Rabu, 07 Maret 2012

Awal Daur Hidup


1.    PENDAHULUAN
1.1.        Latar Belakang
Perkembangan awal daur hidup ikan merupakan suatu hal yang menarik karena berhubungan dengan stabilitas populasi ikan tersebut dalam suatu perairan. Untuk mempelajari kemampuan hidup suatu spesies ikan dan mengurangi tingkat mortalitas yang terjadi terutama pada awal perkembangan hidup ikan khususnya untuk pembudidayaan perlu adanya pengertian mengenai jenis-jenis telur ikan tersebut dan daur hidup ikan mulai dari awal fertilisasi hingga terdeferensiasi untuk menjadi ikan muda (Wahyuningsih dan Barus, 2006).
Menurut Olii (2003), perkembangan awal daur hidup ikan merupakan bagian paling penting bagi keberadaan dari suatu populasi ikan yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan yang ada. Dalam perkembangannya, telur – larva – juvenil – ikan (rehtyoplankton) sangat dibatasi oleh beberapa faktor lingkungan.
Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan yang dapat dipelihara dan dapat tumbuh serta berkembang dalam media air yang terbatas. Lele dumbo tidak hanya mampu mengambil oksigen bebas dari udara dengan alat pernapasan tambahan berupa selaput labirynth, tetapi juga toleran terhadap kondisi lingkungan yang tidak ideal (Puspowardoyo dan Djarijah, 2005).

1.2.        Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum biologi perikanan tentang awal daur hidup adalah praktikan dapat mengetahui cara pemijahan ikan secara buatan dan mengetahui perkembangan embrio ikan secara mikroskopis.
Tujuan dari praktikum biologi perikanan tentang awal daur hidup adalah agar praktikan mampu mempraktekkan cara pemijahan secara buatan pada ikan, mampu mengidentifikasi gambaran secara morfologi pada perkembangan embrio ikan secara mikroskopis.





1.3.        Waktu dan Tempat
Praktikum biologi perikanan tentang awal daur hidup dilaksanakan pada hari Sabtu – Minggu, tanggal 24 – 25 April 2010, pukul 08.00 – 12.30 WIB. Di Stasiun Percobaan Budidaya Ikan Air Tawar, Universitas Brawijaya, Sumber Pasir, Malang.






























1.    TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Dumbo
Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan yang termasuk dalam famili Claridae dan jenis Clarias. Spesies ini merupakan saudara dekat lele lokal yang selama ini dikenal sehingga ciri - ciri morfologisnya sama. Ikan lele memiliki bentuk badan yang memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernapasan tambahan. Bagian depan badannya terdapat penampang melintang yang membulat, sedangkan bagian tengah dan belakang berbentuk pipih. Alat pernapasan tambahan terletak di bagian kepala didalam rongga yang dibentuk oleh dua pelat tulang kepala. Alat pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penu kapiler - kapiler darah. Mulutnya terdapat dibagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang sungut, yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar (berfungsi sebagai tentakel), dan dua pasang sungut mandibula. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala bagian belakang (Najiyati, 1992).
Menurut Puspowardoyo dan Abbas (2005), lele dumbo memiliki patil yang tidak tajam dan geriginya tumpul. Sungut lele dumbo relatif lebih panjang dan tampak lebih kuat daripada lele lokal. Kulit badannya terdapat bercak - bercak kelabu seperti jamur kulit manusia (panu). Kepala dan punggungnya berwarna gelap kehitaman-hitamn atau kecoklat - coklatan. Lele dumbo memiliki sifat tenang dan tidak mudah bergerak. Lele dumbo mudah beradatasi dengan lingkunga yang tergenang air. Parameter kualitas air yang disukai oleh lele dumbo adalah bersuhu sedang (220C - 250C), keasaman (pH) normal (6,5 - 7,5), kandungan oksigen cukup (< 3 ppm) dan tidak tercemar berat.
Menurut Saanin (1984) dan Simanjuntak (1989) dalam Rustidja (1997), klasifikasi ikan lele dumbo adalah sebagai berikut :
Kingdom          : Animalia
Sub kingdom   : Metazoa
Phyllum           : Chordata
Sub phyllum    : Vertebrataa
Class               : Pisces
Sub class        : Teleostei                    Gambar Ikan Lele (Google images,2010)
Ordo                : Ostariophysordei
Sub Ordo        : Siluroidae
Family             : Claridae
Genus             : Clarias
Spesies           : Clarias gariepinus
Menurut Pillay (1990), Clarias lazera (= gariepinus) dapat dideskripsikan sebagai hewan omnivora terbaik, makanannya yaitu sayuran, invertebrata air, ikan kecil, detritus dan lain-lain. Umumnya di udara bebas, ketika konsentrasi oksigen pada air rendah.

2.2.        Ciri-ciri Kematangan Gonad pada Ikan
2.2.1.   Ikan Jantan
Menurut Puspawardoyo (2006), induk lele dumbo jantan yang telah matang kelamin memiliki ciri - ciri sebagai berikut :
1). Umur 8 – 24 tahun.
2). Tidak cacat fisik (tubuh).
3). Postur tubuh ideal (berat dan panjang badan seimbang).
4). Alat kelamin berwarna merah, memanjang dan memperbanyak.
Menurut Rustidja (2005), ciri - ciri induk jantan yang siap memijah sebagai berikut :
1). Ikan jantan mengeluarkan sperma sedikit apabila diberi tekanan sedikit pada perutnya.
2). Pada beberapa ikan jantan (Chinese Carp dan Indian Major Carp) sirip punggungnya menjadi kasar.
3). Beberapa ikan jantan dari oncoci dan pinggir sungai Amazon (coporo, curimata, curbinata) mengeluarkan suara saat mereka ke permukaan air.
2.2.2.   Ikan Betina
Menurut Puspowardoyo (2006) induk lele betina yang telah matang kelamin memiliki ciri - ciri sebagai berikut :
1.    Umur 1 – 2 tahun.
2.    Tidak cacat fisik.
3.    Perut mengembung dan lembek.
4.    Alat kelamin merah dan membesar.


Menurut Rustidja (2005), ciri - ciri induk betina yang siap memijah sebagai berikut:
1.    Perut kembung dan lembut, memenuhi sepanjang posterior pelvis dan genital terbuka.
2.    Genital terbuka, menonjol dan warna kemerah-merahan pada bagian pinggirnya.
3.    Anus juga bengkak dan kemerah-merahan.
4.    Pada beberapa jenis ikan, ikan sungai onroci perutnya berwarna kemerah-merahan.
5.    Beberapa jenis ikan warnanya berubah sebelum ovulasi.

2.3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Gonad.
Menurut Rustidja (2001), faktor yang dapat mempengaruhi fungsi reproduksi pada spesies ikan terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi curah hujan, suhu, sinar matahari, tumbuhan dan adanya ikan jantan. Adapun faktor internal yaitu tersediannya cukup hormon steroid dan gonadotropin, baik GTHI dan GHZ yang cukup untuk memacu kematangan gonad diikuti ovulasi serta pemijahannya.

2.4.      Macam-macam Hormon Pemicu Kematangan Gonad
Penggunaan HCG (Human Chorionic Gonadotropin) hormone pada fase preovulasi dapat dilakukan dengan mudah, tetapi ini sulit untuk mencapai ovulasi dengan baik. Ikan-ikan dipersiapkan yang benar-benar sudah matang untuk perlakuan hormon agar dapat merespon dengan baik terhadap HCG misalnya, ikan ditangkap selama migrasi spawning (Rustidja, 2005). Menurut Sumantadinata (1981), sel type cyanophil pada pars distalis menghasilkan sedikitnya tiga macam hormon, yaitu corticotrophin yang berperan dalam mengawasi sekresi hormon-hormon adrenal; thyrotropin yang berfungsi mengatur kerja thyroid; dan hormon gonodotropin yang berperan dalam pematangan gonad dan mengawasi sekresi-sekresi hormon yang dihasilkan oleh gonad.
Menurut Murtidja (2005), penggunaan hormone HCG pada hakikatnya sama seperti teknik hypofisas, yaitu untuk merangsang induk ikan agar mau memijah. Hormon HCG banyak terkandung dalam urin wanita hamil. Dengan demikian, urine wanita hamil dapat dimanfaatkan untuk pematangan gonad dan mampu menyempurnakan proses ovulasi, sehingga dapat mempengaruhi kualitas telur yang dikeluarkan.
GnRH (Gondotropin Releasing Hormon) diekskresikan oleh hipotalamus untuk merangsang hipofisa mengekskresikan kelenjar FSH (Folikel Simulating Hormon) pada betina untuk mematangkan ovarium dan LH (Luitenizing Hormon) pada jantan gametogenesis yaitu memacu kematangan telur dan sperma (Mas Wira, 2007).
Menurut Hariati (1990), perlakuan hormon dengan hypophysa dapat digunakan untuk mempercepat kematangan ikan dan kondisi non reproduktif. Bila ikan itu telah ada dalam kondisi reproduktif akan mempercepat ovulasi yaitu mengeluarkan telur dalam lumen ovary. Apabila ditaruh ikan jantan setelah ovulasi tadi akan menjadi pemijahan ovulasi pada ikan akan dipengaruhi oleh hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar hyphophysa yaitu gonodotropin. Hormon neurophpophysa diduga terlibat langsung terhadap tingkah laku pemijahan.

2.5. Teknik Penyuntikan
Menurut Murtidja (2005), penyuntikan suspensi hypofisa untuk mempercepat pemijahan dan ovulasi dilakukan dengan 3 cara sebagai berikut :
a.    Intra-cranial (IC), yakni menyuntikan suspensi hypofisa ke dalam rongga otak melalui lubang ocupital bagian yang tipis.
b.    Intra-peritoncal (IP), yakni penyutikan suspensi hypofisa kedalam rongga perut pada posisi antara kedua sirip perut sebelah depan atau dada sebelah depan. Penyuntikan dilakukan sejajar dengan dinding perut.
c.    Intra-muscular (IM), yakni penyuntikan hypofisa pada otot punggung atau otot batang ekor, Caranya, jarum  jarum suntik disiapkan antara sisik, kemudian dimasukkan ke dalam otot. Cara ini merupakan cara yang paling mudah.

Menurut Hariati (1990), cara melakukan penyuntikan dapat dilakukan dengan cara :
·         Intramuskular : pada otot punggung atu pangkal ekor (caudal peducle). Jarum suntik disisipkan pada sisik dan ditusukkan sampai masuk pada otot.
·         Intraperitonial : dalam rongga perut. Penyuntikan dilakukan pada bagian antara kedua sirip perut sebelah depan. Jarum suntik ditusukkan antar sisik menembus dinding perut, kemudian diarahkan sejajar dengan dinding perut. Resiko cara ini jarum dapat masuk dalam organ laindalam perut.
·         Intracranial      : dalam organ otak. Penyuntikan dilakukan melalui tulang occipotal bagian yang tipis, tetap jangan sampai otak.
Pada waktu penyuntikan agar ikan tidak banyak bergerak, maka ikan tersebut dibungkus dalam jaring ikan dan ikan dipegang bagian kepala dan bagian ekor.

2.6.      Pengertian Pemijahan
Pemijahan adalah suatu pertemuan ikan jantan dan ikan betina yang bertujuan untuk pembuahan telur oleh spermatozoa. Pada ikan umumnya pembuahan berlangsung secara eksternal, yaitu diluar di tubuh (Sumatadinata, 1981).
Menurut Hartati (1990), pemijahan sebagai salah satu fase reproduksi merupakan mata rantai siklus hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies. Penambahan populsi ikan tergantung pada berhasilnya pemijahan ini dan juga tergantung pada kondisi  telur dan larva ikan kelak akan berkembang.
Pemijahan dapat dilakukan dengan cara alami atau buatan. Pemijahan alami dimaksudkan pemijahan yang dilakukan di luar media pemijahan. Sedangkan pemijahan buatan dilakukan di luar media pemijahan, biasanya dilakukan bantuan manusia atau dengan stripping (pemijahan) (Wordpress, 2010).

2.7. Macam – macam Pemijahan
Menurut Hariati (1990), masa pemijahan tiap spesies ikan berbeda - beda. Ada yang berlangsung dalam waktu singkat dan banyak pula yang dalam waktu yang panjang. Pemijahan sebagian demi sebagian pada ikan dapat berlangsung sampai beberapa hari.
Pada perkawinan secara alami ikan yang lebih matang dan siap memijah dapat menghasilkan telur yang matang dalam waktu yang singkat, apabila kondisi lingkungan baik. Selain perkawinan secara alami, ikan juga dapat dikawinkan secara buatan (Rustidja, 2005).
·         Pemijahan buatan
Menurut Marlin Aqurindo (2010), Koi dapat memijah secara alami dan buatan yaitu dengan rangsangan hormone yang disuntikkan pada tubuh induk betina untuk mempercepat proses pembuahan. Penyuntikan Pituitary Glard (PG, nama dagang ovaprim) dengan dosis 0,2 mg/kg bobot ikan untuk satu kali penyuntikan.
·         Pemijahan alami menurut Bany dan Java (2003)
Dalam teknik pemijahan ini induk betina yang telurnya sudah terlihat matang yang ditandai dengan perut bundar, biasanya lele betina mempunyai berat diatas 1 kg lebih dan berumur diatas 1 tahun, sedangkan untuk jantan biasanya menggunakan minimal yang setara berat dan besarnya dengan betina lebih bagus jika jantan lebih besar sedikit dari betina untuk perbandingan pemijahan 1 : 1 (jantan dan betina dalam satu media).
·         Pemijahan Semi Alami Menurut Bany dan java (2003)
Untuk pemijahan semi alami hanya sedikit pembedaan yang harus diperhatikan yaitu dalam hal pembenaran rangsangan dengan penyuntikan obat perangsang.

2.8.      Bagian – Bagian Telur
Menurut Sumantadinata(1981), pada ovarium ikan betina muda terdapat sel bakal telur atau disebut juga sebagai indung telur. Indung telur dilindungi oleh suatu lapisan jaringan pengikat (tunica albuginea) yang bagian luarnya dilapisi peritenium, dan bagian dalamnya dilapisi ephitelium. Sebagian dari sel – sel epithelium akan membesar bersama dengan inti yang membulat dan berisi nukleous, dan cytoplasma juga membesar sehingga banyak membentuk vakuolan. Sebagiandari sel – sel epithelium akan menjadi pipih dengan inti yang memanjang, kemudian melingkupi sel telur dan disebut sabagai lapisan granulose. Setiap lapisan granulose terbentuk dari tiga atau dua sel granulose. Pada bagian dalam lapisan granulose terdapat lapisan thera yang bersal dari jaringan pengikat. Selanjutnya sel telur, theca dan granulose membentuk folikel dan menempati kantong, yaitu lamella dilindungi oleh suatu dinding epithelium yang tipis.
Menurut Hariati (1990), telur ikan ovipar yang belum terbuahi, bagian luarnya dilapisi oleh selaput yang dinamakan selaput kapsul dan chorion. Dibawah chorion terdapat lagi selaput kedua yang dinamakan selaput viteline. Selaput yang ketiga mengelilingi plasma telur yang dinamakan selaput plasma. Ketiga selaput ini menempel satu sama lain dan tidak terdapat cytoplasma biasanya berkumpul disebelah telur bagian atas yang dinamakan kutub amina. Bagian bawahnya yaitu pada kutub yang berlawanan terdapat banyak kuning telur. Kutub ini dinamakan kutub vegetative. Pada chorion terdapat sebuah microphyle yaitu suatu lubang kecil tempat masuknya sperma ke dalam telur pada waktu terjadi pembuahan.

2.9.      Fase Perkembangan Embrio Ikan
Menurut Rustidja (2004), pada saat swelling atau mengembang telur telah lengkap. Telur mengalami dua fase, yaitu inti menjadi bentuk yang lebih mudah dibedakan. Kutub anima berkembang berbentuk bukit kecil dan kuning telur berkembang menjadi warna kuning gelap. Pembelahan kutub anima dimulai dan satu sel berturut – turut menjadi 2,4,8,16, dan 32 sel. Selanjutnya, memasuki banyak sel atau blastoderm, yang dimulai dengan satu selaput sel. Kemudian secara berangsur – angsur berkembang beberapa selaput sel. Pada stadia marulla perkembangan embrio perkembangan embrio sangat sensitive terhadap goncangan dan sel mudah terlepas dari permukaan sehingga menyebabkan kematian embrio. Embrio pada stadia ini disebut blastula. Pada tingkat selanjutnya, sel mulai menutup kuning telur sampai seluruhnya. Yang tersisa hanya bagian ahkir dengan bukaan yang kecil dari blastophore dan ahkirnya blastophore ini menutup. Ini merupakan fase transisi dari perkembangan embrionik dan memulai stadia perkembangan germ atau inti. Massa sel menebal pada  sebagian lingkaran blastophore, kepada dan ujung ekor kelihatan menjadi sangat jelas. mata berkembang berupa “opticvesides” pada kepala, dan ekor mulai tumbuh secara longitudinal. Jantung berkembang dan mulai berdenyut. Pada waktu yang sama system kapiler atau pembuluh darah berkembang pada permukaan kuning telur. Ekor embrio berangsur – angsur mulai bergerak, di ikuti oleh pergerakan badan, selanjutnya mulai memutar pada ruang perivitelin.
Menurut Sumantadinata (1981), proses pembelahan diikuti oleh perkembangan selanjutnya yang berupa proses – proses blastulasi, gastrulasi, organogenesis sampai mencapai proses penetasan (dikutip dari Baker, 1972; Lagler, 1972; Nelsen, 1953).
Mengenai proses – proses tersebut pada golongan binatang bertulang belakang, menurut Nelsen (1953) adalah sebagai berikut :
-        Cleavage            : pembelahan zigot secara cepat menjadi unit – unit sel yang lebih kecil yang disebut sebagai blastomer.
-        Blastulasi            : proses yang menghasilkan blastula, yaitu campuran sel – sel blastoderm yang membentuk rongga penuh cairan sebagai balstocoel. Pada ahkir blastulasi, sel – sel blastoderm akan terdiri dari neural, epidermal, rotochordal, mesodermal, dan entodermal yang merupakan bakal pembentukan organ – organ.
-        Gastrulasi           : proses pembelahan bakal organ yang sudah terbentuk pada saat blastulasi. Bagian – bagian yang terbentuk nantinya akan menjadi suatu organ atau suatu bagian dari pada organ.
-        Organogenesis : proses pembentukan berbagai organ tubuh. Menurut Sukra (1975), pada saat gastrulasi terjadi rentetan perpindahan bakal organ yang terbentuk pada saat blastulasi dari permukaan blastula kesebelah dalam menuju tempat – tempat yang definitive.


 











Menurut Murtidjo (2005), proses – proses setelah pembuahan terjadi adalah sebagai berikut :
a.    Proses cleavage : pembelahan zigot secara cepat menjadi unit – unit sel yang lebih kecil yang disebut sebagai blastomer.
b.    Proses Blastulasi : proses yang menghasilkan blastula, yaitu campuran sel – sel blastoderm yang membentuk rongga penuh cairan sebagai balstocoel. Pada ahkir blastulasi, sel – sel blastoderm akan terdiri dari neural, epidermal, rotochordal, mesodermal, dan entodermal yang merupakan bakal pembentukan organ – organ
c.    Proses Gastrulasi : proses pembelahan bakal organ yang sudah terbentuk pada saat blastulasi. Bagian – bagian yang terbentuk nantinya akan menjadi suatu organ atau suatu bagian dari pada organ
d.    Proses Organogenesis : proses pembentukan berbagai organ tubuh secara berturut – turut, antara lain susunan saraf, notochord, mata, somit, rongga kupffer, olfaktoni sac, ginjal, usus, subnotokhord rod, linen lateralis, jantung, aorta, ingsang, infundibulum, dan lipatan – lipatan sirip. Berbagai macam organ tersebut terbentuk dari beberapa bakal organ yang terbentuk pada waktu gastrulasi,. Organ – organ notochord, somit, jantung, ginjal, aorta, gonad, dan sirip dada berasal dari mesoderm. usus, rongga kupffer, dan subnotokhord rod berasal dari endoderm. Sedangkan ingsang, linea lateralis dan liptan – lipatan sirip berasal dari ectoderm.























2.    METODOLOGI
3.1.      Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Biologi Perikanan tentang Awal Daur Hidup antara lain :
-          Timbangan analitik         : Untuk menimbang berat tubuh ikan, memiliki ketelitian 0,01 gram.
-          Mangkok plastik             : Sebagai tempat telur saat distriping.
-          Spuit 1 ml                       : Untuk alat suntik atau menyuntikkan ovaprim + NaCl Fisiologis pada ikan lele dumbo.
-          Akuarium                       : Untuk tempat hidup telur ikan.
-          Sectio set                       : Untuk membedah ikan lele dumbo.
-          Kolam                             : Sebagai tempat hidup ikan.
-          Serbet                            : Untuk memegang ikan, agar ikan tidak stress, dan sebagai alas saat pembedahan ikan.
-          Kamera digital                : Untuk mendokumantasikan proses perkembangan telur ikan lele.
-          Aerator                           : Untuk mensuplai oksigen kedalam aquarium.
-          Thermometer                 : Untuk mengukur suhu air dalam aquarium.
-          Mikroskop                      : Untuk mengamati bentuk perkembangan telur ikan.
-          Heater aquarium            : Untuk menaikkan suhu air dalam aquarium.
-          Obyek glass                  : Untuk meletakkan telur yang akan diamati dibawah mikroskop.
-          Pipet tetes                      : Untuk membantu mengambil telur.
-          Saringan teh                   : Untuk tempat telur dalam aquarium.
-          Pisau                              : Untuk memotong ikan (kepala ikan) lele dumbo.
-          Beaker glass 400 ml      : Untuk gonad sementara.

3.2.      Bahan dan Fungsi
            Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Biologi Perikanan tentang Awal Daur hidup antara lain :
-          Induk ikan lele jantan     : Untuk diambil gonadnya.
-          Induk ikan lele betina     : Untuk diambil gonadnya.
-          Hormon ovaprim            : Untuk merangsang kematangan gonad ikan lele.
-          NaCl-Fisiologis               : Untuk mengencerkan hormon ovaprim dan menonaktifkan sperma.
-          Larutan fertilisasi            : Untuk mengaktifkan sperma.
-          Alkohol 70%                   : Untuk mengaseptiskan telur.
-          Tissue                            : Untuk mengeringkan alat-alat yang telah dicuci.
-          Aquadest                        : Untuk bahan larutan fertilisasi dan juga sebagai pengencer.
-          Air                                   : Sebagai media hidup telur dan ikan lele serta untuk mencuci alat-alat yang telah digunakan.
-          Plastik hitam (alas)        : Untuk menutup telur saat setelah stripping, atau saat sebelum dibuahi.
























3.3. Skema kerja
a) Proses penyuntikan induk ikan betina dan stripping


 
-       ditimbang berat tubuh dengan timbangan analitik (dihitung sebagai Wo)
-       disuntik dengan spuit yang berisi larutan ovaprim+Na-fis (1:2) dengan teknik intramuscular (kanan dan kiri)
-       dihitung suhu air kolam (T)
-       dihitung Latency time (selang waktu antara waktu penyuntikan dengan stripping) dengan rumus :
 








-       disediakan wadah
-       distripping
-       didapatkan telur
-       permukaan wadah ditutup dengan plastik hitam
 






b ) Proses Penyuntikan Induk Ikan Jantan dan Pengambilan Sperma








Hasil
 
 
-       ditimbang berat tubuh dengan timbangan analitik (dihitung sebagai Wo)
-       disuntik dengan spuit yang berisi larutan ovaprim+Na-fis (1:2) dengan teknik intramuscular (kanan dan kiri)
-       dimatikan dengan memotong bagian kepala ikan
-       disectio bagian perutnya
-       diambil gonadnya dan gonad dibersihkan dengan tissue
-       dimasukkan wadah dan gonad dicacah + NaCl Fisiologis secukupnya.
-       didapatkan sperma.
 
















Telur dan sperma
 
c) Proses Pencampuran Telur dengan Sperma dan Penebaran Telur yang telah Terbuahi kedalam Aquarium



 






-       ditebar dalam aquarium dan pada saringan yang telah disiapkan
-       diamati suhu dan difoto perkembangan telur pada mikroskop tiap 2 jam sampai telur menetas
-       diambil telur yang mati
-       dimasukkan dalam form dan digambar bentuk perkembangan embrio
-       dihitung Hatching rate
 


























4.    PEMBAHASAN
4.1          Analisa Prosedur
Pada pratikum Biologi Perikanan tentang Awal Daur  Hidup, langkah awal yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Selanjutnya dilakukan penuntikkan pada induk lele betina. Sebelum ikan disuntik, dilakukan penimbangan berat tubuh ikan, dengan menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,01 gram. Cara penggunaan timbangan nalitik yaitu pertama timbangan analitik disambugkan dengan listrik, kemudian dinyalakan dengan menekan tombol “ON / OFF”. Selanjutnya diletakkan nampan diatas timbangan. Agar hasil penimbangannya valid, timbangan di “nol” kan dengan menekan tombol “zero”. Hal ini dilakukan agar berat nampan tidak mempengaruhi berat ikan. Kemudian ikan ditimbang. Setelah didapatkan hasil penimbangan, dicatat sebagai data. Lalu dinatikan analitik dengan menekan kembali tombol “ON / OFF”. Hasil dari penimbangan ini digunakan sebagai larutan ovaprim + Na-Fis dengan perbading 1:2 dengan takaran ovaprim 0,5 ml dan Na-Fis 1,0 ml. Cara penyuntikkan yaitu dengan intra muscular atau lewat saluran darah di bawah sirip dorsal. Dalam satu spuit, setengah untuk menyuntik bagian kanan dan setengahnya lagi untuk bagian kiri, hal ini bertujuan agar otak kanan dan kiri merespon secara bersamaan, sehingga pematangan gonad dan kiri juga secara bersamaan. Pada penyuntikkan, saat jarum suntik ditusukkan harus dengan kemiringan  agar tidak menusuk dan merusak organ dalam ikan. Kemudian ditarik keluar sedikit agar terdapat rongga pada aliran darah. Setelah itu ditekan pangkal spuit agar cairanya masuk ke  tubuh ikan lele mengikuti aliran darah. Selanjutnya jarum dicabut pelan-pelan, dan bekas suntikan ditekan secara perlahan agar darah tidak keluar. Lalu dihitung suhu air kolam (T). Kemudian dihitung Latercy time-nya, yaitu selang waktu antar waktu penyuntikkan dengan stripping. Latercy time dapat dihitung dengan menggunakan rumus .
Selanjutnya setelah disuntik dan diketahui latency time, maka diketahui kapan ikan tersebut harus distripping. Sebelum distripping, lubang urogenital ikan dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan tissue. Kemudian dipijat atau diurut perlahan-lahan bagian perut ikan mulai bagian dari atas perut ke arah lubang genitalnya. Telur-telur yang keluar ditempatkan pada mangkok plastik kemudian ditutup dengan menggunakan plastik hitam agar telur-telur ikan tidak terkena sinar matahari yang menyebabkan pengkerutan mikrofil sehingga menyebabkan telur tidak dapat dibuahi oleh sperma.
Proses penyuntikkan pada induk jantan sama dengan proses penyuntikkan pada induk betina, tetapi dosis ovaprim yang digunakan berbeda yaitu 0,3 ml/kg berat tubuhnya. Setelah induk betina distripping, kemudian induj ajntan dimatkan dengan memotong bagian kepala. Kemudian digunting bagian perut dan dikeluarkan gonad jantan. Induk ikan jantan tidak distripping karena lubang genitalnya bergerigi. Selanjutnya gonad jantan diambil lalu dibersihkan dengan tissue agar sisa kotoran (darah), lemak ikan terserap. Lalu dicampur Na-Fis untuk menonaktifkan cairan sperma dan dicacah dengan gunting, selanjutnya diaduk hingga rata. Kemudian cairan sperma yang sudah ditambah Na-Fis, dicampurkan dengan telur lalu diaduk sampai rata. Selanjutnya dihomogenkan dengan cara menggoyang-goyanglan mengkuk. Sebelumnya ditambahkan dengan larutan fertilisasi. Fungsi larutan fertilisasi adalah mengaktifkan kembali sel-sel sperma. Larutan fertilisasi terdiri dari campuran 4 gram garam + 3 gram urea yang dilarutkan dengan aquadest sampai volumenya 1 liter. Setelah tercampur rata, larutan fertilisasi yang tersisa dibuang sehingga hanya tersisa telur dan serum. Kemudian diyambah degan aquadest agar terjadi pembuahan. Kmudian dibiarkan sejenak sampai telur kelihatan intinya.
Setelah didapatkan telur yang terbuahi, langkah selanjutnya yaitu menebarkan telur di dalam aquarium yang berisi  bagian dan pada sarinan teh untuk mengetahui Hatching Rate (HR). Telur yang ditebar pada saringan teh dihitung terlebih dahulu. Kemudian mulai mengamati suhu aquarium dengan menggunakan thermometer. Kemudian mengamati perkembangan telur dengan cara mengambil telur dengan pipet tetes dan meletakkan di atas obyak glass. Kemudian diamati dengan mikorskop dengan p-embesaran 10x pada tiap 15menit selama 1 jam, tiap 30 menit selama 1 jam dan tiap 2 jam sampai telur menetas. Selanjutnya difoto perkembangan telur tersebut dengan menggunakan kamera digital sebagai alat pengambilan gambar. Lalu diambil telur yang mati agar tidak menular pada telur yang hidup. Selanjutnya dimasukkan hasil pengamatan dalam form dan menggambarnya. Setelah itu dihitung hatching rate dengan menggunkan rumus:

           
Hal ini dapat dilakukan jika ada telur yang menetas. Kemudian dicatat hasilnya.

4.2. Analisis Data
Perkembangan Embrio
Tenggang Waktu
Waktu
Suhu
Fase Perkembangan
15 menit
15 menit
15 menit
30 menit
30 menit
30 menit
60 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
120 menit
10.15
10.30
10.45
11.00
11.30
12.00
13.00
16.00
18.00
20.00
22.00
24.00
02.00
04.00
06.00
08.00
10.00
250C
260C
260C
260C
270C
290C
300C
310C
320C
310C
290C
280C
300C
300C
310C
310C
300C
A
A
A
B
D
G
G
G
H
H
H
H
J
L
L
L
L

            Keterangan : A            = Awal Pembelahan Sel
                                  B,C,D    = Fase Morula
                                  E,F,G    = Fase Blastrula
                                  H,I,J,K   = Fase Gastrula
                                  L            = Larva

4.3.        Analisa Hasil
Dari hasil praktikum Biologi Perikanan tentang Awal Daur Hidup dididapatkan hasil praktikum pada perhitungan Hatching Rate (HR) sebesar 61,76%. Pada perkembangan telur dari hasil pengamatan kelompok 5 dalam 15 menit pertama dilakukan mulai pukul 10.15 WIB, didapatkan suhu 250C dengan fase perkembangan (A) awal pembelahan sel, 15 menit kedua pukul 10.30 WIB diperoleh suhu 260C masih tetap pada suhu 260C dengan fase morulla (B).
Pada pukul 11.00 WIB dengan suhu 270C berkembang menjadi fase morula (D). Pukul 12.00 WIB berkembang menjadi fase blastrula (G) pada suhu 290C, pada pukul 13.00 WIB dengan suhu 300C tetap pada fase blastrula (G),  pada pukul 14.00 WIB dengan suhu 310C masih tetap fase blastrula (G). Pada pukul 18.00 WIB fase berubah menjadi fase gastrula (H) dengan suhu 320C.
Pada pukul 22.00 WIB dengan suhu 290C masih tetap fase gastrula (H), pada pukul 24.00 WIB suhu menurun menjadi 280C dengan fase gastrula. Pada pukul 02.00 WIB dengan suhu 300C suhu meningkat lagi membentuk fase gastrula (J). Pada pukul 04.00 WIB pada suhu 300C sudah berkembang menjadi larva dengan hasil pengamatan embrio mulai bergerak, pada pukul 06.00 WIB. Pada pukul 08.00 WIB dengan suhu 310C dan sampai akhir pengamatan pukul 10.00WIB dengan suhu 300C talah menjadi larva dengan pergerakan yang lebih aktif.
Menurut Murtidjo (2005), proses – proses setelah pembuahan terjadi adalah sebagai berikut :
e.    Proses cleavage : pembelahan zigot secara cepat menjadi unit – unit sel yang lebih kecil yang disebut sebagai blastomer.
f.     Proses Blastulasi : proses yang menghasilkan blastula, yaitu campuran sel – sel blastoderm yang membentuk rongga penuh cairan sebagai balstocoel. Pada ahkir blastulasi, sel – sel blastoderm akan terdiri dari neural, epidermal, rotochordal, mesodermal, dan entodermal yang merupakan bakal pembentukan organ – organ
g.    Proses Gastrulasi : proses pembelahan bakal organ yang sudah terbentuk pada saat blastulasi. Bagian – bagian yang terbentuk nantinya akan menjadi suatu organ atau suatu bagian dari pada organ
h.    Proses Organogenesis : proses pembentukan berbagai organ tubuh secara berturut – turut, antara lain susunan saraf, notochord, mata, somit, rongga kupffer, olfaktoni sac, ginjal, usus, subnotokhord rod, linen lateralis, jantung, aorta, ingsang, infundibulum, dan lipatan – lipatan sirip. Berbagai macam organ tersebut terbentuk dari beberapa bakal organ yang terbentuk pada waktu gastrulasi,. Organ – organ notochord, somit, jantung, ginjal, aorta, gonad, dan sirip dada berasal dari mesoderm. usus, rongga kupffer, dan subnotokhord rod berasal dari endoderm. Sedangkan ingsang, linea lateralis dan liptan – lipatan sirip berasal dari ectoderm.
Menurut Uma (2009), faktor utam yang mempengaruhi kematangan gonad ikan didaerah bermusim empat antara lain ialah suhu dan makanan. Tetapi untuk ikan didaerah tropik faktor suhu secara relatif perubahannya tidak besar dan umumnya gonad dapat masak lebih cepat.

4.4.        Manfaat di Bidang Perikanan
Dapat mengetahui proses-proses yang terjadi mulai telur itu menetas hingga mencapai taraf tumbuh embrio, dapat ditemukan besarnya. Umur ikan, mengetahui lamanya pengeraman pada beberapa spesies ikan, mengetahui faktor yang paling berperan dalam perkembangan embrio yaitu suhu dan pH dimana bahwa pH 7,9-9,6 dan suhu 140-200C maupun pada kondisi yang paling optimum itu ikan dapat hidp dengan baik.

4.5.        Hubungan Awal Daur Hidup dengan Fekunditas
Dimana pada fase embrio sudah pasti fase untuk mengamati berjalannya fase telur setelah dibuahi sampel telur itu menjadi ikan yang sesungguhnya. Banyaknya telur ini sangat tergantung dan berhubungan dengan fekundatas karena banyaknya telur yang ada dalam tubuh induk yang akan keluar pada saat pemijahan.
Menurut Bagenal (1978) dalam Wahyuningsih dan Barus (2006), mengemukakan bahwa disamping fekunditsa mempengaruhi semua telur dari semua fekunditas mutlak ikan betina yang akan memijah, yaitu semua telur yang akan dikeluarkan dalam satu musim pemijahan. Bila diketahui struktur umum yang akan dikeluarkan dalam satu musim pemijahan. Bila diketahui struktur umum dari populasi tersebut dan jumlah masing-masing anggotanya, maka fekunditas popuasi dapat diketahui.







5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1          Kesimpulan
Dari hasil praktikum Biologi Perikanan tentang Awal Daur Hidup dapat ditarik kesimpulan :
  • Ciri Induk betina matang gonad, yaitu :
a.    perut kembeung dan lembut
b.    genital terbuka
c.    anus kemerah - merahan
  • Ciri induk jantan matang gonad, yaitu :
a.    alat kelamin meruncing dan tampak jelas
b.    warna tubuh kemerahan – merahan
c.    tubuh lebih ramping dan gerakannya lincah
  • Faktor – faktor yang mempengaruhi kematangan gonad, yaitu :
a.    internal
-        hormone yang cukup
-        umur
-        jenis kelamin
b.    eksternal
-        suhu
-        curah hujan
-        sinar matahari
  • Hormon yang mempercepat Kematangan gonad  :
a.    GnRH (Gonadotropin Realeasing Hormon)
b.    GTH (Gonadotropin)
c.    GSH (Gonade Stimulating Hormone)
  • Teknik penyuntikan pada ikan :
a.    Intramuscular : di otak
b.    Intracranial      : di otak
c.    Intraperitonial  : di perut
  • Pemijahan yaitu proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma oleh induk jantan yang diikuti dengan perkawinan.
  • Fase perkembangan embrio ikan yaitu kutub anima, selaput kapsul (chorion) selaput vitellina, ruang vetivitelina, selaput plasma, butir minyak, kutub vegetative
  • Pada pukul 10.15 – 10.45 didapatka fase pembelahan sel (A). Pukul 11.00 – 11.30 adalah fase morula. Pukul 12.00 – 16.00 adalah fase blastula. Pukul 18.00 – 24.00 adalah fase gastrula. Pukul 04.00 – 11.00 adalah larva.
  • Suhu awal sampai ahkir rata – rata adalah 260C – 310C.
  • Pada suhu tersebut dapat dikatakan fluktuasi suhu adalah stabil.

5.2          Saran
Dari hasil praktikum Biologi Perikanan tentang Awal Daur Hidup diharapkan praktikuan lebih konsentarsi terhadap jalannya praktikum sehingga dapat mengerti praktikum.




















DAFTAR PUSTAKA
Bani dn Java, 2009, Budidaya Ikan Lele. http://www.wikipedia.com/ikan-lele.htmal. diakses pada tanggal 2 <ei 2010, pukul 19.00 IB.

Feed burner, 2008. Pengertian Fekunditas. http://hobiikan.blogspot.com/ Diakses pada tanggal 20 April 2010, pukul 17.19 WIB.

Google Images, 2010, Gambar ikan lele dumbo. Diakses pada tanggal 20 April 2010, pukul 17.19 wib.

Hariati, Anik M, 2000. Diktat Pengatar Praktikum Biologi Perikanan, Universitas Brawijaya

Marlin, aqurindo, 2010. Pemijahan Buatan. http://www.marlin.aqurindo.blogspot.com. Diakses pada tanggal 6 Mei 2010, pukul 20.07 WIB

Mas Wira, 2007. http://www.google.com/maswira.blogspot.hobiikan.com. Diakses pada tanggal 3 Mei 2010, pukul 20.08 WIB.

Murtidjo, Bambang  Agus. 2005. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta

Olii, hafidz, 2003. Kajian Faktor Fisik yang Mempengaruhi Distribusi Ichtyoplankton (Awal Daur Hidup Ikan). IPB. Bogor.

Pillay, T.V.R., 1990. Aquaculture Principles and Practices. Blackwell Science Oxford.

Puspowardodo, harsono dan Abbar Siregar  Djarijah, 2006, Pembenihan dan Pembehan Ikan Lele Dumbo Hemat Air. Kanisius. Yogyakarta.

Rustidja, 1997, Kromosom Ikan Lele Dumbo Polypoid. Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya, Malang.

            , 2001, Feromon Ikan. Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya, Malang.

            , 2004, Pemijahan Buatan Ikan-ikan Daerah tropis. Bahtera Press. Malang.

Uma, La Ode, 2009. Tingkat Kematangan Gonad. http://mewordpress.com. Diakases pada tanggal 10 april 2010, pukul 10.00 WIB.
Sumantadinata, Komar, 1981. Perkembangan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia. PT. Sastra Hudaya. IKAPI.
Wahyuningsih, Hesti dan Dr. Ing Ternala Alexander Barus. 2006. Buku Ajar Ikhtiologi. Universitas Sumatera Utara.
Wordpress, 2010, Pemijahan Ikan Nilem dengan Penyuntikan Buatan. http://b.dpunsoed.wordpress.com/ Diakses pada tanggal 3 Mei 2010, pukul 17.15 WIB.




























Tidak ada komentar:

Posting Komentar