Kamis, 01 Desember 2011

insekta air


AQUATIC INSECT


TUGAS
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Avertebrata Air
yang dibina oleh Yuni Kilawati, S.Pi., M.Si


Disusun oleh :


NAMA            : ACHMAD FATHONY
NIM                 : 105080301111043
KELAS           :  A



FPIKUBKementrianPutih.jpg





FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011


Komunitas larva insekta yang masih dalam keadaan baik umumnya terdapat di sungaisungai kecil yang masih alami. Komunitas ini mempunyai kekayaan dan keanekaragaman taksa yang tinggi. Pengukuran kekayaan taksa dapat dilakukan dengan menghitung seluruh spesies yang ada, menghitung jumlah familia yang ditemukan, atau menghitung taksa kelompok EPT (Ephemeroptera, Plecoptera, Tricoptera). Jumlah familia larva insekta yang diperoleh menunjukkan kekayaannya tidak terlalu besar dan tidak banyak mewakili anggota-anggota golongan insekta terutama insekta akuatik, namun secara fungsional familia-familia yang ditemukan tersebut hampir selalu dominan di sungai-sungai kecil. Jenis larva insekta yang ditemukan pada setiap sungai umumnya hampir sama, namun distribusi jumlahnya tidak merata, sehingga beberapa larva jumlahnya cukup besar, seperti Aeshnidae (Odonata) capung ini sering ditemukan di sekitar kolam atau rawa, dikenal kuat terbang, sulit ditangkap, dan berperan sebagai predator. Ordo Ephemeroptera (mayflies) merupakan insekta hemimetabola, nimfa hidup akuatik, sedangkan hewan dewasa hidup di kolam atau aliran air dan di udara. Larva umumnya bersifat herbivora, memakan detritus atau alga. Ordo Plecoptera (stoneflies) merupakan insekta hemimetabola, larva hidup akuatik dan hewan dewasa hidup di darat. Ordo Coleoptera (water beetles) baik tahap larva maupun dewasa, kebanyakan bersifat akuatik dan hidup di bawah permukaan air. Pada tahap akhir larva, insekta ini umumnya berpindah ke daratan membentuk pupa, lalu kembali lagi ke air untuk berubah menjadi tahap dewasa penuh. Ordo Tricoptera (caddisflies) merupakan insekta holometabola dengan larva dan pupa berada di air, sedangkan dewasa berada di darat (teresterial). Begitu juga pada nyamuk hewan ini termasuk aquatic insect saat larva dan saat dewasa mereka hidup di darat atau udara bebas (Mahajoeno et al., 2001).
Pada telur Aedes berwarna hitam, berbentuk ovoid yang meruncing dan selalu diletakkan satu per satu. Percobaan yang hati-hati menunjukkan bahwa cangkang telur memiliki pola mosaik tertentu. Telur diletakkan pada sesuatu di atas garis air, pada dinding tempat air seperti gentong, lubang batu dan lubang pohon. Telur Aedes dapat bertahan pada kondisi kering pada waktu dan intensitas yang bervariasi hingga beberapa bulan, tetapi tetap hidup. Jika tergenang air, beberapa telur mungkin menetas dalam beberapa menit, sedangkan yang lain mugkin membutuhkan waktu lama terbenam dalam air, kemudian penetasan berlangsung dalam beberapa hari atau minggu. Bila kondisi lingkungan tidak menguntungkan, telur-telur mungkin berada dalam status diapause dan tidak akan menetas hingga periode istirahat berakhir. Berbagai pencetus, termasuk penurunan kadar oksigen dalam air meruba lama waktu diapause, dan suhu udara dibutuhkan untuk mengakhiri status ini. Telur-telur Aedes dapat berkembang pada habitat kontainer kecil (lubang pohon, ketiak daun, dan sebagainya) yang rentan terhadap kekeringan, namun kemampuan telur untuk bertahan dalam kekeringan jelas menguntungkan. Bertahan dalam kekeringan dan kemampuan telur Aedes untuk menetas dapat menimbulkan masalah dalam pengendalian tahap imatur (Sayono, 2008).
Nyamuk Aedes aegypti ini hidup dan berkembang biak pada tempat – tempat penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah seperti bak mandi/WC, minuman burung, air tandon, air tempayan atau gentong, kaleng, ban, dan lain-lain. Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit yang berbasis lingkungan. Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa kriteria, diantaranya adalah bebas jentik nyamuk. Bebas jentik nyamuk terutama bebas jentik nyamuk Aedes Aegypti yang merupakan vector penyakit demam berdarah dengue (Sukowirnasih dan Widya, 2010).
Menurut Cahyati dan Suharyo (2006), vektor Penyakit adalah kelompok arthropoda atau serangga penular penyakit. Vektor penyakit terbagi dalam beberapa kelompok yaitu vektor biologik, vektor mekanik, vektor primer, dan vector sekunder. Berbagai macam penyakit menular telah banyak mengalami perkembangan di masyarakat dengan dukungan vektor. Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah demam berdarah dengue. Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang ditandai dengan demam mendadak disertai dengan manifestasi perdarahan yang dapat menimbulkan shock dan kematian. Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang ditularkan dari manusia ke manusia lain, melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Berdasarkan klasifikasinya, nyamuk Aedes aegypti termasuk dalam :
Philum             : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Diptera
Sub Ordo        : Nematocera
Famili              : Culicidae
Genus             : Aedes
Sub Genus      : Stegomya
Species           : Aedes aegypti



Ciri-ciri :
(1). Tubuh dapat dibedakan secara jelas menjadi tiga bagian yaitu : kepala,toraks, dan abdomen yang beruasruas.
(2). Kaki terdiri dari 3 pasang.
(3). Sistem peredaran darah terbuka. Sebagai anggota ordo Diptera, Aedes aegypti mempunyai tanda-tanda : adanya sepasang sayap serta mengalami metamorfosa sempurna.
            Menurut Sayono (2008), larva Aedes memiliki sifon yang pendek, dan hanya ada sepasang sisir subventral yang jaraknya tidak lebih dari ¼ bagian dari pangkal sifon. Ciri-ciri tambahan yang membedakan larva Aedes dengan genus lain adalah sekurang-kurangnya ada tiga pasang setae pada sirip ventral, antenna tidak melekat penuh dan tidak ada setae yang besar pada toraks. Ciri ini dapat membedakan larva Aedes dari kebanyakan genus culicine, kecuali Haemagogus dari Amerika selatan.Larva bergerak aktif, mengambil oksigen dari permukaan air dan makanan pada dasar tempat perindukan (bottom feeder)
            Stadium pupa atau kepompong merupakan fase akhir siklus nyamuk dalam lingkungan air. Stadium ini membutuhkan waktu sekitar 2 hari pada suhu optimum atau lebih panjang pada suhu rendah. Fase ini adalah periode waktu tidak makan dan sedikit gerak. Pupa biasanya mengapung pada permukaan air disudut atau tepi tempat perindukan (Sayono, 2008).
Nyamuk, termasuk genus Aedes, memiliki siklus hidup sempurna (holometabola). Siklus hidup terdiri dari empat stadium, yaitu telur – larva – pupa – dewasa. Stadium telur hingga pupa berada di lingkungan air, sedangkan stadium dewasa berada di lingkungan udara. Dalam kondisi lingkungan yang optimum, seluruh siklus hidup ditempuh dalam waktu sekitar 7 – 9 hari, dengan perincian 1 – 2 hari stadium telur, 3 - 4 hari stadium larva, 2 hari stadium pupa. Dalam kondisi temperatur yang rendah siklus hidup menjadi lebih panjang. Siklus gonotropik dimulai sejak menghisap darah untuk perkembangan telur hingga meletakkan telur di tempat perindukan. Siklus hidup Aedes dari telur hingga dewasa dapat berlangsung cepat, kirakira
7 hari, tetapi pada umumnya 10 – 12 hari; di daerah beriklim sedang, siklus hidup dapat mencapai beberapa minggu atau bulan. Telur diletakkan soliter pada permukaan tandon air sedikit di atas garis pemukaan air, baik tandon temporer maupun habitat lain yang permukaan
airnya naik turun. Telur dapat bertahan beberapa bulan dan menetas bila tergenang air. Semua spesies yang berada di daerah dingin mempertahan hidup pada periode ini dalam stadium telur. Ae aegypti khususnya, berkembang biak pada lingkungan domestik. Habitat yang disukai adalah tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah, talang, ketiak daun, pangkal potongan bambu, serta tandon temporer seperti gentong, drum, ban bekas, kaleng bekas, botol, dan pot tanaman. Semua habitat ini mengandung air yang relatif bersih. Pada beberapa daerah, Ae aegypti juga berkembang biak pada lubang batu dan lubang pohon (Sayono, 2008).
            Menurut Cahyati dan suharyo (2006), Stadium Telur Aedes aegypti akan bertelur setelah menghisap darah. Telur diletakkan satu persatu pada dinding container dekat dengan permukaan air. Telur yang dihasilkan sekitar 100 butir setiap kali bertelur. Pada interval 1- 5 hari, telur yang diletakkan seluruhnya berkisar 300-750 butir dan waktu yang dibutuhkan untuk bertelur sekitar 6 minggu. Nyamuk Aedes aegypti satu kali bertelur sekitar 10-100 butir, bahkan dapat mencapai sekitar 300-750 butir. Kemampuan telur bertahan dalam keadaan kering membantu kelangsungan hidup spesies dalam kondisi iklim yang tidak menguntungkan. Stadium Larva, Larva memerlukan empat tahap perkembangan. Jangka waktu perkembangan larva tergantung pada suhu, keberadaan makanan, dan kepadatan larva dalam wadah. Dalam kondisi optimal waktu yang dibutuhkan sejak telur menetas hingga menjadi nyamuk dewasa adalah tujuh hari termasuk dua hari masa pupa. Sedangkan pada suhu rendah, dibutuhkan waktu beberapa minggu. Larva Aedes aegypti hidup pada air yang jernih dan tenang serta mengandung bahan organik, tidak berkembang pada air yang kotor. Waktu yang dibutuhkan untuk kehidupan larva nyamuk (stadium larva) adalah 7-10 hari. Adapun ciriciri khas larva Aedes aegypti adalah sebagai berikut:
(a). Adanya corong udara pada segmen terakhir.
(b). Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas (palmate hair).
(c). Pada corong udara terdapat pecten.
(d). Adanya sepasang rambut serta jumbai pada corong udara.
(e). Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1-3.
(f). Bentuk individu dari comb scale seperti duri.
(g). Pada sisi toraks terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala.
(h). Adanya corong udara/siphon yang dilengkapi dengan
“pecten”.
Pupa Aedes aegypti mempunyai cirri morfologi yang khas yaitu memiliki tabung / trompet pernafasan yang berbentuk segitiga. Jika pupa diganggu oleh gerakan atau tersentuh, akan bergerak cepat untuk menyelam dalam air selama beberapa detik kemudian muncul kembali
dengan cara menggantungkan badannya menggunakan tabung pernafasan pada permukaan air di wadah / tempat perindukan. Setelah berumur 1-2 hari, pupa lalu tumbuh menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina. Biasanya nyamuk jantan muncul/keluar lebih dahulu, walaupun pada akhirnya perbandingan jantan-betina (sex ratio) yang keluar dari kelompok telur yang sama, 1:1. Nyamuk Aedes aegypti adalah sub genus Stegomya dengan ciri-ciri : belang-belang putih dan warna putih mengkilap. Pada mesonotum terdapat bentuk menyerupai gada, probosis polos tanpa belang-belang, tarsi berbelang putih. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan mulai dari nyamuk menghisap darah hingga bertelur umumnya antara 3- 4 hari. Jangka waktu tersebut disebut sebagai siklus gonotropik (gonotropic cycle).
            Menurut Sitito (2008), Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna
yaitu: telur – larva – pupa – nyamuk dewasa.
1. Stadium Telur.
Aedes aegypti suka bertelur di air jernih yang tidak berpengaruh langsung dengan tanah
dan lebih menyukai kontainer yang di dalam rumah dari pada di luar rumah. Hal ini
disebabkan suhu di dalam rumah relative lebih stabil. Seekor nyamuk selama hidupnya dapat
bertelur 4-5 kali dengan rata-rata jumlah telur berkisar 10 – 100 butir dalam sekali bertelur.
Jumlah telur yang dapat dikeluarkan oleh 1 ekor nyamuk betina seluruhnya antara 300-700
Butir.
2. Stadium Jentik dan Pupa.
Setelah menetas, telur akan berkembang menjadi larva atau jentik. Pada stadium ini kelangsungan hidup larva dipengaruhi oleh suhu, PH air, cahaya serta kelembaban disamping fertilitas telur itu sendiri. Dalam kondisi optimal waktu yang dibutuhkan sejak telur menetas hingga menjadi nyamuk dewasa adalah tujuh hari termasuk dua hari masa pupa, sedang pada
suhu rendah dibutuhkan waktu beberapa minggu.
Ciri-ciri khas larva Aedes aegypti adalah:
a. Adanya corong udara pada segmen terakhir
b. Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas
(palmate hairs)
c. Pada corong udara terdapat pektin
d. Adanya sepasang rambut serta jumbai pada corong udara atau siphon
e. Pada setiap sisi abdomen segmen ke delapan ada comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1 sampai 3
f. Bentuk individu dari comb scale seperti duri
g. Pada sisi torax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala.
Ada 4 tingkat (instar) sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut yaitu:
1. Instar I : berukuran paling kecil, yaiu 1-2 mm.
2. Instar II : berukuran 2, 5 -3,8 mm
3 Instar III : berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II
4. Instar IV : berukuran paling besar 5 mm
Larva instar IV akan berubah menjadi pupa yang berbentuk bulat gemuk menyerupai koma. Untuk menjadi nyamuk dewasa diperlkan waktu 2-3 hari. Suhu untuk perkembangan pupa yang optimal sekitar 27-30oC, tidak memerlukan makanan tetapi memerlukan udara. Pada stadium pupa ini akan dibentuk alat-alat tubuh nyamuk seperti sayap, kaki, alat kelamin, dan bagian tubuh lainnya.
3. Stadium Dewasa.
Setelah keluar dari selongsong pupa, nyamuk akan diam beberapa saat di selongsong pupa. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang untuk mencai mangsa darah. Perkawinan nyamuk jantan dengan betina tejadi biasanya pada waktu senja dan hanya sekali, sebelum nyamuk betina pergi untuk menghisap darah. Umur nyamuk jantan lebih pendek dibanding umur nyamuk betina. Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia (antropofilik), sedang nyamuk jantan hanya makan cairan buah-buahan dan bunga. Nyamuk betina memerlukan darah untuk mematangkan telurnya agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur, mulai nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya 3-4 hari. Waktu tersebut disebut siklus gonotropik. Eksistensi Aedes aegypti di alam dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan biologik, nyamuk ini tersebar diantara garis isotherm 20 oC antara 45 oLU dan 35 oLS pada ketinggian kurang dari 1000 m dari permukaan air laut. Jangka hidup nyamuk dewasa di alam sulit ditentukan, nyamuk Aedes aegypti dapat hidup rata-rata 1 bulan.


Daftar Pustaka
Cahyati, Widya Hary dan Suharyo. 2006. Dinamika Aedes Aegypti Sebagai Vektor Penyakit. KEMAS. Vol.2. No.1

Mahajoeno, Edwi; Manan Efendi dan Ardiansyah. 2001. Keanekaragamam Larva Insekta pada Sungai-Sungai Kecil di Hutan Jobolarangan. BIODIVERSITAS. Vol.2. No.2. 133-139
Sayono. 2008. Pengaruh Modivikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes Yang Terperangkap. Program Studi Magister Epidemiologi. Universitas Diponegoro. Semarang

Sitio, Anton. 2008. Hubungan Perilaku Tentang pemberantasan Sarang Nyamuk dan Kebiasaan Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2008. Magister Kesehatan Lingkungan. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Konsentrasi Pendidikan Kesehatan Lingkungan

Sukowirnasih, Tur Endah dan Widya Harry Cahyati. 2010. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan Angka Bebas Jentik Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Sekaran Kota Semarang. KEMAS. Vol.6. No.1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar