SISTEM BUDIDAYA PERAIRAN
Oleh :
Achmad Fathony (105080301111043)
Ahmad Abdullah Atapukan (105080301111018)
Ananta Wira Pratama (105080301111047)
Intihad Wathoni (105080313111023)
Rizky Fadjar Mucharrom (105080301111011)
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
I.
SISTEM BUDI DAYA
A. SISTEM BUDI DAYA INTENSIF
Menurut
Reza (2011), Pola pengelolaan usaha budidaya perairan intensif banyak
diterapkan pada budidaya air tawar dan tambak. Teknologi budidaya intensif
ditandai dengan:
·
Petak
tambak/kolam untuk pemeliharaan yang lebih kecil. Luas petak tambak untuk
budidaya udang dan bandeng antara 0,2-0,5 ha, walaupun ada pada petak yang
luasnya 1,0 ha yang dikelola secara intensif
·
Persiapan
lahan untuk pemeliharaan (pengelolaan tanah dan perbaikan wadah budidaya) dan
penggunaan sarana produksi (kapur, pupuk, dan bahan kimia) menjadi sangat
mutlak dibutuhkan.
·
Biota
budidaya bergantung sepenuhnya pada pakan buatan atau pakan yang diberikan
secara teratur.
·
Penggunaan
sarana budidaya untuk mendukung usaha budidaya, seperti pompa dan aerator.
·
Produksi
(hasil panen) sangat tinggi. Pada budidaya ikan bandeng dan udang windu di
tambak mencapai > 4 ton/ha/musim tanam.
Wadah budidaya untuk penerapan sistem
budidaya intensif ialah kolam air mengalir, kolam air deras, kolam bulat,
tambak, keramba, sangkar,dan KJA. Teknologi budidaya intensif adalah teknologi
yang cukup maju dalam budidaya perairan. Namun, bukan berarti penerapan
budidaya intensif tanpa masalah. Pada budidaya udang (Panaeus sp.), teknologi
ini telah menimbulkan masalah lingkungan pesisir yang cukup serius, baik karena
ketidaksesuaian lahan maupun karena usaha petambak yang terus menggenjot
produksi tanpa memikirkan daya dukung lingkungan. Budidaya udang di
negara-negara di Asia telah menimbulkan kerusakan ekosistem mangrove dan
pencemaran perairan pesisir yang parah karena penerapan teknologi budidaya
intensif tanpa pertimbangan dampak yang ditimbulkannya.
Umumnya tambak-tambak yang mengalami
kehancuran adalah tambak yang dikelola secara intensif, sedangkan tambak yang
dikelola secara ekstensif dan semi-intensif masih dapat berproduksi. Tambak
intensif menghasilkan limbah yang “luar biasa” berasal dari pakan. Kebutuhan
pakan buatan yang bisa mencapai 60% alokasi biaya oprasional tambak intensif
adalah pemasok terbesar bahan organik di tambak. Pakan yang sebagian besar
berupa bahan organik (terutama organik C dan N) akan membanjiri tambak dengan
bahan organik berupa senyawa nitogen sebesar 93%. Selebihnya, sisa senyawa
nitrogen yang 2% berasal dari pupuk serta bahan lain yang terbawa air dan masuk
petakan sebesar 5%. Begitu juga dengan fosfor (P), masukan fosfor terbesar di
tambak adalah pakan sekitar47%, sedangkan sisanya dari pupuk sebesar 37%, air
sekitar 2%, dan dari sumber lainnya tidak lebih dari 17%. Limbah dari sisa
pakan dan fese biota budidaya, baik yang terakumulasi di dasar perairan maupun
larut dalam air, dapat menimbulkan pencemaran serta berdampak buruk terhadap
ekosistem tersebut. Pada budidaya kerang/tiram yang menggunakan tonggak disuatu
daerah telah mengakibatkan akumulasi lumpur dan erosi pada dasar perairan.
B. SISTEM BUDI DAYA EKSTENSIF
Pengelolaan
usaha budidaya perairan sistem ekstensif atau tradisional sangat sederhana, dan
padat penebaran yang rendah. Pada budidaya bandeng (Chanos chanos) di
tambak misalnya, nener (benih bandeng) ditebar dengan kepatan 3.000-5.000
ekor/ha atau 0,3-0,5 ekor/m². Dengan padat penebran tersebut dipanen ikan
bandeng 300-1000 kg/ha/musim. Padat penebaran yang rendah juga diterapkan pada
kolam air tawar. Di air tawar, petani ikan menangkap berbagai jenis ikan di
perairan umum (sungai, danau, waduk, atau rawa-rawa), kemudian dipelihara di
berbagai wadah pembesaran (kolam, keramba, sangkar, dan lain-lain). Biota yang
ditebar terdiri atas berbagai jenis dan padat penebaran yang rendah.
Pertumbuhan ikan bergantung pada kesuburan perairan. Sewaktu-waktu petani
memberi makanan tambahan berupa sisa-sisa dapur pada ikan peliharannya.
PolaPengelolaan
|
PadatPeebaran/m²
|
PadatPenebaran/ha
|
Produksi(kg/ha/Musim)
|
EkstensifEkstensif Plus
Semi Intensif
Intensif
|
0,3-0,50,5-0,8
1-2
3-5
|
3.000-5.0005.000-8.000
10.000-20.000
40.000-50.000
|
300-1.0001.000-2.000
2.000-3.000
4.000-5.000
|
Karena produktivitas yang rendah, maka
dilakukanlah perbaikan pengelolaan. Perbaikan kolam dan tambak pemeliharaan
dilakukan sehingga sehingga memungkinkan pergantian air yang lebih baik.
Sebelum dilakukan penebaran benih, dilakukan pengolahan tanah, seperti
pembajakan, pengapuran, dan pemupukan untuk meningkatkan jumlah pakan alami. Pengelolaan
budidaya sistem ekstensif plus atau tradisional plus adalah perbaikan dari
sistem ekstensif. Pada sistem ekstensif, biota budidaya yang dipelihara dalam
kolam, tambak, atau wadah lainnya bergantung sepenuhnya pada pakan alami. Tidak
ada kegiatan lain yang dilakukan oleh pembudidaya setelah menebar atau
memasukkan benih ke dalam wadah pemeliharaan. Pada sistem ekstensif plus,
sekalipun biota budidaya masih bergantung pada pakan alami, pumbudidaya telah
melakukan beberapa kegiatan untuk membantu penyedian pakan alami sehingga
memungkinkan ditingkatkan padat penebaran (Omtimo,2011).
C. SISTEM BUDI DAYA SEMI INTENSIF
Menurut Zeni (2011),
Pola pengelolaan usaha budi daya perairan semi-intensif merupakan perbaikan
dari pola eksensif plus sehingga sering disebut pola ekstensif yang diperbaiki.
Penerapan pola semi -intensif dicirikan dari beberapa faktor:
1. Petak (pada tambak) pemeliharaan
biota lebih kecil dibandingkan pada pengelolaan ekstensif dan ekstensif plus
2. Padat penebaran lebih tinggi. Pada
ikan bandeng antara 1-2 ekor/m2, sedangkan pada udang windu antara 5-20 ekor/m2
3. Kegiatan pengelolaan wadah
pemeliharaan semakin banyak. Pada tambak, kegiatan dimulai dari pengelolaan
tanah, pengapuran,dan pemupukan. Selama pemeliharaan, biota budi daya juga
diberikan pakan buatan dan tambahan secara teratur, 1-2 kali/hari.
4. Pengantian air dilakukan 5-20%
setiap hari (tabel dibawah)
Perbandingan Pola Pengelolaan Pada
Budidaya Udang di Tambak
Variable
|
Ekstensif
|
Semi-Intensif
|
Intensif
|
Luas petakan (ha)Padat tebar
(ekor/m²)
Pakan
Volume ganti air (%/hari)
|
>1<5
alami + tambahan
bergantung
|
0,5-1,05-20
Buatan + tambahan
5-20
|
0,2-0,5>20
Buatan
5-30
|
Sistem pengelolaan semi-intensif
merupakan teknologi budi daya yang dianggap cocok untuk budi daya udang di
tambak di Indonesia karena dampaknya terhadap lingkungan relatif lebih kecil.
Selain kebutuhan sarana dan prasarana produksi yang jauh lebih murah
dibandingkan tambak intensif, yang lebih pokok dari sistem semi-intensif ini,
yaitu memberikan kelangsungan produksi dan usaha dalam jangka waktu yang lebih
lama. Manajemen pengelolaan tambak semi-intensif tidak serumit tambak intensif.
Itu karena padat penebaran benur/benih yang tidak terlalu tinggi dan kebutuhan
pakan yang tidak sepenuhnya mengandalkan pakan buatan. Penurunan kualitas air
juga tidak sedrastis tambak intensif. Itu terjadi karena akibat dari penumpukan
limbah organik yang berasal dari sisa-sisa pakan dan kotoran udang. Sisa-sisa
dan kotoran semakin menumpuk sejalan dengan aktifitas budi daya. namun, pada
tambak semi-intensif, kualitas air masih bisa dipertahankan dalam kondisi yang
cukup baik hingga menjelang panen.
D. SISTEM BUDI DAYA PADAT PENEBARAN
Padat
penebaran merupakan faktor penting karena terkait dengan sistem pengelolaan.
Semakin tinggi padat penebaran, semakin banyak pula kegiatan yang dilakukan
oleh pengelolaannya. Peningkatan padat penebaran dimaksudkan untuk meningkatkan
produksi dan pemanfaatan lahan secara optimal. Namun, peningkatan padat
penebaran tidak serta-merta bisa dilakukan begitu saja tanpa memperhitungkan
daya dukung (carrying capacity) lahan. Daya dukung lahan bisa
ditingkatkan dengan input teknologi, tetapi harus selalu mempertimbangkan
dampak-dampak yang ditumbulkannya. Hal ini penting, karena usaha budi daya
perairan juga harus mampu mengendalikan dampak yang ditimbulkannya. Dalam budi
daya perairan, dikenal pengelolaan ektensif (tradisional), ekstensif plus
(tradisional plus), semi-intensif, intensif, dan superintensif ( Omtimo,2011).
II.
SISTEM
MANAJEMEN BUDI DAYA PERAIRAN
Menurut Zeni (2011),
beberapa kegiatan untuk mengelola budidaya dengan metode ramah lingkungan dapat
dilakukan melalui:
1. Sistem resirkulasi tertutup yang bertujuan agar metabolit dan bahan toksik tidak mencemari lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan sistem filter sebagai berikut:
1. Sistem resirkulasi tertutup yang bertujuan agar metabolit dan bahan toksik tidak mencemari lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan sistem filter sebagai berikut:
a.
Sistem filter biologi dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri nitrifikasi,
alga, atau tanaman air untuk memanfaatkan amonia atau senyawa organik lainnya.
b.
Sistem penyaringan non-biologi, dapat dilakukan dengan cara fisika dan kimia
terhadap polutan yang sama.
2.
Pemanfaatan mangrove untuk menurunkan kadar limbah budidaya udang, merupakan
suatu cara bioremediasi dalam budidaya udang sistem tertutup .
3. Penggunaan bakteri biokontrol atau probiotik untuk mengurangi penggunaan antibiotik sehingga pencemaran di perairan dapat dikurangi .
4. Dengan cara transgenik, yaitu menggunakan gene cecropin yang diisolasi dari ulat sutera Bombyx mori. Udang transgenik yang mengandung rekombinan cecropin akan mempunyai aktivitas litik tinggi terhadap bakteri patogen pada udang .
3. Penggunaan bakteri biokontrol atau probiotik untuk mengurangi penggunaan antibiotik sehingga pencemaran di perairan dapat dikurangi .
4. Dengan cara transgenik, yaitu menggunakan gene cecropin yang diisolasi dari ulat sutera Bombyx mori. Udang transgenik yang mengandung rekombinan cecropin akan mempunyai aktivitas litik tinggi terhadap bakteri patogen pada udang .
III.
PENGELOLAAN
SISTEM BUDI DAYA PERAIRAN
Menurut
Zeni (2011), manajemen / pengelolaan sistem budidaya perikanan pada dasarnya pengelolaan sistem budidaya perikanan dibagi
kedalam beberapa bagian garis besar, yaitu :
1. Pengelolaan kolam
Pengelolaan kolam termasuk didalamnya yaitu persiapan kolam, jenis / tipe konstruksi kolam, keadaan topografi, iklim, sarana dan prasarana penunjung kolam lainnya
2. Pengelolaan kualitas air
Pengelolaan kualitas air termasuk didalamnya yaitu kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam air, oksigen, karbondioksida, amoniak, suhu, lumpur, dll
3. Pengelolaan ikan (Pengelolaan Induk, pengelolaan benih)
4. pengelolaan pakan (jenis pakan, cara pemberian pakan)
5. pengelolaan penyakit (jenis penyakit, pencegahan, pengobatan)
1. Pengelolaan kolam
Pengelolaan kolam termasuk didalamnya yaitu persiapan kolam, jenis / tipe konstruksi kolam, keadaan topografi, iklim, sarana dan prasarana penunjung kolam lainnya
2. Pengelolaan kualitas air
Pengelolaan kualitas air termasuk didalamnya yaitu kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam air, oksigen, karbondioksida, amoniak, suhu, lumpur, dll
3. Pengelolaan ikan (Pengelolaan Induk, pengelolaan benih)
4. pengelolaan pakan (jenis pakan, cara pemberian pakan)
5. pengelolaan penyakit (jenis penyakit, pencegahan, pengobatan)
IV.
KESIMPULAN
·Sistem Budi Daya terdiri diri Sistem Budi Daya Intensif, Sistem Budi Daya Ekstensif, Sistem Budi Daya Semi Intensif, Sistem Budi Daya Padat penebaran.
·Pada dasarnya sistem budi daya menitik
beratkan pada pengelolaan kolam, pengelolaan kualitas air, pengelolaan ikan,
pengelolaan pakan, pengelolaan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Omtimo. 20011. Padat Penebaran dan
Pengelolaan Budidaya Perikanan. www.omtimo.org/archives/padat-penebaran-dan-pengelolaan-budidaya-perikanan diakses 4 April 2011 pukul 05.00 WIB
Reza. 2011. Menejemen Pengelolaan
Sistem Budidsaya. www.rezza.blogspot.com/2009/03/manajemen-pengelolaan-sistem-budidaya.html diakses 4 April 2011 pukul 05.10 WIB
Zeni. 2011. Sistem Menejemen Budidaya
Perairan. www.zenyfapussy.blogspot.com/2010/12/sistem-manajemen-budidaya-perairan.html diakses 4 April 2011 pukul 05.25 WIB
oyi.........
BalasHapusaselole..
BalasHapus