“ PENGERINGAN “
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Dasar – Dasar Pengawetan
Yang dibina oleh Ir. Titik Dwi
Sulistiati, MP
Disusun Oleh:
ACHMAD FATHONY (105080301111043)
ADI
CITRA PRABOWO (105080301111029)
AZIZAH
ALI (105080301111041)
DINAINO
NABIU (105080301111029)
FITRIA
PANDAN SARI (105080301111031)
INTAN
RISKI FEBRISARI (105080301111035)
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sebagai
negara yang memiliki banyak pulau, negara kita juga memiliki banyak laut yang
berarti pula menghasilkan banyak ikan. Ikan merupakan bahan makanan yang banyak
dikonsumsi masyarakat dalam dan bahkan luar negeri. Selain karena rasanya, ikan
banyak disukai karena memberi manfaat untuk kesehatan tubuh yaitu mempunyai
kandungan protein yang tinggi dan kandungan lemak yang lebih rendah dibanding
sumber protein hewani lain. Namun, ikan cepat membusuk karena adanya bakteri
dan enzyme jika dibiarkan begitu saja tanpa proses pengawetan. Proses
pengawetan ikan yang umum dilakukan adalah dengan penggaraman, pengeringan,
pemindangan,
pengasapan dan pendinginan (Handoyo et
al., 2011).
Menurut Murniyati dan
Sunarman (2000), pengeringan ikan merupakan cara pengawetan ikan yang tertua.
Mula – mula pengeringan hanya dilakukan dengan menggunakan panas matahari dan
tiupan angin. Pada prinsipnya, pengeringan merupakan cara pengawetan ikan
dengan mengurangi kadar air pada tubujh ikan sebanyak mungkin sehingga kegiatan
– kegiatan bakteri terhambat dan jika mungkin, mematikan bakteri tersebut.
Tubuh ikan mengandung 56% - 80% air. Jika kandungan air ini dikurangi, bakteri
mengalami kesulitan dalam metabolismenya, yaitu dalam hal melarutkan makanan.
Pada kadar air 40%, bakteri sudah tidak bias aktif, bahkan sebagian sudah mati,
namun sporanya masih tetap hidup. Spora ini akan tumbuh dan aktif kembali jika
kadar air naik kembali. Oleh karena itu, ikan hampir selalu digarami sebelum
dilakukan pengeriingan untuk menghambat pembusukan selama proses pengeringan. Itulah
sebabnya ikan kering hamper selau diasosiasikan dengan ikan asin
Ikan menjadi cepat busuk
dan rusak apabila dibiarkan terlalu lama diudara terbuka setelah ikan
tertangkap. Proses pembusukan cepat terjadi pada ikan karena sebagian
dikarenakan oleh kandungan air ikan yang mencapai 80%. Salah satu cara untuk
menghambat terjadinya proses pembusukan ini adalah dengan cara pengeringan.
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan hasil perikanan yang palin
mudah dan murah. Meskipun pengeringa ini dapat merubah sifat daging ikan dari
sifat ketika masih segar, tetapi nilai gizi ikan cenderung tetap. Bahkan dengan
berkurangnya air, prosentase protein produk meningkat (Zaelanie et al., 2004).
Pengeringan ikan sebagai
salah satu cara pengawetan yang paling mudah, murah, dan merupakan cara
pengawetan yang tertua. Dilihat dari segi penggunaan energy,pengeringan dengan
menggunakan sinar matahari dianggap tidak memerlukan biaya sama sekali.
Pengeringan akan bertambah baik dan cepat apabila sebelumnya ikan digarami
dengan jumlah garam yang cukup untuk
menghentikan kegiatan bakteri pembusuk. Meskipun pengeringan itu akan merubah
sifat daging ikan dan ketika sifatnya masih segar, tetapi nlai gizinya relative
tetap. Kadar air yang mengalami penurunan akan mengakibatkan kandungan protein
didalam bahan mengalami peningkatan (Adawyah, 2007).
1.2 Rumusan
Masalah
-
Apa
itu pengeringan?
-
Apakah
dengan pengeringan bahan makanan yang
mudah rusak (perisable food) dapat diatasi? Mengapa?
-
Jenis
pengeringan apa yang paling efektif dan efisien digunakan untuk menghambat
proses pembusukan.
1.3 Tujuan
dan Manfaat
Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui bagaimana
proses pengeringan terhadap bahan pangan tersebut dilakukan.
Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu dapat
menganalisis dan mengaplikasikan proses pengeringan yang paling efektif dan efisien dalam
pengeringan bahan pangan
2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Pengeringan
Pengeringan merupakan
proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga
dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktivitas biologi dan kimia.
Pengeringan pada dasarnya merupakan proses perpindahan energy yang digunakan
untuk menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air
tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Kelembapan udara
pengering harus memenuhi syarat yaitu sebesar 55 – 60% (Pinem, 2004).
Menurut
Hasibun (2005) bahwa bahasa pengeringan merupakan
penghidratan, yang berarti menghilangkan air dari suatu bahan. Proses
pengeringan atau penghidratan berlaku apabila bahan yang dikeringkan kehilangan
sebahagian atau keseluruhan air yang dikandungnya. Proses utama yang terjadi
pacta proses pengeringan adalah penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang
dikandung oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan
tersebut. Panas ini dapat diberikan melalui berbagai sumber, seperti kayu api,
minyak dan gas, arang baru ataupun tenaga surya.
Ditambahkan
penjelasan menurut Juliana dan Somnaikubun (2008), pengeringan adalah suatu
metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu
bahan melalui penerapan energi panas. Pengeringan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan energi surya (pengeringan alami) dan dapat juga
dilakukan dengan menggunakan peraiatan khusus yang digerakkan dengan tenaga
listrik Proses pengeringan bahan pangan dipengaruhi oleh luas permukaan bahan
pangan, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap air dan sumber energi yang
digunakan serta jenis bahan yang akan dikeringkan. Nilai gizi makanan yang
kering akan lebih rendah jika dibandingkan
dengan makanan yang segar. Pengeringan akan menyebabkan tejadinya perubahan
warna, tekstur dan aroma bahan pangan. Pada umunmya bahan pangan yang
diikeringkan akan mengalami pencoklatan (browning) yang disebabkan oleh
reaksi-reaksi non-enzimatik. Pengeringan menyebabkan kadar air bahan pangan
menjadi rendah yang juga akan
menyebabkan zat-zat yang terdapat pada bahan pangan seperti protein, lemak,
karbohidrat dan mineral akan lebih terkonsentrasi. Vitamin - vitamin yang
terdapat dalam bahan pangan yang dikeringkan akan mengalami penurunan mutu, hal
ini disebabkan karena ada berberapa vitamin yang tidak tahan terhadap suhu
tinggi. Proses pengeringan yang berlangsung pada suhu yang sangat tinggi akan
menyebabkan terjadinya case hardening, yaitu bagian permukaan bahan pangan
sudah kering sekali bahkan mengeras sedangkan bagian dalamnya masih basah.
2.2 Prinsip
Pengeringan
Proses
pengeringan pada prinsipnya adalah proses mengurangi kadar air dalam ikan.
Menurut Abdullah (2003), untuk mencegah bakteri dan enzyme bekerja dalam ikan,
selain mengurangi kadar air dalam ikan, diperlukan juga pengendalian temperatur
dan RH udara tempat penyimpanan ikan. Beberapa variabel yang penting dalam
proses pengeringan ikan adalah: temperatur, RH dan laju aliran udara serta
waktu pengeringan. Kadar air ikan bervariasi antara 50% - 80%. Untuk mengurangi
aktivitas bakteri dan enzym, kadar air ikan sebaiknya dijaga dibawah 25%
(Handoyo et al., 2011).
Dasar pengeringan adalah terjadinya
penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan
bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini, kandungan uap air udara lebih sedikit
atau udara mempunyai kelembapan nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan
(Adawyah, 2006).
Proses pengeringan didasari oleh terjadinya penguapan air
(pengisapan air oleh udara) sebagai akibat perbedaan kandungan air produk
dengan udara sekitar. Apabila kandungan uap air diudara cukup rendah berarti
udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah sehingga kesempatan untuk
terjadinya penguapan semakin besar. Makin tinggi perbedaan kandungan uap air di
udara dengan produk, maka semakin banyak kandungan air yang dikeringkan dapat
menguap karena kesanggupan udara untuk menampungnya semakin besar (Zaelanie,
2004).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), cara yang umum
untuk mengeringkan ikan adalah dengan menguapkan air dari tubuh ikan, yaitu
dengan menggunakan tiupan udara panas. Penguapan dimulai dari bagian permukaan,
kemudian menjalar kebagian – bagian yang lebih dalam. Kecepatan penguapan atau
pengeringan ditentukan oleh factor – factor sebagai berikut:
-
Kecepatan
Udara, Makin
cepat udara bertiup di atas ikan, makin cepat ikan menjadi kering.
-
Temperatur
Udara, Makin tinggi temperature, makin cepat ikan menjadi
kering.
-
Kelembapan
Udara, Makin lembab udara, makin lambat ikan menjadi kering
-
Ukuran
dan Tebal Ikan, Makin tebal ikan, makin lambat ikan kering. Namun makin
luas permukaan ikamn, makin cepat ikan menjadi kering.
-
Arah
Aliran Udara Terhadap Ikan, Makin kecil sudut antara ikan dengan arah aliran udara,
makin cepat pengeringannya.
-
Sifat
Ikan, Makin ikan tersebut berlemak, makin lama dan sulit
pengeringannya.
2.3 Proses
Pengeringan
Menurut Suwarnadwipa dan
Hendra (2008) proses pengeringan merupakan proses perpindahan sejumlah massa
uap air secara simultan, dengan membutuhkan energy untuk menguapkan kandungan
air yang dipindahkan dari permukaan bahan ke media pengering. Proses
berpindahnya sejumlah massa uap air karena adanya perbedaan konsentrasi uap air
antara suatu bahan dengan lingkungannya.
Proses
pengeringan yang diperoleh dengan cara penguapan air. Cara tersebut dilakukan
dengan menurunkan kelembapan nisbi udara dengan memengalirkan udara penas
disekeliling bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari pada
tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan itu menyebabkan terjadinya aliran
uap air dari bahan ke udara (Adawyah, 2006).
Selain
perbedaan tekanan uap yang mempengaruhi proses pengeringan, menurut Setyoko et
al., (2008), Proses pengeringan ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara
lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, kandungan air yang diinginkan,
energi pengeringan dan kapasitas pengeringan. Pengeringan yang terlampau cepat
dapat merusak bahan sehubungan permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga
kurang bisa diimbangi dengan kecepatan gerakan air bahan menuju permukaan. Dan
lebih lanjut, pengeringan cepat menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan
sehingga air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhambat. Di samping
itu, kondisi pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak bahan.
Pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan dilakukan dengan mem perhatikan
kontak antara alat pengering dengan alat pemanas (baik berupa udara panas yang
dialirkan maupun alat pemanas lainnya). Namun demi pertimbangan-pertim bangan
standar gizi maka pemanasan dianjurkan tidak lebih dari 850C.
2.4 Teknik
Pengeringan
Munurut Murniyati dan Sunarman (2000),
pada dasarnya, cara – cara pengeringam atau pengurangan kadar air dapat dibagi
menjadi dua golongan sebagai berikut:
a. Pengeringan Alami (natural drying)
b. Pengeringan Buatan (artificial drying) atau Pengeringan
Mekanis (mechanical drying).
2.4.1 Pengeringan
Alami
a.
Pengeringan
dengan Sinar Matahari
Menurut Handoyo et al., (2011), proses
pengawetan yang sering dilakukan nelayan, terutama di daerah Ujung Pandang,
adalah dengan pengeringan tradisional setelah dibersihkan dan digarami.
Pengeringan dilakukan dengan menjemur ikan selama ± 3 hari jika cuaca cerah dan
membalik-balik ikan sebanyak 4 – 5 kali agar pengeringan merata. Pengeringan
tradisional ini memerlukan tempat yang luas karena ikan yang dikeringkan tidak
bisa ditumpuk saat dijemur. Pada saat udara luar terlalu kering dan panas,
pengeringan dapat terjadi terlalu cepat sehingga terjadi case hardening
(permukaan daging ikan mengeras). Masalah lain adalah kebersihan/higienitas
ikan yang dikeringkan sangat kurang karena proses pengeringan dilakukan di
tempat terbuka yang memungkinkan dihinggapi debu dan lalat.
Cara tersebut memang sangat sederhana
sehingga setiap orang dapat melaksanakannya bahkan tanpa alat sekalipun,
dikenal dengan penjemuran. Keuntungan pengeringan dengan menggunakan sinar
metahari tidak diperlukan penanganan khhusus dan mahal serta dapat dikerjakan
oleh siapa saja. Namun kelemahan dari pengeringan dengan menggunakan
sinarmatahari berjalan sangat lambat sehingga terjadi pembusukan sebelum
menjadi kering. Hasil pengeringan pun tidak merata dan pelaksanaan tergantung
oleh alam. Jarang diperoleh ikan kering yang berkualitas tinggi, selain itu
memerlukan tempat yang luas dan udah terkontaminasi (Adawyah, 2007).
Di dalam pengeringan alami yang hanya
memanfaatkan sinar matahari dan angin, ikan dijemur diatas rak – rak yang
dipasang agak miring (±150) kearah datangnya angin, dan diletakkan
di bawah sinar matahari tempat angin bebas bertiup. Angin berfungsi memindahkan
uap air yang terlepas dari ikan ketempat lain, sehingga penguapan dapat
berlangsung lebih cepat. Tanpa ada pergerakan udara, misalnya jika penjemuran
dilakukan pada tempat tertutup dan tidak ada angin di tempat itu, maka
pengerngan akan berjalan lambat. Bagitu halnya dengan intensitas sinar
matahari, Intensitas sinar matahari mempengaruhi kecepatan penguapan. Penguapan
berjalan lebih lambat apabila tidak ada sinar matahari (Murniyati dan Sunarman.
2000)
Menurut Zaelanie (2004), pada musim
hujan, pengerigan ikan biasanya akan berjalan lebih lambat, apalgi bila tidak
ada angin. Hal ini sangat merugikan karena pembusukan sering kali terjadi.
Sebaliknya jika udara terlalu panas, pengeringan terlalu cepat sehingga dapat
tgerjadi case hardening yaitu
pengerasan permukaan tubuh ikan tetapi bagiian dalamnya masih basah. Kerugian
akibat hal ini dapat di cegah dengan cara:
-
Penjemuran
dilakukan ditempat yang teduh (dibawah atap)
-
Penjemuran
secara periodic, misalnya ikan dijemur pada pagi sampai siang hari kemudian
diangkat dan sore hari dijemur lagi.
b.
Pengeringan
Rumah Kaca/Surya
Menurut Tapotubun dan fien (2008), Untuk
mengetasi kontaminasi, pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan rumah
pengering surya berpelidung kasa yang tembus cahayapada bagian atas sehingga
pengeringan dapat berjalan dengan baik. Sedangkan untuk bagian bawah dan
samping digunakan kasa berwarna gelap atau hitam sehingga panas yang masuk
tidak langsung keluar tetapi terkumpul di rumah pengering sehingga proses
pengeringan berlangsung lebih cepat.
Dijelaskan pula dalam penelitian
Handoyo et al., (2011), proses pengeringan ikan di beberapa negara di Afrika,
seperti di Negara Sao Tome and Principe, Negeria dan Congo telah menggunakan
pengering surya terutama setelah adanya kampanye untuk memperhatikan kesehatan
(terkait pengeringan tradisional yang kurang higienis) yang diadakan oleh kaum
wanita pada akhir tahun 2001. Pengering surya mempunyai keuntungan: sederhana,
biaya rendah dan tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Waktu proses pengeringan
dengan pengering surya dapat berkurang sebanyak 65% dibanding pengeringan
tradisional yang hanya menggunakan sinar matahari di tempat terbuka. Dengan pengering
surya, ikan yang telah dikeringkan punya kualitas lebih baik dan bahkan harga
jual meningkat 20% dibanding sebelumnya di Sao Tome and Principe. Pengering
surya untuk ikan dapat berupa ruang kaca yang memanfaatkan efek rumah kaca (green-house
effect) dan dapat pula menggunakan kolektor surya yang dihubungkan
dengan ruang pengering.
Suhu dalam ruangan dapat ditingkatkan
dengan penggunaan bidang warna hitam. Bidang hitam (misalnya:lembaran plastic
hitam) bersifat menyerap panas lebih cepat. Lembaran plastic warna hitam ini
dapat dijadikan sebagai alas rak – rak penjemur ikan dan dapat juga diletakkan
di sebagian dinding. Sisi yang hitam diletakkan di bagian barat pada pagi hari
dan di bagian timur pada sore hari. Pengering rumah kaca ini sangat bermanfaat
dalam upaya peningkatan hygiene. Gangguan lalat, kontaminasi debu, dan kotoran
dapat diminimalisasi. Manfaat lain adalah ketika musim hujan, air hujan tidak
akan membasahi ikan dan kita tidak perlu memindahkan ikan ketempat yang teduh
(Zaelanie et al., 2004).
2.4.2 Pengeringan
Buatan
a.
Pengeringan
mekanis
Menurut
Murniyati dan Sunarman (2000), karena banyaknya kesultan- kesulitan yang
didapat pada pengeringan secara alami, maka manusia telah mencoba membuat peralatan
untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien. Alat
pengering mekanis berupa suatu ruang atau cabinet dengan udara panas yang
ditiupkan didalamnya. Hal – hal pokok yang membuat pengeringan mekanis ini
lebih baik daripada pengeringan alami ialah:
1.
Suhu,
kelembapan, dan kecepatan angin dapat diukur
2.
Sanitasi
dan hygiene dapat lebih mudah dikendalikan
Disambung
penjelasan menurut Zaelanie (2004), pemanasan udara dalam pengering mekanis (dryer)
dapat dilakukan menggunakan:
·
Pipa-pipa
yang berisi uap panas didalamnya
·
Logam
atau batu yang dipanaskan dengan api
·
Elemen
pemanas listrik
·
Pemindahan
panas dengan mesin pendingin
Udara dalam dryer disirkulasikan dengan blower
(kipas angin) yang terletak didalam ruangan atau di dinding. Kecepatan udara
yang optimal adalh 70 – 100 m/menit. Semua iakn dalam dryer diusahakan mengalami pengeringan yang merata.
Ditambahkan
menurut Adawyah (2007), cara pengeringannya yaitu udara dipanaskan kemudian dialirkan
kedalam ruangan yang berisi ikan dalam rak-rak pengering melalui pertolongan
kipas angin. Setelah cukup kering, ikan dikeluarkan dan diganti dengan ikan
yang lainnya, demikian dilakukan terus menerus. Di Indonesia pernah dicoba alat
pengering berbentuk trowongan (tunnel
dryer), bentuk lemari (cabinet dryer),
dan cool dryer.
Digambarkan
dalam penelitian Haryanto et al., (2008) bahwa alat pengering tipe cabinet (cabinet dryer) dalam skala kecil
berkapasitas 5 kg. spesifikasi alat pengering ini adalah berupa kotak
bertingkat, bagian bawah utuk pengeringan dan bagian atas untuk sirkulasi
pengembalian udara. Dimensi panjang kabin 190 cn, lebar 65 cm, tinggi 97 cm.
Udara pengering di sirkulasikan dengan 9 buah kipas berdiameter 12 cm dengan
kecepata 1,1 m/s. Udara pengering didehumidifikasikan dengan dehumifier yang dibuat dari modifikasi
AC dengan kompresor 0,5 PK. Sumber pemanas menggunakan elemen lampu inframerah
sebanyak 3 buah masing-masing berdaya 1500W dilengkapi dengan thermosfat. Try untuk pengeringan
berukuran 40x35 cm disusun bertingkat 11 dengan jarak antar tingkat 4 cm.
b.
Pengeringan
vakum
Pengeringan vakum
merupakan salah satu cara pengeringan bahan dalam suatu ruangan yang tekanannya
lebih rendah dibanding tekanan udara atmosfir. Pengeringan dapat berlangsung
dalam waktu relatif cepat walaupun pada suhu yang lebih rendah daripada
pengeringan atmosfir. Dengan tekanan uap air dalam udara yang lebih rendah, air
pada bahan akan menguap pada suhu rendah (Astuti, 2008).
Ditambahkan penjelasan menurut
Zaelanie et al., (2004), Ikan bisa juga dikeringakan dengan menggunakan suhu di
bawah titik beku. Dalam hal ini, air dalam tubuh ikan terlebih dahulu dibekukan
kemudian disublimasikan dengan bantuan pompa hampa. Jadi ikan dikeringkan dalam
keadan beku hampa. Kelebihan dari metode ini adalah ikan lebih ringan karena
lebih banyak air yang keluar dan tahan lama, serta proses pengeringan berjalan
lebih cepat. Akan tetapi metode vakum belum bias dijalankan secara ekonomis
karena alatnya yang relative mahal. Cara kerja dari pengeringan metode vakum ini
sebagai berikut:
-
Ikan yang akan dikeringkan, dimasukkan kedalam ruang
pengeringan.
-
Tekanan dalam ruang pengering kemudian diturunkan dengan pompa
hampa kira – kira menjadi 2mmHg. Penurunan tekanan ini menyebabkan penurunan
temperature sehingga ikan membeku, sebab dengan tekanan tersebut sehu menjadi
-100C
-
Ikan yang beku mengalami pengeringan karena es di dalam tubuh ikan
merubah menjadi uap air (menyublim) sebagai akibat tekanan yang rendah.
Akhirnya ikan akan menjadi lebih ringan
-
Uap air yang terjadi masuk kedalam kondensor dan dirubah menjadi
es dengan bantuan dari refrigerator
Tabel Perbedaan Pengeringan Tekanan Normal dengan Hampa Udara
Parameter
|
Tekanan Normal
|
Hampa Udara
|
Tekanan
Waktu
Air yang hilang
|
760 mmHg
146 jam
78,5%
|
2 mmHg
11 jam
79,2%
|
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
-
Pengeringan
merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu
sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktivitas biologi dan
kimia, sehingga dapat memperlambat kerusakan bahan pangan.
-
Pada prinsipnya, pengeringan merupakan cara pengawetan ikan
dengan mengurangi kandungan air dari bahan.
-
Beberapa factor yang mempengaruhi kecepatan perngeringan,
seperti luas permukaan ikan, ukuran ikan, kecepatan arus angin, dan wet bulb depression.
-
Teknik pengeringan secara mekanis lebih efektif, efisien,
hygiene, dan tidak tergantung dengan cuaca.
3.2 Saran
Semoga
dengan adanya tugas dasar pengawetan ini dengan materi pengeringan kami dapat
memahami lebih luas tentang jenis- jenis pengeringan secara lebih mendalam, dan
kita juga teliti dan jeli lagi dalam mengerjakan tugas ini,agar hasil yang kita
peroleh lebih efektif dan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah,M.P.Ir
Rabiatul.2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan.
Astutik,Sri
Mulia 2008. Teknik Pengeringan Bawang Merah Dengan
Cara Perlakuan Suhu dan Tekanan Fakum.
Buletin Teknik Pertanian Vol. 13 No. 2
Handoyo,
Ekadewi A; Philip Kristanto; Suryanty
Alwi. 2011.Desain dan Pengujian Sistim Pengering Ikan Bertenaga Surya.Jurusan
Teknik Mesin,Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra.
Hasibun Rosdaneli, 2005. Proses Pengeringan. Program
Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Sumatra Utara
Murniyati dan Sunarman. 2000.
Pinem, 2004. Rancang Bangun Alat Pengeringan Ikan Teri Kapasitas 12kg/jam. Staf
Pengajar Jurusan Teknik Mesin. Politeknik Negeri Malang. Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol.3. No.3. 249-253
Setyoko Bambang,Senen,Seno Darmanto, 2008. Pengeringan
ikan teri dengan system vakum dan paksa. Edisi XI, No 1 Pebruari 2008.
Suwarnadwipa dan Hendra. 2008. Pengeringan jamur dengan dehumidifier.
Jurusan Teknik Mesimn Uiversitasa Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Bali.
Tapotubun A.M. dan Fien Soedirjo. 2008. Pengaruh Waktu Pengeringan Terhadap
Kwalitas Dendeng Ikan Rucah Selma Penyimpanan. Seminar Nasional Tahunan V
Hasil Penelitian Perikananan dan Kelautan, 26 Juli 2008.
Zaelanie Kartini,MP,Rahma Nurdiani,SPi
MAppSc,Ir.Sridayuti.2004. Diktat Matakuliah
Teknologi Hasil Perikanan I Fakultas Universitas Brawijaya Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar