Sabtu, 17 Desember 2011

EDIBLE COATING dan EDIBLE FILM


EDIBLE COATING dan EDIBLE FILM


MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Teknik Pengemasan
yang dibina oleh Yunita E.P. S.Pi, MP

Disusun oleh :

Achmad Fathony                    105080301111043
Ananta Wira Pratama             105080301111047
Dinaino Nabiu                         105080301111039
                        Fahrizal Sidqi                          105080301111048
Hosnatus Hasanah                 105080301111053
Intan Rizki Febrisari                105080301111035
Nandar Hardika R                   105080301111055



FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011

1.    PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Saat ini telah ada minat baru  dalam film dimakan terbuat dari terbarukan dan alami  seperti protein, polisakarida dan lipid polimer.  Edible film polimer tidak dimaksudkan untuk benar-benar menggantikan  kemasan sintetis film dan batas kelembaban, aroma  dan lipid migrasi antara makanan dan aroma, dan lipid  migrasi antara komponen makanan, di mana tradisional kemasan tidak dapat digunakan. Film-film dapat digunakan untuk kemasan individu porsi kecil makanan, khususnya produk yang saat ini tidak individual dikemas untuk praktis alasan. Ini termasuk pir, kacang, kacang-kacangan dan stroberi. Dalam aplikasi yang sama mereka juga dapat digunakan pada permukaan makanan untuk mengontrol difusi tingkat zat pengawet dari permukaan ke bagian dari makanan. Aplikasi lain yang mungkin untuk film dimakan dapat menggunakan mereka dalam makanan multilayer (Bourtoom, 2008).
Hampir semua orang mengetahui bahwa komoditas buah-buahan dan produk hortikultur lainnya memiliki sifat khas, yaitu cepat rusak dan masih terus be~espirasi setelah dipanen kemudian akan mengalami penguraian kandungan nutrisinya. Untuk mengatasi masalah ini sudah beragam cara dilakukan, namun harnpir dapat dikatakan tidak ada yang sernpurna. Konsep dari mempertahankan
umur produk-produk hortikultura adalah dengan menghambat laju respirasi yang
terjadi untuk mencegah degradasi nutrisi-nutrisi di dalamnya. Untuk itu digunakan pelapisan di permukaan lux buah, salah satu cara yang telah banyak dikenal adalah dengan mclakukan coating. Untuk melakukan coating pada buah dan sayuran, banyak bahan alami yang dapat digunakan, misalnya dari jenis selulosa, kasein, zein, protein kedelai, dan citosan. Hampir semua orang mengetahui bahwa komoditas buah-buahan dan produk hortikultur lainnya memiliki sifat khas, yaitu cepat rusak dan masih terus be~espirasi setelah dipanen kemudian akan mengalami penguraian kandungan nutrisinya. Untuk mengatasi masalah ini sudah beragam cara dilakukan, namun harnpir dapat dikatakan tidak ada yang sernpurna. Konsep dari mempertahankan umur produk-produk hortikultura adalah dengan menghambat laju respirasi yang terjadi untuk mencegah degradasi nutrisi-nutrisi di dalamnya. Untuk itu digunakan pelapisan di permukaan buah, salah satu cara yang telah banyak dikenal adalah dengan mclakukan coating. Untuk melakukan coating pada buah dan sayuran, banyak bahan alami yang dapat digunakan, misalnya dari jenis selulosa, kasein, zein, protein kedelai, dan citosan. (Ahmad et al., 2008).
            Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas tersebut dapat dipercepat dengan adanya oksigen, air, cahaya, dan temperatur. Salah satu cara untuk mencegah atau memperlambat fenomena tersebut adalah dengan pengemasan yang tepat. Pengemasan makanan yaitu suatu proses pembungkusan makanan dengan bahan pengemas yang sesuai. Pengemasan dapat dibuat dari satu atau lebih bahan yang memiliki kegunaan dan karakteristik yang sesuai untuk mempertahankan dan melindungi makanan hingga ke tangan konsumen, sehingga kualitas dan keamanannya dapat dipertahankan (Wahyu, 2008).

1.2         Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat disusun dalam pembuatan makalah ini yaitu apa perbedaan antara edible couting dengan edible film dalam pangan dan bagaimana proses pembuatannya serta mengetahui manfaatnya.

1.3         Maksud dan Tujuan
Maksud dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui perbedaan beserta proses dari pembuatan edible coating dan film serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari hari.
Tujuan dari Pembuatan makalah ini yaitu dapat menganalisa dari masing-masing kegunaan edible coating dan edible film.


2.         PEMBAHASAN
2.1         Pengertian Edible Film dan Coating
            Film dapat diartikan sebagai lapisan tipis dari material . Biasanya tersusun dari polimer yang memungkinkan untuk menguatkan secara mekanik pada stand yang terstruktur. Tiap sheet adalah film yang tipis. Film dapat berbentuk wadah, bungkus, kapsul, kantong, atau pelindung lapisan luar selama proses di pabrik. Coating adalah bagian dari film secara langsung dimanfaatkan pada permukaan bahan material. Coating merupakan bagian terakhir dalam pengemasan produk. Edible film dan coating dihasilkan dari edible biopolimer dan food grade bahan pengawet. Biopolimer bisa dari protein polisakarida (karbohidrat) dan lemak. Edible film dan coating berpengaruh pada kualitas produk makanan. Melindungi produk dari kerusakan fisika, kimia, dan biologi. Dapat juga melindungi produk dari perpindahan kelembaban, pertumbuhan mikroba dari permukaan, induksi cahaya yang menyebabkan perubahan kimia dan oksidasi nutrisi dan sebagainya (Han,2005)
            Edible biodegradable polymer film atau edible film adalah lapisan tipis yang menyatu dengan bahan pangan, layak dimakan dan dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Komponen edible film dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu hidrokoloid, lipid, dan komposit. Kelompok hidrokoloid meliputi protein, alginat, pektin, pati, derivat selulosa dan polysacharida lain (Lalopua,2003).
            Edible film adalah lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi produk (coating) atau diletakkan diantara komponen produk yang befingsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa (misalnya uap air, gas, zat terlarut, cahaya) dan untuk meningkatkan penanganan suatu makanan (Ahmed et al.,2008)
            Edible film berbentuk lapisan tipis yang dapat dikonsumsi, lapisan pada makanan atau diletakkan sebagai penghalang antara makanan dan lingkungan sekitar. Selama 10 tahun penelitian tentang edible film dan coating pada makanan  yang dilakukan oleh ahli pangan karena tingginya permintaan kebutuhan konsumen terhadap daya awet dan kualitas yang baik dari makanan yang segar. Contoh yang umum dari pengemasan edible adalah sosis daging yang tidak perlu dibuang bungkusnya  ketika dimasak dan dimakan. Film seperti itu dapat melindungi makanan secara mekanik, mencegah kontaminasi dari mikroorganisme, mencegah turunnya kualitas makanan karena perpindahan massa (misal kelembaban, gas, rasa,dan lain-lain). Edible film dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan komponennya yaitu : hidrokoloid (mengandung protein, polisakarida atau alginat), lemak (asam lemak,acylgliserol atau lilin) dan kombinasi (dibuat dengan menyatukan kedua substansi dari dua kategori) (Skurtys et al.,2011).
            Menurut Colla,et al., (2006), edible coating telah lama diketahui untuk melindungi produk yang perishable food dari kerusakan seperti dehidrasi, tekanan, merubah kualitas tekstur, mencegah penguapan komponen, dan mengurangi pertumbuhan mikroba. Aplikasi dari edible coating pada buah seperti stroberi dapat menjadi metode alternatif untuk menambah masa setelah panen, mengurangi kehilangan perubahan kualitas dan kuantitas, dan juga bisa mendapatkan efek yang sama seperti penyimpanan modifikasi atmosfer dengan komposisi gas.

2.2          Bahan Pembuatan Edible Coating dan Edible Film
Selama kurun waktu terakhir ini, bahan pengemas makanan yang berasal dari plastik banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena plastik memiliki berbagai keunggulan seperti fleksibel, mudah dibentuk, transparan, tidak mudah pecah dan harganya yang relatif murah. Namun, polimer plastik juga mempunyai berbagai kelemahan yaitu sifatnya yang tidak tahan panas, mudah robek dan yang paling penting adalah dapat menyebabkan kontaminasi melalui transmisi monomernya ke bahan yang dikemas. Kelemahan lainnya dari plastik adalah sifatnya yang tidak dapat dihancurkan secara alami (non-biodegradable), sehingga menyebabkan beban bagi lingkungan). Oleh karena itu, mulai dikembangkanlah pengemas bahan organik yang memiliki sifat mirip plastik namun bersifat biodegradable, dapat langsung dimakan misalnya pengemas makanan edible (Prasetyaningrum,et al., 2010).
Umumnya film yang dibuat dari hidrokoloid memiliki sifat mekanis yang baik, namun tidak efisien sebagai penahan uap air karena bersifat hidrofil. Untuk mengatasi hal tersebut pada pembuatan edible film sering ditambahkan bahan plasticizer. Plastik edible yang dibentuk dari polimer murni bersifat rapuh sehingga digunakan plastisizer untuk meningkatkan fleksibilitasnya. Selama waktu penyimpanan maupun penggunaannya, plastik edible dapat mengalami perubahan sifat, dan tidak diharapkan berlangsung cepat. Sifat mekanik ini dipengaruhi oleh lama penyimpanan plastik edible.
Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud untuk memperlemah kekakuan dari polimer sekaligus meningkatkan fleksibilitas polimer. Plasticizer yang digunakan dapat diambil dari golongan poliol. Sorbitol merupakan salah satu golongan poliol selain gliserol dan manitol. Sorbitol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kelebihan mampu untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekuler sehingga baik untuk menghambat penguapan air dari produk, dapat larut dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer, tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya murah dan bersifat non toksik (Astuti, 2011).

2.3          Cara Pembuatan Edible Coating
Terbuat dari zein merupakan protein terkecil, seperti kolagen dan gelatin,digunakan secara komersial pada edible counting. Pembungkusan zein di gunakan dengan O2, lemak, dan mostuire dinding dari kacang,permen konveksioner dan makanan lain. Proses zein terdiri dari 3 tahap. Tebung zein di larutkan pada suhu hangat, aquaeus etil alkohol atau isopropanol. Plasti seperti propilene glikol atau gliserin di tambahkan untuk meningkatkan Fleksibelitas counting. Produk akan di bungkus dalam penyemprotan dengan brush Zein-plasticizer solution. Anto oksidan seperti BHT atau BHA ditambahkan pada oksidasi lipid, dan minyak sayur untuk menahan sinar. Proses counting di bentuk untuk produk pada permukaan pelarut yang menguap (Han,2005).
Prosedur pembuatan chitosan dan pembuatan larutan chitosan adalah sebagai berikutt : larutan kitosan dengan konsentrasi 0,25% dibuat dengan cara yaitu pertama-tama ditimbang kitosan yang masih dalam bentuk serpihan sebanyak 25 gram, lalu dilarutkan dengan asam asetat 1% sampai larutan tersuspensi dan kemudian ditambahkan aquades hingga volumenya mencapai 10 L. Untuk prosedur pelapisan chitosan, pindang ikan layang dan ikan manyung asap dilapisi dengan larutan kitosan yang telah dibuat. Larutan kitosan tersebut akan membentuk edible coating. prosedur pelapisannya adalah sebagai berikut :
1. Membuat larutan kitosan dengan konsentrasi 0.25%.
2. Setelah proses pemindangan selesai, selanjutnya ikan pindang dicelupkan ke dalam larutan kitosan(0,25%) selama 1 menit kemudian ditiriskan. 
3. Dilakukan pengujian mutu yang meliputi uji Organoleptik
Dewasa ini, mulai digalakkan penggunaan edible film dari bahan alami seperti rumput laut. Pada sebuah penelitian, diketahui kandungan karagenan pada rumput laut Eucheuma cottonii sekitar 61,52%. Karaginan adalah hidrokoloid yang potensial untuk dibuat edible film karena sifatnya yang dapat membentuk gel, stabil, serta dapat dimakan. Penelitian penggunaan rumput laut telah dilakukan pada pembuatan edible film dari komposit karagenan, tepung tapioka dan lilin lebah, adapun perlakuan terbaiknya yaitu konsentrasi karagenan sebesar 2%, tepung tapioka 0,3% dan lilin lebah 0,3%. Penelitian lainnya dilakukan pelapisan melon menggunakan edible film dari pati ubi kayu dengan penambahan sorbitol sebagai zat pemlastis. Konsentrasi pati ubi kayu 4% dan sorbitol 5% menghasilkan mutu edible film yang baik untuk pelapisan buah. Sedangkan penelitian mengenai pengolahan Eucheuma cottonii menjadi tepung ATC (Alkali Treated Carrageenophyt) dengan jenis dan konsentrasi larutan alkali yang berbeda telah dilakukan, perlakuan terbaik dengan cara perebusan didalam larutan KOH 10%.

2.4          Cara Pembuatan Edible Film
Plastik dan bahan edible lain di kombinasikan dengan film-Forming biopolimer untuk modifikasi properti fisikal atau fungsional pada film.Film tersusun secara mekanisme dari biopolimer seperti intermolekular seperti ikatan kovalen (disufida dan rantai silang) dan elektrostastik hidrofobik atau ion interaksi. Produser fabrikasi mengindikasikan susunan film secara mekanisme dibentuk dalam fabrikasi pada proses pengemasan makanan, yaitu pH modifikasi, penambahan garam, pemanasan modifikasi enzimatik, pengeringan menggunakan pelarut makanan bertingkat, dan penambahan bahan kimia lainnya (Han,2005).
Edible film dari buah diproduksi oleh McHugh. Edible film dibuat dari apel dan perbedaan jumlah dari asam lemak, alkohol, madu dan minyak sayur. Fungsinya sebagai mencegah kehilangan oksigen pada kelembaban yang rendah dan sedang. Juga mengurangi reaksi browning, dari kehilangan kelembaban dan mengatur rasa dari potongan apel. Ini bisa digunakan untuk coating pada walnut, almond, dan produk roti (Ghasemzadeh et al.,2008)
Dewasa ini, mulai digalakkan penggunaan edible film dari bahan alami seperti rumput laut. Pada sebuah penelitian, diketahui kandungan karagenan pada rumput laut Eucheuma cottonii sekitar 61,52%. Karaginan adalah hidrokoloid yang potensial untuk dibuat edible film karena sifatnya yang dapat membentuk gel, stabil, serta dapat dimakan. Penelitian penggunaan rumput laut telah dilakukan pada pembuatan edible film dari komposit karagenan, tepung tapioka dan lilin lebah, adapun perlakuan terbaiknya yaitu konsentrasi karagenan sebesar 2%, tepung tapioka 0,3% dan lilin lebah 0,3%. Penelitian lainnya dilakukan pelapisan melon menggunakan edible film dari pati ubi kayu dengan penambahan sorbitol sebagai zat pemlastis. Konsentrasi pati ubi kayu 4% dan sorbitol 5% menghasilkan mutu edible film yang baik untuk pelapisan buah. Sedangkan penelitian mengenai pengolahan Eucheuma cottonii menjadi tepung ATC (Alkali Treated Carrageenophyt) dengan jenis dan konsentrasi larutan alkali yang berbeda telah dilakukan, perlakuan terbaik dengan cara perebusan didalam larutan KOH 10%.

2.5         Kelebihan dan Kekurangan Edible Film dan Coating
Anti Microbial film/coating/packaging material mempunyai efektivitas memperlama fasa lag adaptasi dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat memperpanjang umur simpan dan menjaga kualitas dan keamanan produk terkemas. Anti microbial film/coating/packaging adalah penyederhanaan dari proses pengemasan (Ahmed et al.,2008).
Keuntungan Edible film dan Coating diantaranya yaitu:
-        Penggunaan edible memberikan keuntungan lingkungan, serta keuntungan biaya dan kenyamanan, lebih konvensional sistem kemasan sintetis.
-        Penggabungan pengawet menjadi film yang dapat dimakan dan coating untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba permukaan dalam makanan sedang dieksplorasi. Komposisi Film adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi difusivitas dari preservatices dalam film sehingga dapat dimakan.
-        Edible film dan coating telah menunjukkan potensi untuk mengendalikan transfer kelembaban, oygen, lipid, aroma, dan rasa senyawa dalam sistem makanan, dengan hasil peningkatan kualitas makanan
-        Tergolong dalam kemasan yang lebih murah dibandingkan dengan kemasan yang lainnya misalnya dibadingkan dengan plastic.
-        Edible coating dapat menyediakan perlindungan untuk produk segar dan dapat juga memberikan efek yang sama dengan modified atmosphere storage menyesuaikan dengan komposisi gas internal. Keberhasilan edible coating untuk buah tergantung pada penilihan filmat au coating yang memberikan komposisi gas internal dikehendaki yang sesuai untuk produk tertentu.
-        Edible film yang dibuat dari hidrokoloid merupakan barrier yang baik terhadap transfer oksigen, karbohidrat, karbon dan lipid. Kebanyakan dari film hidrokoloid memiliki sifat yang baik sehingga sangat baik dijadikan bahan pengemas.
-        Film hidrokoloid umumnya mudah larut dalam air sehingga sangat menguntungkan dalam penggunaannya.
                                                                         

2.6          Perbedaan Edible Film dan Coating
Tidak ada perbedaan yang jelas antara edible film dan edible coating. Biasanya edible coating langsung digunakan dan dibentuk diatas permukaan produk sedangkan edible film dibentuk secara terpisah (contoh: kantung tipis) barus digunakan untuk mengernas produk (Ahmed et al.,2008).
Keprihatinan atas pencemaran lingkungan dari bahan kemasan telah menyebabkan penelitian ke dalam film dapat dimakan atau biodegradable untuk kemasan makanan umum dan film yang dapat digunakan untuk melapisi buah segar untuk mengendalikan laju respirasi. Contoh bahan pembentuk dimakan termasuk zein jagung (sebuah prolamine berasal dari gluten jagung), gluten gandum, protein kedelai, protein kacang, protein cottconseed, kasein, protein susu wey, alginat, dan kolagen (Gontard et al., 1992a, 1992b, dan 1993 dan Baldwi, 1990). Kolagen casing untuk produk daging pada dari film pertama. rincian dan coating pelapis dimakan dimakan aktif, termasuk gusi, lilin, minyak, resin, dan karbohydrate berbasis pelapisan diberikan oleh sejumlah penulis, termasuk Arvanitoyannis dan Gorris (1999), Guilbert and Gontard (1995), Baldwin (1994 dan 1999) dan Debeauford et al. (1998) (Fellows, 2003).


3.   KESIMPULAN
3.1          Kesimpulan
Dari makalah mengenai edible coating dan film dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
-                    Kemasan adalah suatu wadah yang digunakan untuk melindungi suatu produk, contohnya edible,plastic, karton dan lain-lain
-                                Edible biodegradable polymer film atau edible film adalah lapisan tipis yang menyatu dengan bahan pangan, layak dimakan dan dapat diuraikan oleh mikroorganisme.
-                    Edible coating telah lama diketahui untuk melindungi produk yang perishable food dari kerusakan seperti dehidrasi, tekanan, merubah kualitas tekstur, mencegah penguapan komponen, dan mengurangi pertumbuhan mikroba.
-                    Untuk mengatasi hal tersebut pada pembuatan edible film sering ditambahkan bahan plasticizer
-                    Bahan baku dari edible bisa berasal dari rumput laut, alginate atau getah ganggang coklat dan limbah udang
-                    Plastik dan bahan edible lain di kombinasikan dengan film-Forming biopolimer untuk modifikasi properti fisikal atau fungsional pada film
-                    Penggabungan pengawet menjadi film yang dapat dimakan dan coating untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba permukaan dalam makanan sedang dieksplorasi. Komposisi Film adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi difusivitas dari preservatices dalam film sehingga dapat dimakan.
-                    Tidak ada perbedaan yang jelas antara edible film dan edible coating. Biasanya edible coating langsung digunakan dan dibentuk diatas permukaan produk sedangkan edible film dibentuk secara terpisah (contoh: kantung tipis) barus digunakan untuk mengernas produk





3.2          Saran
Dari makalah ini sebaiknya untuk edible film dan edible coating lebih dikembangkan sehingga edible film dan edible coating dapat labih aman bagi konsumen untuk di konsumsi dan dapat memberikan nilai nutrisi yang lebih bagi produk untuk di konsumsi konsumen.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,Shafeeg;Ade Nurisman;Wahyu Fitrianto; Arif Rahman Hakim; dan Nur Hidayat. Edible Coating Dari Gel Lidah Buaya Sebagai Alternatif Bahan Untuk Mempertahankan Mutu Produk Dengan Aplikasi Spray. Laporan akhir PKM-P.IPB:Bogor.
Astuti, Arin Widya. 2011. Pembuatan Edible Film Semirefine Carrageenan (Kajian Konsentrasi Tepung ARC dan Sorbitol)

Bourtoom,T. 2008. Review Article Edible films and coatings: characteristic and properties. International Food Research Journal 15 (3):237-248(2008).

Colla,E;P.J.A Sobral; and F.C.M Menegalli. 2006. Effect Of Composite Edible Coating From Amaranthus Cruentus Flour And Stearic Acid On Refrigerated Strawberry (Fragaria Ananassa) Quality. 36:249-254 (2006).
Fellow. P . 2003. Food Processing Technology. New York : Whoodhead Publishing Limited

Ghasemzadeh,Raheleh;Ahmad Karbassi; dan Hamid Bahador Ghoddousi.2008. Application Of Edible Coating For Improvement Of Quality And Shelf-Life Of Raisins.World Applied Sciences Journal 3(1):82-87,2008.

Han, Jung H.2005. Innovations in Packaging. Food Science and Technology, International Series.

Irianto, Eko Harianto;Muhammad Darmawan; dan Endang Mindarwati.2006. Pembuatan Edible Film Dari Komposit Karaginan, Tepung Tapioka Dan Lilin Lebah (Beeswax). Jurnal pascapanen dan bioteknologi kelautan dan perikanan Vol 1 No.2, Desember 2006.

Lalopua,Vonda M.N.2004. Pembuatan Edible Film Kalsium Alginat dari Sargassum sp. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan. Vol.3, No.1, Januari 2004:35-40.

Skurtys;O. Acevedo; Cpedreschi; F.Enrione;J.Osorio; dan F.Aguilera.2011. Food Hydrocolloid Edible Films and Coatings. Universidad de Santiago de Chile.

Swastawati,Fronthea;Ima Wijayanti;dan Eko Susanto.2008. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Menjadi Edible Coating Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Universitas Diponegoro. Volume 4 No.4, Desember 2008.

Wahyu,Maulana Karnawidjaja.2008.Pemanfaatn Pati Singkok Sebagai Bahan Baku Edible Film. Keunggulan dan Penguasaan IPTEKS. Djarum.

2 komentar:

  1. thx gan sangat membantu... :)

    BalasHapus
  2. muakkkk dengan musicnya,,,alangkah bagusnya jika musicnya bisa di atur untuk diam

    BalasHapus