian perut ikan mulai bagian dari atas perut ke arah lubang
genitalnya. Telur-telur yang keluar ditempatkan pada mangkok plastik kemudian
ditutup dengan menggunakan plastik hitam agar telur-telur ikan tidak terkena
sinar matahari yang menyebabkan pengkerutan mikrofil sehingga menyebabkan telur
tidak dapat dibuahi oleh sperma.
Proses
penyuntikkan pada induk jantan sama dengan proses penyuntikkan pada induk
betina, tetapi dosis ovaprim yang digunakan berbeda yaitu 0,3 ml/kg berat
tubuhnya. Setelah induk betina distripping, kemudian induj ajntan dimatkan
dengan memotong bagian kepala. Kemudian digunting bagian perut dan dikeluarkan
gonad jantan. Induk ikan jantan tidak distripping karena lubang genitalnya bergerigi.
Selanjutnya gonad jantan diambil lalu dibersihkan dengan tissue agar sisa
kotoran (darah), lemak ikan terserap. Lalu dicampur Na-Fis untuk menonaktifkan
cairan sperma dan dicacah dengan gunting, selanjutnya diaduk hingga rata.
Kemudian cairan sperma yang sudah ditambah Na-Fis, dicampurkan dengan telur
lalu diaduk sampai rata. Selanjutnya dihomogenkan dengan cara
menggoyang-goyanglan mengkuk. Sebelumnya ditambahkan dengan larutan
fertilisasi. Fungsi larutan fertilisasi adalah mengaktifkan kembali sel-sel
sperma. Larutan fertilisasi terdiri dari campuran 4 gram garam + 3 gram urea
yang dilarutkan dengan aquadest sampai volumenya 1 liter. Setelah tercampur
rata, larutan fertilisasi yang tersisa dibuang sehingga hanya tersisa telur dan
serum. Kemudian diyambah degan aquadest agar terjadi pembuahan. Kmudian
dibiarkan sejenak sampai telur kelihatan intinya.
Setelah
didapatkan telur yang terbuahi, langkah selanjutnya yaitu menebarkan telur di
dalam aquarium yang berisi bagian dan pada sarinan teh untuk mengetahui
Hatching Rate (HR). Telur yang ditebar pada saringan teh dihitung terlebih
dahulu. Kemudian mulai mengamati suhu aquarium dengan menggunakan thermometer.
Kemudian mengamati perkembangan telur dengan cara mengambil telur dengan pipet
tetes dan meletakkan di atas obyak glass. Kemudian diamati dengan mikorskop
dengan p-embesaran 10x pada tiap 15menit selama 1 jam, tiap 30 menit selama 1
jam dan tiap 2 jam sampai telur menetas. Selanjutnya difoto perkembangan telur
tersebut dengan menggunakan kamera digital sebagai alat pengambilan gambar.
Lalu diambil telur yang mati agar tidak menular pada telur yang hidup.
Selanjutnya dimasukkan hasil pengamatan dalam form dan menggambarnya. Setelah
itu dihitung hatching rate dengan menggunkan rumus:
Hal ini dapat dilakukan jika ada
telur yang menetas. Kemudian dicatat hasilnya.
4.2.
Analisis Data
Perkembangan
Embrio
Tenggang
Waktu
|
Waktu
|
Suhu
|
Fase
Perkembangan
|
15 menit
15 menit
15 menit
30 menit
30 menit
30 menit
60 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
|
10.15
10.30
10.45
11.00
11.30
12.00
13.00
16.00
18.00
20.00
22.00
24.00
02.00
04.00
06.00
08.00
10.00
|
250C
260C
260C
260C
270C
290C
300C
310C
320C
310C
290C
280C
300C
300C
310C
310C
300C
|
A
A
A
B
D
G
G
G
H
H
H
H
J
L
L
L
L
|
Keterangan
: A = Awal Pembelahan Sel
B,C,D = Fase Morula
E,F,G = Fase Blastrula
H,I,J,K = Fase Gastrula
L =
Larva
4.3.
Analisa Hasil
Dari hasil praktikum Biologi Perikanan tentang Awal Daur
Hidup dididapatkan hasil praktikum pada perhitungan Hatching Rate (HR) sebesar
61,76%. Pada perkembangan telur dari hasil pengamatan kelompok 5 dalam 15 menit
pertama dilakukan mulai pukul 10.15 WIB, didapatkan suhu 250C dengan
fase perkembangan (A) awal pembelahan sel, 15 menit kedua pukul 10.30 WIB
diperoleh suhu 260C masih tetap pada suhu 260C dengan
fase morulla (B).
Pada pukul 11.00 WIB dengan suhu 270C
berkembang menjadi fase morula (D). Pukul 12.00 WIB berkembang menjadi fase
blastrula (G) pada suhu 290C, pada pukul 13.00 WIB dengan suhu 300C
tetap pada fase blastrula (G), pada
pukul 14.00 WIB dengan suhu 310C masih tetap fase blastrula (G).
Pada pukul 18.00 WIB fase berubah menjadi fase gastrula (H) dengan suhu 320C.
Pada pukul 22.00 WIB dengan suhu 290C masih
tetap fase gastrula (H), pada pukul 24.00 WIB suhu menurun menjadi 280C
dengan fase gastrula. Pada pukul 02.00 WIB dengan suhu 300C suhu
meningkat lagi membentuk fase gastrula (J). Pada pukul 04.00 WIB pada suhu 300C
sudah berkembang menjadi larva dengan hasil pengamatan embrio mulai bergerak,
pada pukul 06.00 WIB. Pada pukul 08.00 WIB dengan suhu 310C dan
sampai akhir pengamatan pukul 10.00WIB dengan suhu 300C talah
menjadi larva dengan pergerakan yang lebih aktif.
Menurut Murtidjo (2005),
proses – proses setelah pembuahan terjadi adalah sebagai berikut :
e.
Proses
cleavage : pembelahan zigot secara cepat menjadi unit – unit sel yang lebih
kecil yang disebut sebagai blastomer.
f.
Proses
Blastulasi : proses yang menghasilkan blastula, yaitu campuran sel – sel
blastoderm yang membentuk rongga penuh cairan sebagai balstocoel. Pada
ahkir blastulasi, sel – sel blastoderm akan terdiri dari neural, epidermal,
rotochordal, mesodermal, dan entodermal yang merupakan bakal pembentukan organ
– organ
g.
Proses Gastrulasi : proses pembelahan bakal organ yang
sudah terbentuk pada saat blastulasi. Bagian – bagian yang terbentuk nantinya
akan menjadi suatu organ atau suatu bagian dari pada organ
h.
Proses Organogenesis : proses pembentukan berbagai organ
tubuh secara berturut – turut, antara lain susunan saraf, notochord, mata,
somit, rongga kupffer, olfaktoni sac, ginjal, usus, subnotokhord rod, linen
lateralis, jantung, aorta, ingsang, infundibulum, dan lipatan – lipatan sirip.
Berbagai macam organ tersebut terbentuk dari beberapa bakal organ yang
terbentuk pada waktu gastrulasi,. Organ – organ notochord, somit, jantung,
ginjal, aorta, gonad, dan sirip dada berasal dari mesoderm. usus, rongga
kupffer, dan subnotokhord rod berasal dari endoderm. Sedangkan ingsang, linea
lateralis dan liptan – lipatan sirip berasal dari ectoderm.
Menurut
Uma (2009), faktor utam yang mempengaruhi kematangan gonad ikan didaerah
bermusim empat antara lain ialah suhu dan makanan. Tetapi untuk ikan didaerah
tropik faktor suhu secara relatif perubahannya tidak besar dan umumnya gonad
dapat masak lebih cepat.
4.4.
Manfaat
di Bidang Perikanan
Dapat mengetahui
proses-proses yang terjadi mulai telur itu menetas hingga mencapai taraf tumbuh
embrio, dapat ditemukan besarnya. Umur ikan, mengetahui lamanya pengeraman pada
beberapa spesies ikan, mengetahui faktor yang paling berperan dalam
perkembangan embrio yaitu suhu dan pH dimana bahwa pH 7,9-9,6 dan suhu 140-200C
maupun pada kondisi yang paling optimum itu ikan dapat hidp dengan baik.
4.5.
Hubungan
Awal Daur Hidup dengan Fekunditas
Dimana
pada fase embrio sudah pasti fase untuk mengamati berjalannya fase telur
setelah dibuahi sampel telur itu menjadi ikan yang sesungguhnya. Banyaknya
telur ini sangat tergantung dan berhubungan dengan fekundatas karena banyaknya
telur yang ada dalam tubuh induk yang akan keluar pada saat pemijahan.
Menurut
Bagenal (1978) dalam Wahyuningsih dan Barus (2006), mengemukakan bahwa
disamping fekunditsa mempengaruhi semua telur dari semua fekunditas mutlak ikan
betina yang akan memijah, yaitu semua telur yang akan dikeluarkan dalam satu
musim pemijahan. Bila diketahui struktur umum yang akan dikeluarkan dalam satu
musim pemijahan. Bila diketahui struktur umum dari populasi tersebut dan jumlah
masing-masing anggotanya, maka fekunditas popuasi dapat diketahui.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari hasil praktikum Biologi Perikanan
tentang Awal Daur Hidup dapat ditarik kesimpulan :
- Ciri Induk betina matang gonad, yaitu :
a.
perut
kembeung dan lembut
b.
genital
terbuka
c.
anus
kemerah - merahan
- Ciri induk jantan matang gonad, yaitu :
a.
alat kelamin meruncing dan tampak jelas
b.
warna
tubuh kemerahan – merahan
c.
tubuh lebih ramping dan gerakannya lincah
- Faktor – faktor yang mempengaruhi kematangan gonad, yaitu :
a.
internal
-
hormone
yang cukup
-
umur
-
jenis
kelamin
b.
eksternal
-
suhu
-
curah
hujan
-
sinar
matahari
- Hormon yang mempercepat Kematangan gonad :
a.
GnRH
(Gonadotropin Realeasing Hormon)
b.
GTH
(Gonadotropin)
c.
GSH
(Gonade Stimulating Hormone)
- Teknik penyuntikan pada ikan :
a.
Intramuscular
: di otak
b.
Intracranial : di otak
c.
Intraperitonial : di perut
- Pemijahan yaitu proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma oleh induk jantan yang diikuti dengan perkawinan.
- Fase perkembangan embrio ikan yaitu kutub anima, selaput kapsul (chorion) selaput vitellina, ruang vetivitelina, selaput plasma, butir minyak, kutub vegetative
- Pada pukul 10.15 – 10.45 didapatka fase pembelahan sel (A). Pukul 11.00 – 11.30 adalah fase morula. Pukul 12.00 – 16.00 adalah fase blastula. Pukul 18.00 – 24.00 adalah fase gastrula. Pukul 04.00 – 11.00 adalah larva.
- Suhu awal sampai ahkir rata – rata adalah 260C – 310C.
- Pada suhu tersebut dapat dikatakan fluktuasi suhu adalah stabil.
5.2
Saran
Dari
hasil praktikum Biologi Perikanan tentang Awal Daur Hidup diharapkan praktikuan
lebih konsentarsi terhadap jalannya praktikum sehingga dapat mengerti
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Bani dn Java, 2009, Budidaya
Ikan Lele. http://www.wikipedia.com/ikan-lele.htmal.
diakses pada tanggal 2 <ei 2010, pukul 19.00 IB.
Feed burner, 2008. Pengertian
Fekunditas. http://hobiikan.blogspot.com/ Diakses
pada tanggal 20 April 2010, pukul 17.19 WIB.
Google
Images, 2010, Gambar ikan lele dumbo.
Diakses pada tanggal 20 April 2010, pukul 17.19 wib.
Hariati, Anik M, 2000. Diktat Pengatar Praktikum Biologi Perikanan, Universitas Brawijaya
Marlin, aqurindo, 2010. Pemijahan Buatan. http://www.marlin.aqurindo.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 6 Mei 2010, pukul 20.07 WIB
Mas Wira, 2007. http://www.google.com/maswira.blogspot.hobiikan.com. Diakses
pada tanggal 3 Mei 2010, pukul 20.08 WIB.
Murtidjo,
Bambang Agus. 2005. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta
Olii, hafidz, 2003. Kajian
Faktor Fisik yang Mempengaruhi Distribusi Ichtyoplankton (Awal Daur Hidup Ikan).
IPB. Bogor.
Pillay, T.V.R., 1990. Aquaculture
Principles and Practices. Blackwell Science Oxford.
Puspowardodo, harsono dan Abbar Siregar
Djarijah, 2006, Pembenihan dan Pembehan Ikan Lele Dumbo Hemat Air.
Kanisius. Yogyakarta.
Rustidja,
1997, Kromosom Ikan Lele Dumbo Polypoid.
Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya, Malang.
, 2001, Feromon Ikan. Fakultas Perikanan,
Universitas Brawijaya, Malang.
, 2004, Pemijahan Buatan Ikan-ikan Daerah tropis.
Bahtera Press. Malang.
Uma, La Ode, 2009. Tingkat
Kematangan Gonad. http://mewordpress.com.
Diakases pada tanggal 10 april 2010, pukul 10.00 WIB.
Sumantadinata, Komar, 1981. Perkembangan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia. PT. Sastra Hudaya.
IKAPI.
Wahyuningsih, Hesti dan Dr. Ing Ternala Alexander Barus.
2006. Buku Ajar Ikhtiologi.
Universitas Sumatera Utara.
Wordpress, 2010, Pemijahan
Ikan Nilem dengan Penyuntikan Buatan. http://b.dpunsoed.wordpress.com/
Diakses pada tanggal 3 Mei 2010, pukul 17.15 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar