AQUATIC
INSECT
TUGAS
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Avertebrata Air
yang dibina oleh Yuni Kilawati, S.Pi., M.Si
Disusun oleh :
NAMA :
ACHMAD FATHONY
NIM : 105080301111043
KELAS :
A
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2011
Komunitas
larva insekta yang masih dalam keadaan baik umumnya terdapat di sungaisungai
kecil yang masih alami. Komunitas ini mempunyai kekayaan dan keanekaragaman
taksa yang tinggi. Pengukuran kekayaan taksa dapat dilakukan dengan menghitung
seluruh spesies yang ada, menghitung jumlah familia yang ditemukan, atau
menghitung taksa kelompok EPT (Ephemeroptera, Plecoptera, Tricoptera). Jumlah
familia larva insekta yang diperoleh menunjukkan kekayaannya tidak terlalu
besar dan tidak banyak mewakili anggota-anggota golongan insekta terutama
insekta akuatik, namun secara fungsional familia-familia yang ditemukan
tersebut hampir selalu dominan di sungai-sungai kecil. Jenis larva insekta yang
ditemukan pada setiap sungai umumnya hampir sama, namun distribusi jumlahnya
tidak merata, sehingga beberapa larva jumlahnya cukup besar, seperti Aeshnidae
(Odonata) capung ini sering ditemukan di sekitar kolam atau rawa, dikenal kuat
terbang, sulit ditangkap, dan berperan sebagai predator. Ordo Ephemeroptera (mayflies)
merupakan insekta hemimetabola, nimfa hidup akuatik, sedangkan hewan dewasa
hidup di kolam atau aliran air dan di udara. Larva umumnya bersifat herbivora,
memakan detritus atau alga. Ordo Plecoptera (stoneflies) merupakan
insekta hemimetabola, larva hidup akuatik dan hewan dewasa hidup di darat. Ordo
Coleoptera (water beetles) baik tahap larva maupun dewasa, kebanyakan
bersifat akuatik dan hidup di bawah permukaan air. Pada tahap akhir larva,
insekta ini umumnya berpindah ke daratan membentuk pupa, lalu kembali lagi ke
air untuk berubah menjadi tahap dewasa penuh. Ordo Tricoptera (caddisflies)
merupakan insekta holometabola dengan larva dan pupa berada di air, sedangkan
dewasa berada di darat (teresterial). Begitu juga pada nyamuk hewan ini termasuk
aquatic insect saat larva dan saat
dewasa mereka hidup di darat atau udara bebas (Mahajoeno et al., 2001).
Pada telur
Aedes berwarna hitam, berbentuk ovoid yang meruncing dan selalu diletakkan satu
per satu. Percobaan yang hati-hati menunjukkan bahwa cangkang telur memiliki
pola mosaik tertentu. Telur diletakkan pada sesuatu di atas garis air, pada
dinding tempat air seperti gentong, lubang batu dan lubang pohon. Telur Aedes
dapat bertahan pada kondisi kering pada waktu dan intensitas yang bervariasi
hingga beberapa bulan, tetapi tetap hidup. Jika tergenang air, beberapa telur
mungkin menetas dalam beberapa menit, sedangkan yang lain mugkin membutuhkan
waktu lama terbenam dalam air, kemudian penetasan berlangsung dalam beberapa
hari atau minggu. Bila kondisi lingkungan tidak menguntungkan, telur-telur
mungkin berada dalam status diapause dan tidak akan menetas hingga periode
istirahat berakhir. Berbagai pencetus, termasuk penurunan kadar oksigen dalam
air meruba lama waktu diapause, dan suhu udara dibutuhkan untuk mengakhiri
status ini. Telur-telur Aedes dapat berkembang pada habitat kontainer kecil (lubang
pohon, ketiak daun, dan sebagainya) yang rentan terhadap kekeringan, namun
kemampuan telur untuk bertahan dalam kekeringan jelas menguntungkan. Bertahan
dalam kekeringan dan kemampuan telur Aedes untuk menetas dapat menimbulkan
masalah dalam pengendalian tahap imatur (Sayono, 2008).
Nyamuk
Aedes aegypti ini hidup dan berkembang biak pada tempat – tempat penampungan
air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah seperti bak mandi/WC,
minuman burung, air tandon, air tempayan atau gentong, kaleng, ban, dan
lain-lain. Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Kondisi rumah dan
lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko sumber
penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit yang berbasis lingkungan.
Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa kriteria, diantaranya
adalah bebas jentik nyamuk. Bebas jentik nyamuk terutama bebas jentik nyamuk Aedes
Aegypti yang merupakan vector penyakit demam berdarah dengue (Sukowirnasih dan
Widya, 2010).
Menurut
Cahyati dan Suharyo (2006), vektor Penyakit adalah kelompok arthropoda atau
serangga penular penyakit. Vektor penyakit terbagi dalam beberapa kelompok
yaitu vektor biologik, vektor mekanik, vektor primer, dan vector sekunder.
Berbagai macam penyakit menular telah banyak mengalami perkembangan di
masyarakat dengan dukungan vektor. Salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah demam berdarah dengue. Demam
berdarah dengue adalah penyakit menular yang ditandai dengan demam mendadak disertai
dengan manifestasi perdarahan yang dapat menimbulkan shock dan kematian.
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang ditularkan dari manusia ke
manusia lain, melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Berdasarkan klasifikasinya, nyamuk Aedes aegypti termasuk dalam :
Philum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Sub Ordo : Nematocera
Famili : Culicidae
Genus : Aedes
Sub Genus : Stegomya
Species : Aedes aegypti
Ciri-ciri :
(1). Tubuh dapat dibedakan
secara jelas menjadi tiga bagian yaitu : kepala,toraks, dan abdomen yang
beruasruas.
(2). Kaki terdiri dari 3
pasang.
(3). Sistem peredaran
darah terbuka. Sebagai
anggota ordo Diptera, Aedes
aegypti mempunyai tanda-tanda : adanya
sepasang sayap serta mengalami metamorfosa
sempurna.
Menurut
Sayono (2008), larva Aedes memiliki sifon yang pendek, dan hanya ada sepasang sisir
subventral yang jaraknya tidak lebih dari ¼ bagian dari pangkal sifon. Ciri-ciri
tambahan yang membedakan larva Aedes dengan genus lain adalah
sekurang-kurangnya ada tiga pasang setae pada sirip ventral, antenna tidak
melekat penuh dan tidak ada setae yang besar pada toraks. Ciri ini dapat
membedakan larva Aedes dari kebanyakan genus culicine, kecuali Haemagogus dari
Amerika selatan.Larva bergerak aktif, mengambil oksigen dari permukaan air dan
makanan pada dasar tempat perindukan (bottom feeder)
Stadium
pupa atau kepompong merupakan fase akhir siklus nyamuk dalam lingkungan air.
Stadium ini membutuhkan waktu sekitar 2 hari pada suhu optimum atau lebih
panjang pada suhu rendah. Fase ini adalah periode waktu tidak makan dan sedikit
gerak. Pupa biasanya mengapung pada permukaan air disudut atau tepi tempat
perindukan (Sayono, 2008).
Nyamuk,
termasuk genus Aedes, memiliki siklus hidup sempurna (holometabola).
Siklus hidup terdiri dari empat stadium, yaitu telur – larva – pupa – dewasa.
Stadium telur hingga pupa berada di lingkungan air, sedangkan stadium dewasa
berada di lingkungan udara. Dalam kondisi lingkungan yang optimum, seluruh
siklus hidup ditempuh dalam waktu sekitar 7 – 9 hari, dengan perincian 1 – 2
hari stadium telur, 3 - 4 hari stadium larva, 2 hari stadium pupa. Dalam
kondisi temperatur yang rendah siklus hidup menjadi lebih panjang. Siklus
gonotropik dimulai sejak menghisap darah untuk perkembangan telur hingga
meletakkan telur di tempat perindukan. Siklus hidup Aedes dari telur hingga
dewasa dapat berlangsung cepat, kirakira
7 hari, tetapi pada umumnya 10 – 12
hari; di daerah beriklim sedang, siklus hidup dapat mencapai beberapa minggu
atau bulan. Telur diletakkan soliter pada permukaan tandon air sedikit di atas
garis pemukaan air, baik tandon temporer maupun habitat lain yang permukaan
airnya naik turun. Telur dapat
bertahan beberapa bulan dan menetas bila tergenang air. Semua spesies yang
berada di daerah dingin mempertahan hidup pada periode ini dalam stadium telur.
Ae aegypti khususnya, berkembang biak pada lingkungan domestik. Habitat
yang disukai adalah tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah, talang,
ketiak daun, pangkal potongan bambu, serta tandon temporer seperti gentong, drum,
ban bekas, kaleng bekas, botol, dan pot tanaman. Semua habitat ini mengandung air
yang relatif bersih. Pada beberapa daerah, Ae aegypti juga berkembang
biak pada lubang batu dan lubang pohon (Sayono, 2008).
Menurut
Cahyati dan suharyo (2006), Stadium Telur Aedes aegypti akan bertelur setelah menghisap
darah. Telur diletakkan satu persatu pada dinding container dekat dengan
permukaan air. Telur yang dihasilkan sekitar 100 butir setiap kali bertelur.
Pada interval 1- 5 hari, telur yang diletakkan seluruhnya berkisar 300-750
butir dan waktu yang dibutuhkan untuk bertelur sekitar 6 minggu. Nyamuk Aedes
aegypti satu kali bertelur sekitar 10-100 butir, bahkan dapat mencapai sekitar
300-750 butir. Kemampuan telur bertahan dalam keadaan kering membantu kelangsungan
hidup spesies dalam kondisi iklim yang tidak menguntungkan. Stadium Larva, Larva
memerlukan empat tahap perkembangan. Jangka waktu perkembangan larva tergantung
pada suhu, keberadaan makanan, dan kepadatan larva dalam wadah. Dalam kondisi
optimal waktu yang dibutuhkan sejak telur menetas hingga menjadi nyamuk dewasa adalah
tujuh hari termasuk dua hari masa pupa. Sedangkan pada suhu rendah, dibutuhkan
waktu beberapa minggu. Larva Aedes aegypti hidup pada air yang jernih dan
tenang serta mengandung bahan organik, tidak berkembang pada air yang kotor. Waktu
yang dibutuhkan untuk kehidupan larva nyamuk (stadium larva) adalah 7-10 hari.
Adapun ciriciri khas larva Aedes aegypti adalah sebagai berikut:
(a). Adanya corong udara pada segmen
terakhir.
(b). Pada segmen-segmen abdomen tidak
dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas (palmate hair).
(c). Pada corong udara terdapat pecten.
(d). Adanya sepasang rambut serta jumbai
pada corong udara.
(e). Pada setiap sisi abdomen segmen
kedelapan ada comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1-3.
(f). Bentuk individu dari comb scale seperti
duri.
(g). Pada sisi toraks terdapat duri yang
panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala.
(h). Adanya corong udara/siphon yang
dilengkapi dengan
“pecten”.
Pupa Aedes aegypti mempunyai cirri morfologi
yang khas yaitu memiliki tabung / trompet pernafasan yang berbentuk segitiga.
Jika pupa diganggu oleh gerakan atau tersentuh, akan bergerak cepat untuk menyelam
dalam air selama beberapa detik kemudian muncul kembali
dengan cara menggantungkan badannya
menggunakan tabung pernafasan pada permukaan air di wadah / tempat perindukan.
Setelah berumur 1-2 hari, pupa lalu tumbuh menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina.
Biasanya nyamuk jantan muncul/keluar lebih dahulu, walaupun pada akhirnya
perbandingan jantan-betina (sex ratio) yang keluar dari kelompok telur yang
sama, 1:1. Nyamuk Aedes aegypti adalah sub genus Stegomya dengan ciri-ciri : belang-belang
putih dan warna putih mengkilap. Pada mesonotum terdapat bentuk menyerupai
gada, probosis polos tanpa belang-belang, tarsi berbelang putih. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan mulai dari nyamuk menghisap darah hingga
bertelur umumnya antara 3- 4 hari. Jangka waktu tersebut disebut sebagai siklus
gonotropik (gonotropic cycle).
Menurut
Sitito (2008), Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna
yaitu: telur – larva – pupa – nyamuk
dewasa.
1. Stadium Telur.
Aedes aegypti suka bertelur di air jernih yang tidak
berpengaruh langsung dengan tanah
dan lebih menyukai kontainer yang di
dalam rumah dari pada di luar rumah. Hal ini
disebabkan suhu di dalam rumah
relative lebih stabil. Seekor nyamuk selama hidupnya dapat
bertelur 4-5 kali dengan rata-rata
jumlah telur berkisar 10 – 100 butir dalam sekali bertelur.
Jumlah telur yang dapat dikeluarkan
oleh 1 ekor nyamuk betina seluruhnya antara 300-700
Butir.
2. Stadium Jentik dan Pupa.
Setelah menetas, telur akan berkembang
menjadi larva atau jentik. Pada stadium ini kelangsungan hidup larva
dipengaruhi oleh suhu, PH air, cahaya serta kelembaban disamping fertilitas
telur itu sendiri. Dalam kondisi optimal waktu yang dibutuhkan sejak telur
menetas hingga menjadi nyamuk dewasa adalah tujuh hari termasuk dua hari masa
pupa, sedang pada
suhu rendah dibutuhkan waktu beberapa
minggu.
Ciri-ciri khas larva Aedes aegypti adalah:
a. Adanya corong udara pada segmen
terakhir
b. Pada segmen-segmen abdomen tidak
dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas
(palmate
hairs)
c. Pada corong udara terdapat pektin
d. Adanya sepasang rambut serta jumbai
pada corong udara atau siphon
e. Pada setiap sisi abdomen segmen ke
delapan ada comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1 sampai 3
f. Bentuk individu dari comb scale seperti
duri
g. Pada sisi torax terdapat duri yang
panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala.
Ada 4 tingkat (instar) sesuai dengan
pertumbuhan larva tersebut yaitu:
1. Instar I : berukuran paling kecil,
yaiu 1-2 mm.
2. Instar II : berukuran 2, 5 -3,8 mm
3 Instar III : berukuran lebih besar
sedikit dari larva instar II
4. Instar IV : berukuran paling besar
5 mm
Larva instar IV akan berubah menjadi
pupa yang berbentuk bulat gemuk menyerupai koma. Untuk menjadi nyamuk dewasa
diperlkan waktu 2-3 hari. Suhu untuk perkembangan pupa yang optimal sekitar
27-30oC, tidak memerlukan makanan tetapi memerlukan udara. Pada stadium pupa
ini akan dibentuk alat-alat tubuh nyamuk seperti sayap, kaki, alat kelamin, dan
bagian tubuh lainnya.
3. Stadium Dewasa.
Setelah keluar dari selongsong pupa,
nyamuk akan diam beberapa saat di selongsong pupa. Beberapa saat setelah itu,
sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang untuk mencai mangsa
darah. Perkawinan nyamuk jantan dengan betina tejadi biasanya pada waktu senja
dan hanya sekali, sebelum nyamuk betina pergi untuk menghisap darah. Umur nyamuk
jantan lebih pendek dibanding umur nyamuk betina. Nyamuk betina lebih menyukai
darah manusia (antropofilik), sedang nyamuk jantan hanya makan cairan buah-buahan
dan bunga. Nyamuk betina memerlukan darah untuk mematangkan telurnya agar jika
dibuahi oleh sperma nyamuk jantan dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
perkembangan telur, mulai nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya
3-4 hari. Waktu tersebut disebut siklus gonotropik. Eksistensi Aedes aegypti
di alam dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan biologik, nyamuk ini tersebar
diantara garis isotherm 20 oC antara 45 oLU dan 35 oLS pada ketinggian kurang
dari 1000 m dari permukaan air laut. Jangka hidup nyamuk dewasa di alam sulit
ditentukan, nyamuk Aedes aegypti dapat hidup rata-rata 1 bulan.
Daftar
Pustaka
Cahyati, Widya Hary dan Suharyo. 2006.
Dinamika Aedes Aegypti Sebagai Vektor Penyakit. KEMAS. Vol.2. No.1
Mahajoeno, Edwi; Manan Efendi dan
Ardiansyah. 2001. Keanekaragamam Larva
Insekta pada Sungai-Sungai Kecil di Hutan Jobolarangan. BIODIVERSITAS.
Vol.2. No.2. 133-139
Sayono. 2008. Pengaruh Modivikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes Yang Terperangkap. Program Studi Magister Epidemiologi.
Universitas Diponegoro. Semarang
Sitio, Anton. 2008. Hubungan Perilaku Tentang pemberantasan
Sarang Nyamuk dan Kebiasaan Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Medan Perjuangan
Kota Medan Tahun 2008. Magister Kesehatan Lingkungan. Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro. Konsentrasi Pendidikan Kesehatan Lingkungan
Sukowirnasih, Tur Endah dan Widya
Harry Cahyati. 2010. Hubungan Sanitasi
Rumah Dengan Angka Bebas Jentik Aedes
aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Sekaran Kota Semarang. KEMAS. Vol.6.
No.1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar