Kamis, 10 November 2011

Makalah Pengeringan


“ PENGERINGAN “

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Dasar – Dasar Pengawetan
Yang dibina oleh Ir. Titik Dwi Sulistiati, MP


 






Disusun Oleh:

ACHMAD FATHONY                      (105080301111043)
                        ADI CITRA PRABOWO                   (105080301111029)
                        AZIZAH ALI                                     (105080301111041)
                        DINAINO NABIU                             (105080301111029)
                        FITRIA PANDAN SARI                    (105080301111031)
                        INTAN RISKI FEBRISARI               (105080301111035)
                       

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
1.    PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sebagai negara yang memiliki banyak pulau, negara kita juga memiliki banyak laut yang berarti pula menghasilkan banyak ikan. Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat dalam dan bahkan luar negeri. Selain karena rasanya, ikan banyak disukai karena memberi manfaat untuk kesehatan tubuh yaitu mempunyai kandungan protein yang tinggi dan kandungan lemak yang lebih rendah dibanding sumber protein hewani lain. Namun, ikan cepat membusuk karena adanya bakteri dan enzyme jika dibiarkan begitu saja tanpa proses pengawetan. Proses pengawetan ikan yang umum dilakukan adalah dengan penggaraman, pengeringan, pemindangan,
pengasapan dan pendinginan (Handoyo et al., 2011).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), pengeringan ikan merupakan cara pengawetan ikan yang tertua. Mula – mula pengeringan hanya dilakukan dengan menggunakan panas matahari dan tiupan angin. Pada prinsipnya, pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar air pada tubujh ikan sebanyak mungkin sehingga kegiatan – kegiatan bakteri terhambat dan jika mungkin, mematikan bakteri tersebut. Tubuh ikan mengandung 56% - 80% air. Jika kandungan air ini dikurangi, bakteri mengalami kesulitan dalam metabolismenya, yaitu dalam hal melarutkan makanan. Pada kadar air 40%, bakteri sudah tidak bias aktif, bahkan sebagian sudah mati, namun sporanya masih tetap hidup. Spora ini akan tumbuh dan aktif kembali jika kadar air naik kembali. Oleh karena itu, ikan hampir selalu digarami sebelum dilakukan pengeriingan untuk menghambat pembusukan selama proses pengeringan. Itulah sebabnya ikan kering hamper selau diasosiasikan dengan ikan asin
Ikan menjadi cepat busuk dan rusak apabila dibiarkan terlalu lama diudara terbuka setelah ikan tertangkap. Proses pembusukan cepat terjadi pada ikan karena sebagian dikarenakan oleh kandungan air ikan yang mencapai 80%. Salah satu cara untuk menghambat terjadinya proses pembusukan ini adalah dengan cara pengeringan. Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan hasil perikanan yang palin mudah dan murah. Meskipun pengeringa ini dapat merubah sifat daging ikan dari sifat ketika masih segar, tetapi nilai gizi ikan cenderung tetap. Bahkan dengan berkurangnya air, prosentase protein produk meningkat (Zaelanie et al., 2004).
Pengeringan ikan sebagai salah satu cara pengawetan yang paling mudah, murah, dan merupakan cara pengawetan yang tertua. Dilihat dari segi penggunaan energy,pengeringan dengan menggunakan sinar matahari dianggap tidak memerlukan biaya sama sekali. Pengeringan akan bertambah baik dan cepat apabila sebelumnya ikan digarami dengan jumlah garam  yang cukup untuk menghentikan kegiatan bakteri pembusuk. Meskipun pengeringan itu akan merubah sifat daging ikan dan ketika sifatnya masih segar, tetapi nlai gizinya relative tetap. Kadar air yang mengalami penurunan akan mengakibatkan kandungan protein didalam bahan mengalami peningkatan (Adawyah, 2007).

1.2  Rumusan Masalah

-       Apa itu pengeringan?
-       Apakah dengan pengeringan  bahan makanan yang mudah rusak (perisable food) dapat diatasi? Mengapa?
-       Jenis pengeringan apa yang paling efektif dan efisien digunakan untuk menghambat proses pembusukan.


1.3  Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui bagaimana proses pengeringan terhadap bahan pangan tersebut dilakukan.
Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu dapat menganalisis dan mengaplikasikan proses pengeringan  yang paling efektif dan efisien dalam pengeringan bahan pangan







2.    PEMBAHASAN

2.1  Definisi Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktivitas biologi dan kimia. Pengeringan pada dasarnya merupakan proses perpindahan energy yang digunakan untuk menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Kelembapan udara pengering harus memenuhi syarat yaitu sebesar 55 – 60% (Pinem, 2004).
Menurut Hasibun (2005) bahwa bahasa pengeringan merupakan penghidratan, yang berarti menghilangkan air dari suatu bahan. Proses pengeringan atau penghidratan berlaku apabila bahan yang dikeringkan kehilangan sebahagian atau keseluruhan air yang dikandungnya. Proses utama yang terjadi pacta proses pengeringan adalah penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini dapat diberikan melalui berbagai sumber, seperti kayu api, minyak dan gas, arang baru ataupun tenaga surya.
Ditambahkan penjelasan menurut Juliana dan Somnaikubun (2008), pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan melalui penerapan energi panas. Pengeringan dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi surya (pengeringan alami) dan dapat juga dilakukan dengan menggunakan peraiatan khusus yang digerakkan dengan tenaga listrik Proses pengeringan bahan pangan dipengaruhi oleh luas permukaan bahan pangan, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap air dan sumber energi yang digunakan serta jenis bahan yang akan dikeringkan. Nilai gizi makanan yang kering akan lebih rendah jika dibandingkan dengan makanan yang segar. Pengeringan akan menyebabkan tejadinya perubahan warna, tekstur dan aroma bahan pangan. Pada umunmya bahan pangan yang diikeringkan akan mengalami pencoklatan (browning) yang disebabkan oleh reaksi-reaksi non-enzimatik. Pengeringan menyebabkan kadar air bahan pangan menjadi rendah yang juga akan menyebabkan zat-zat yang terdapat pada bahan pangan seperti protein, lemak, karbohidrat dan mineral akan lebih terkonsentrasi. Vitamin - vitamin yang terdapat dalam bahan pangan yang dikeringkan akan mengalami penurunan mutu, hal ini disebabkan karena ada berberapa vitamin yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Proses pengeringan yang berlangsung pada suhu yang sangat tinggi akan menyebabkan terjadinya case hardening, yaitu bagian permukaan bahan pangan sudah kering sekali bahkan mengeras sedangkan bagian dalamnya masih basah.


2.2  Prinsip Pengeringan
Proses pengeringan pada prinsipnya adalah proses mengurangi kadar air dalam ikan. Menurut Abdullah (2003), untuk mencegah bakteri dan enzyme bekerja dalam ikan, selain mengurangi kadar air dalam ikan, diperlukan juga pengendalian temperatur dan RH udara tempat penyimpanan ikan. Beberapa variabel yang penting dalam proses pengeringan ikan adalah: temperatur, RH dan laju aliran udara serta waktu pengeringan. Kadar air ikan bervariasi antara 50% - 80%. Untuk mengurangi aktivitas bakteri dan enzym, kadar air ikan sebaiknya dijaga dibawah 25% (Handoyo et al., 2011).
Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini, kandungan uap air udara lebih sedikit atau udara mempunyai kelembapan nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan (Adawyah, 2006).
Proses pengeringan didasari oleh terjadinya penguapan air (pengisapan air oleh udara) sebagai akibat perbedaan kandungan air produk dengan udara sekitar. Apabila kandungan uap air diudara cukup rendah berarti udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah sehingga kesempatan untuk terjadinya penguapan semakin besar. Makin tinggi perbedaan kandungan uap air di udara dengan produk, maka semakin banyak kandungan air yang dikeringkan dapat menguap karena kesanggupan udara untuk menampungnya semakin besar (Zaelanie, 2004).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), cara yang umum untuk mengeringkan ikan adalah dengan menguapkan air dari tubuh ikan, yaitu dengan menggunakan tiupan udara panas. Penguapan dimulai dari bagian permukaan, kemudian menjalar kebagian – bagian yang lebih dalam. Kecepatan penguapan atau pengeringan ditentukan oleh factor – factor sebagai berikut:
-       Kecepatan Udara, Makin cepat udara bertiup di atas ikan, makin cepat ikan menjadi kering.
-       Temperatur Udara, Makin tinggi temperature, makin cepat ikan menjadi kering.
-       Kelembapan Udara, Makin lembab udara, makin lambat ikan menjadi kering
-       Ukuran dan Tebal Ikan, Makin tebal ikan, makin lambat ikan kering. Namun makin luas permukaan ikamn, makin cepat ikan menjadi kering.
-       Arah Aliran Udara Terhadap Ikan, Makin kecil sudut antara ikan dengan arah aliran udara, makin cepat pengeringannya.
-       Sifat Ikan, Makin ikan tersebut berlemak, makin lama dan sulit pengeringannya.


2.3  Proses Pengeringan
Menurut Suwarnadwipa dan Hendra (2008) proses pengeringan merupakan proses perpindahan sejumlah massa uap air secara simultan, dengan membutuhkan energy untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan ke media pengering. Proses berpindahnya sejumlah massa uap air karena adanya perbedaan konsentrasi uap air antara suatu bahan dengan lingkungannya.
Proses pengeringan yang diperoleh dengan cara penguapan air. Cara tersebut dilakukan dengan menurunkan kelembapan nisbi udara dengan memengalirkan udara penas disekeliling bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari pada tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan itu menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara (Adawyah, 2006).
Selain perbedaan tekanan uap yang mempengaruhi proses pengeringan, menurut Setyoko et al., (2008), Proses pengeringan ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, kandungan air yang diinginkan, energi pengeringan dan kapasitas pengeringan. Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan sehubungan permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan gerakan air bahan menuju permukaan. Dan lebih lanjut, pengeringan cepat menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan sehingga air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhambat. Di samping itu, kondisi pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak bahan. Pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan dilakukan dengan mem perhatikan kontak antara alat pengering dengan alat pemanas (baik berupa udara panas yang dialirkan maupun alat pemanas lainnya). Namun demi pertimbangan-pertim bangan standar gizi maka pemanasan dianjurkan tidak lebih dari 850C.


2.4  Teknik Pengeringan
Munurut Murniyati dan Sunarman (2000), pada dasarnya, cara – cara pengeringam atau pengurangan kadar air dapat dibagi menjadi dua golongan sebagai berikut:
a.    Pengeringan Alami (natural drying)
b.    Pengeringan Buatan (artificial drying) atau Pengeringan Mekanis (mechanical drying).

2.4.1      Pengeringan Alami
a.    Pengeringan dengan Sinar Matahari
Menurut Handoyo et al., (2011), proses pengawetan yang sering dilakukan nelayan, terutama di daerah Ujung Pandang, adalah dengan pengeringan tradisional setelah dibersihkan dan digarami. Pengeringan dilakukan dengan menjemur ikan selama ± 3 hari jika cuaca cerah dan membalik-balik ikan sebanyak 4 – 5 kali agar pengeringan merata. Pengeringan tradisional ini memerlukan tempat yang luas karena ikan yang dikeringkan tidak bisa ditumpuk saat dijemur. Pada saat udara luar terlalu kering dan panas, pengeringan dapat terjadi terlalu cepat sehingga terjadi case hardening (permukaan daging ikan mengeras). Masalah lain adalah kebersihan/higienitas ikan yang dikeringkan sangat kurang karena proses pengeringan dilakukan di tempat terbuka yang memungkinkan dihinggapi debu dan lalat.
Cara tersebut memang sangat sederhana sehingga setiap orang dapat melaksanakannya bahkan tanpa alat sekalipun, dikenal dengan penjemuran. Keuntungan pengeringan dengan menggunakan sinar metahari tidak diperlukan penanganan khhusus dan mahal serta dapat dikerjakan oleh siapa saja. Namun kelemahan dari pengeringan dengan menggunakan sinarmatahari berjalan sangat lambat sehingga terjadi pembusukan sebelum menjadi kering. Hasil pengeringan pun tidak merata dan pelaksanaan tergantung oleh alam. Jarang diperoleh ikan kering yang berkualitas tinggi, selain itu memerlukan tempat yang luas dan udah terkontaminasi (Adawyah, 2007).
Di dalam pengeringan alami yang hanya memanfaatkan sinar matahari dan angin, ikan dijemur diatas rak – rak yang dipasang agak miring (±150) kearah datangnya angin, dan diletakkan di bawah sinar matahari tempat angin bebas bertiup. Angin berfungsi memindahkan uap air yang terlepas dari ikan ketempat lain, sehingga penguapan dapat berlangsung lebih cepat. Tanpa ada pergerakan udara, misalnya jika penjemuran dilakukan pada tempat tertutup dan tidak ada angin di tempat itu, maka pengerngan akan berjalan lambat. Bagitu halnya dengan intensitas sinar matahari, Intensitas sinar matahari mempengaruhi kecepatan penguapan. Penguapan berjalan lebih lambat apabila tidak ada sinar matahari (Murniyati dan Sunarman. 2000)
Menurut Zaelanie (2004), pada musim hujan, pengerigan ikan biasanya akan berjalan lebih lambat, apalgi bila tidak ada angin. Hal ini sangat merugikan karena pembusukan sering kali terjadi. Sebaliknya jika udara terlalu panas, pengeringan terlalu cepat sehingga dapat tgerjadi case hardening yaitu pengerasan permukaan tubuh ikan tetapi bagiian dalamnya masih basah. Kerugian akibat hal ini dapat di cegah dengan cara:
-       Penjemuran dilakukan ditempat yang teduh (dibawah atap)
-       Penjemuran secara periodic, misalnya ikan dijemur pada pagi sampai siang hari kemudian diangkat dan sore hari dijemur lagi.

b.    Pengeringan Rumah Kaca/Surya

Menurut Tapotubun dan fien (2008), Untuk mengetasi kontaminasi, pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan rumah pengering surya berpelidung kasa yang tembus cahayapada bagian atas sehingga pengeringan dapat berjalan dengan baik. Sedangkan untuk bagian bawah dan samping digunakan kasa berwarna gelap atau hitam sehingga panas yang masuk tidak langsung keluar tetapi terkumpul di rumah pengering sehingga proses pengeringan berlangsung lebih cepat.
Dijelaskan pula dalam penelitian Handoyo et al., (2011), proses pengeringan ikan di beberapa negara di Afrika, seperti di Negara Sao Tome and Principe, Negeria dan Congo telah menggunakan pengering surya terutama setelah adanya kampanye untuk memperhatikan kesehatan (terkait pengeringan tradisional yang kurang higienis) yang diadakan oleh kaum wanita pada akhir tahun 2001. Pengering surya mempunyai keuntungan: sederhana, biaya rendah dan tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Waktu proses pengeringan dengan pengering surya dapat berkurang sebanyak 65% dibanding pengeringan tradisional yang hanya menggunakan sinar matahari di tempat terbuka. Dengan pengering surya, ikan yang telah dikeringkan punya kualitas lebih baik dan bahkan harga jual meningkat 20% dibanding sebelumnya di Sao Tome and Principe. Pengering surya untuk ikan dapat berupa ruang kaca yang memanfaatkan efek rumah kaca (green-house effect) dan dapat pula menggunakan kolektor surya yang dihubungkan dengan ruang pengering.
Suhu dalam ruangan dapat ditingkatkan dengan penggunaan bidang warna hitam. Bidang hitam (misalnya:lembaran plastic hitam) bersifat menyerap panas lebih cepat. Lembaran plastic warna hitam ini dapat dijadikan sebagai alas rak – rak penjemur ikan dan dapat juga diletakkan di sebagian dinding. Sisi yang hitam diletakkan di bagian barat pada pagi hari dan di bagian timur pada sore hari. Pengering rumah kaca ini sangat bermanfaat dalam upaya peningkatan hygiene. Gangguan lalat, kontaminasi debu, dan kotoran dapat diminimalisasi. Manfaat lain adalah ketika musim hujan, air hujan tidak akan membasahi ikan dan kita tidak perlu memindahkan ikan ketempat yang teduh (Zaelanie et al., 2004).








2.4.2      Pengeringan Buatan
a.    Pengeringan mekanis
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), karena banyaknya kesultan- kesulitan yang didapat pada pengeringan secara alami, maka manusia telah mencoba membuat peralatan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien. Alat pengering mekanis berupa suatu ruang atau cabinet dengan udara panas yang ditiupkan didalamnya. Hal – hal pokok yang membuat pengeringan mekanis ini lebih baik daripada pengeringan alami ialah:
1.    Suhu, kelembapan, dan kecepatan angin dapat diukur
2.    Sanitasi dan hygiene dapat lebih mudah dikendalikan
Disambung penjelasan menurut Zaelanie (2004), pemanasan udara dalam pengering  mekanis (dryer) dapat dilakukan menggunakan:
·         Pipa-pipa yang berisi uap panas didalamnya
·         Logam atau batu yang dipanaskan dengan api
·         Elemen pemanas listrik
·         Pemindahan panas dengan mesin pendingin
Udara dalam dryer disirkulasikan dengan blower (kipas angin) yang terletak didalam ruangan atau di dinding. Kecepatan udara yang optimal adalh 70 – 100 m/menit. Semua iakn dalam dryer diusahakan mengalami pengeringan yang merata.
Ditambahkan menurut Adawyah (2007), cara pengeringannya yaitu udara dipanaskan kemudian dialirkan kedalam ruangan yang berisi ikan dalam rak-rak pengering melalui pertolongan kipas angin. Setelah cukup kering, ikan dikeluarkan dan diganti dengan ikan yang lainnya, demikian dilakukan terus menerus. Di Indonesia pernah dicoba alat pengering berbentuk trowongan (tunnel dryer), bentuk lemari (cabinet dryer), dan cool dryer.
Digambarkan dalam penelitian Haryanto et al., (2008) bahwa alat pengering tipe cabinet (cabinet dryer) dalam skala kecil berkapasitas 5 kg. spesifikasi alat pengering ini adalah berupa kotak bertingkat, bagian bawah utuk pengeringan dan bagian atas untuk sirkulasi pengembalian udara. Dimensi panjang kabin 190 cn, lebar 65 cm, tinggi 97 cm. Udara pengering di sirkulasikan dengan 9 buah kipas berdiameter 12 cm dengan kecepata 1,1 m/s. Udara pengering didehumidifikasikan dengan dehumifier yang dibuat dari modifikasi AC dengan kompresor 0,5 PK. Sumber pemanas menggunakan elemen lampu inframerah sebanyak 3 buah masing-masing berdaya 1500W dilengkapi dengan thermosfat. Try untuk pengeringan berukuran 40x35 cm disusun bertingkat 11 dengan jarak antar tingkat 4 cm.

b.    Pengeringan vakum
Pengeringan vakum merupakan salah satu cara pengeringan bahan dalam suatu ruangan yang tekanannya lebih rendah dibanding tekanan udara atmosfir. Pengeringan dapat berlangsung dalam waktu relatif cepat walaupun pada suhu yang lebih rendah daripada pengeringan atmosfir. Dengan tekanan uap air dalam udara yang lebih rendah, air pada bahan akan menguap pada suhu rendah (Astuti, 2008).

Ditambahkan penjelasan menurut Zaelanie et al., (2004), Ikan bisa juga dikeringakan dengan menggunakan suhu di bawah titik beku. Dalam hal ini, air dalam tubuh ikan terlebih dahulu dibekukan kemudian disublimasikan dengan bantuan pompa hampa. Jadi ikan dikeringkan dalam keadan beku hampa. Kelebihan dari metode ini adalah ikan lebih ringan karena lebih banyak air yang keluar dan tahan lama, serta proses pengeringan berjalan lebih cepat. Akan tetapi metode vakum belum bias dijalankan secara ekonomis karena alatnya yang relative mahal. Cara kerja dari pengeringan metode vakum ini sebagai berikut:
-       Ikan yang akan dikeringkan, dimasukkan kedalam ruang pengeringan.
-       Tekanan dalam ruang pengering kemudian diturunkan dengan pompa hampa kira – kira menjadi 2mmHg. Penurunan tekanan ini menyebabkan penurunan temperature sehingga ikan membeku, sebab dengan tekanan tersebut sehu menjadi -100C
-       Ikan yang beku mengalami pengeringan karena es di dalam tubuh ikan merubah menjadi uap air (menyublim) sebagai akibat tekanan yang rendah. Akhirnya ikan akan menjadi lebih ringan
-       Uap air yang terjadi masuk kedalam kondensor dan dirubah menjadi es dengan bantuan dari refrigerator

Tabel Perbedaan Pengeringan Tekanan Normal dengan Hampa Udara
Parameter
Tekanan Normal
Hampa Udara
Tekanan
Waktu
Air yang hilang
760 mmHg
146 jam
78,5%
2 mmHg
11 jam
79,2%
























3.    PENUTUP
3.1  Kesimpulan
-       Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktivitas biologi dan kimia, sehingga dapat memperlambat kerusakan bahan pangan.
-       Pada prinsipnya, pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kandungan air dari bahan.
-       Beberapa factor yang mempengaruhi kecepatan perngeringan, seperti luas permukaan ikan, ukuran ikan, kecepatan arus angin, dan wet bulb depression.
-       Teknik pengeringan secara mekanis lebih efektif, efisien, hygiene, dan tidak tergantung dengan cuaca.


3.2  Saran

Semoga dengan adanya tugas dasar pengawetan ini dengan materi pengeringan kami dapat memahami lebih luas tentang jenis- jenis pengeringan secara lebih mendalam, dan kita juga teliti dan jeli lagi dalam mengerjakan tugas ini,agar hasil yang kita peroleh lebih efektif dan lebih baik.



















DAFTAR PUSTAKA



Adawyah,M.P.Ir Rabiatul.2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. 

Astutik,Sri Mulia 2008. Teknik Pengeringan Bawang Merah Dengan Cara Perlakuan Suhu dan Tekanan Fakum. Buletin Teknik Pertanian Vol. 13 No. 2

Handoyo, Ekadewi A;  Philip Kristanto; Suryanty Alwi. 2011.Desain dan Pengujian Sistim Pengering Ikan Bertenaga Surya.Jurusan Teknik Mesin,Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra.

Hasibun Rosdaneli, 2005. Proses Pengeringan. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Sumatra Utara

Murniyati dan Sunarman. 2000.

Pinem, 2004. Rancang Bangun Alat Pengeringan Ikan Teri Kapasitas 12kg/jam. Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin. Politeknik Negeri Malang. Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol.3. No.3. 249-253

Setyoko Bambang,Senen,Seno Darmanto,  2008. Pengeringan ikan teri dengan system vakum dan paksa. Edisi XI, No 1 Pebruari 2008.
Suwarnadwipa dan Hendra. 2008. Pengeringan jamur dengan dehumidifier. Jurusan Teknik Mesimn Uiversitasa Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Bali.
Tapotubun A.M. dan Fien Soedirjo. 2008. Pengaruh Waktu Pengeringan Terhadap Kwalitas Dendeng Ikan Rucah Selma Penyimpanan. Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikananan dan Kelautan, 26 Juli 2008.
Zaelanie Kartini,MP,Rahma Nurdiani,SPi MAppSc,Ir.Sridayuti.2004. Diktat Matakuliah Teknologi Hasil Perikanan I Fakultas Universitas Brawijaya Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar