CLOSTRIDIUM BOTULINUM
Bakteri Clostridium botulinum ditemukan dimana-mana, dalam
tanah, sedimen didasar laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium botulinum
adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora, berbentuk batang dan
relatif besar. Spora bakteri dapat terhirup atau termakan, atau dapat
menginfeksi luka terbuka. Walaupun demikian bakteri dan sporanya tidak
berbahaya. Gejala botulism disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri
tersebut. Toksin botulism merupakan toksin yang berbahaya, dengan dosis
mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100 gram dapat membunuh
setiap manusia didunia. Terdapat tujuh strain botulism, masing masing
memproduksi protein yang berpotensi sebagai neurotoxin. Tipe A, B, E dan F
menyebabkan botulism pada manusia. Tipe C-alpha menyebabkan botulism pada
unggas domestik dan liar. Tipe C-beta dan D menyebabkan botulism pada ternak.
Tipe ketujuh dari botulism, strain G, telah diisolasi dari contoh tanah, tetapi
jarang dan belum menunjukkan hubungan yang menyebabkan botulism manusia atau
binatang. Tipe A dan beberapa tipe B dan tipe F mendekomposisikan protein
binatang dan menyebabkan bau dari makanan yang membusuk, dan daging busuk. Tipe
E dan beberapa tipe B,C, D dan F tidak proteolytic (mereka tidak mencerna protein
binatang). Ketika muncul, tipe botulism ini tidak dapat terdeteksi dengan bau
yang kuat. Bakteri clostridium merupakan bakteri yang heat resistant dan dapat
bertahan dari perebusan yang lama. Untuk menghancurkan spora yang ada, makanan
harus dipanaskan hingga temperatur 1200C atau lebih, seperti dalam
penggunaan pressure cooker. Racun yang diproduksi oleh bakteri dapat
dihancurkan oleh panas.
Waktu inkubasi Clostridium botulinum
adalah 12 sampai 36 jam. Gejala klinis yang disebabkan intoksikasi diantaranya
adalah gangguan pencernaan akut yang diikuti oleh pusing-pusing dan
muntah-muntah, bisa juga diare, lelah, pening dan sakit kepala. Gejala lanjut
konstipasi, kesulitan menelan dan berbicara, lidah bisa membengkak dan
tertutup, beberapa otot lumpuh, dan kelumpuhan bisa menyebar kehati dan saluran
pernafasan. Kematian bisa terjadi dalam waktu tiga sampai enam hari (Siagian
2002). Menurut Bayrak AO and Tilky HE (2006), gejala klinis akan muncul 2- 36
jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi Clostridium botulinum.
Bakteri
Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kaleng dengan pH lebih dari
4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan dan jenis mikroba
yang terdapat didalamnya. Pada dasarnya makanan kaleng dibedakan atas tiga
kelompok berdasarkan keasaman, yaitu:
1. Makanan
kaleng berasam rendah (pH>4,6), misalnya produk-produk daging dan ikan,
beberapa sayuran (jagung, buncis), dan masakan yang terdiri dari campuran
daging dan sayuran (lodeh, gudeg, opor, dan lain-lain).
2. Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk tomat, pear, dan produk-produk lain.
3. Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan sayuran kaleng seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain (Siagian 2002)
2. Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk tomat, pear, dan produk-produk lain.
3. Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan sayuran kaleng seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain (Siagian 2002)
Siagian A, 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan dan Sumber
Pencemarannya. Usu digital library
Bayrak AO and Tilky HE, 2006. Electrophysiologic
Findings in a Case of Severe Botulism. Journal of Neurological Sciences
(Turkish). Volume:23, No 1,
Cara penularan adalah karena menelan makanan yang
terkontaminasi oleh tanah dan tinja dimana makanan tersebut sebelumnya disimpan
dengan cara yang memungkinkan kuman berkembangbiak. Hampir semua KLB yang
terjadi dikaitkan dengan proses pemasakan makanan dari daging (pemanasan dan
pemanasan kembali) yang kurang benar, misalnya kaldu daging, daging cincang,
saus yang dibuat dari daging sapi, kalkun dan ayam. Spora dapat bertahan hidup
pada suhu memasak normal. Spora dapat tumbuh dan berkembang biak pada saat
proses pendinginan, atau pada saat penyimpanan makanan pada suhu kamar dan atau
pada saat pemanasan yang tidak sempurna. KLB biasanya dapat dilacak berkaitan
dengan usaha katering, restoran, kafetaria dan sekolah-sekolah yang tidak
mempunyai fasilitas pendingin yang memadai untuk pelayanan berskala besar.
Diperlukan adanya Kontaminasi bakteri yang cukup berat (yaitu lebih dari 105
organisme per gram makanan) untuk dapat menimbulkan gejala klinis. Penyebaran
penyakit ini sangat luas dan lebih sering terjadi di negara-negara dimana
masyarakatnya mempunyai kebiasaan menyiapkan makanan dengan cara-cara yang
dapat meningkatkan perkembangbiakan clostridia.
Keracunan
makanan ´perfringens´ merupakan istilah yang digunakan untuk keracunan makanan
yang disebabkan oleh C. perfringens . Penyakit yang lebih serius, tetapi sangat
jarang, juga disebabkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi strain Type
C. Penyakit yang ditimbulkan strain type C ini dikenal sebagai enteritis
necroticans atau penyakit pig-bel .
Keracunan perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang mulai terjadi 8-22 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak C. perfringens penghasil toxin penyebab keracunan makanan. Penyakit ini biasanya sembuh dalam waktu 24 jam, namun pada beberapa individu, gejala ringan dapat berlanjut sampai 1 hingga 2 minggu. Beberapa kasus kematian dilaporkan akibat terjadi dehidrasi dan komplikasi-komplikasi lain.
Necrotic enteritis (penyakit pig-bel ) yang disebabkan oleh C. perfringens sering berakibat fatal. Penyakit ini juga disebabkan karena korban menelan banyak bakteri penyebab penyakit dalam makanan yang terkontaminasi. Kematian karena necrotic enteritis ( pig-bel syndrome ) disebabkan oleh infeksi dan kematian sel-sel usus dan septicemia (infeksi bakteri di dalam aliran darah) yang diakibatkannya. Penyakit ini sangat jarang terjadi.
Dosis infektif – Gejala muncul akibat menelan sejumlah besar (lebih dari 10 8 ) sel vegetatif. Produksi racun di dalam saluran pencernaan (atau di dalam tabung reaksi) berhubungan dengan proses pembentukan spora. Penyakit ini merupakan infeksi pada makanan; hanya satu sajian memungkinkan terjadinya keracunan (penyakit timbul karena racun yang terbentuk sebelum makanan dikonsumsi).
Keracunan perfringens didiagnosis dari gejala-gejalanya dan waktu dimulainya gejala yang agak lama setelah infeksi. Lamanya waktu antara infeksi dan timbulnya gejala merupakan ciri khas penyakit ini. Diagnosis dipastikan dengan memeriksa adanya racun dalam kotoran pasien. Konfirmasi secara bakteriologis juga dapat dilakukan apabila ditemukan sangat banyak bakteri penyebab penyakit di dalam makanan atau di dalam kotoran pasien.
Keracunan perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang mulai terjadi 8-22 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak C. perfringens penghasil toxin penyebab keracunan makanan. Penyakit ini biasanya sembuh dalam waktu 24 jam, namun pada beberapa individu, gejala ringan dapat berlanjut sampai 1 hingga 2 minggu. Beberapa kasus kematian dilaporkan akibat terjadi dehidrasi dan komplikasi-komplikasi lain.
Necrotic enteritis (penyakit pig-bel ) yang disebabkan oleh C. perfringens sering berakibat fatal. Penyakit ini juga disebabkan karena korban menelan banyak bakteri penyebab penyakit dalam makanan yang terkontaminasi. Kematian karena necrotic enteritis ( pig-bel syndrome ) disebabkan oleh infeksi dan kematian sel-sel usus dan septicemia (infeksi bakteri di dalam aliran darah) yang diakibatkannya. Penyakit ini sangat jarang terjadi.
Dosis infektif – Gejala muncul akibat menelan sejumlah besar (lebih dari 10 8 ) sel vegetatif. Produksi racun di dalam saluran pencernaan (atau di dalam tabung reaksi) berhubungan dengan proses pembentukan spora. Penyakit ini merupakan infeksi pada makanan; hanya satu sajian memungkinkan terjadinya keracunan (penyakit timbul karena racun yang terbentuk sebelum makanan dikonsumsi).
Keracunan perfringens didiagnosis dari gejala-gejalanya dan waktu dimulainya gejala yang agak lama setelah infeksi. Lamanya waktu antara infeksi dan timbulnya gejala merupakan ciri khas penyakit ini. Diagnosis dipastikan dengan memeriksa adanya racun dalam kotoran pasien. Konfirmasi secara bakteriologis juga dapat dilakukan apabila ditemukan sangat banyak bakteri penyebab penyakit di dalam makanan atau di dalam kotoran pasien.
Yusuf , Andi R. F. 2012.
Mikrobiologi Pangan. http://fheeyraredzqiiy.wordpress.com/2011/02/01/peracunan-makanan-oleh-clostridium-perfringens/
Gejala-gejala penyakit
Keracunan
makanan ´perfringens´ merupakan istilah yang digunakan untuk keracunan makanan
yang disebabkan oleh C. perfringens . Penyakit yang lebih serius, tetapi
sangat jarang, juga disebabkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi strain
Type C. Penyakit yang ditimbulkan strain type C ini dikenal sebagai enteritis
necroticans atau penyakit pig-bel .
Keracunan
perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang mulai
terjadi 8-22 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak C.
perfringens penghasil toxin penyebab keracunan makanan. Penyakit ini
biasanya sembuh dalam waktu 24 jam, namun pada beberapa individu, gejala ringan
dapat berlanjut sampai 1 hingga 2 minggu. Beberapa kasus kematian dilaporkan
akibat terjadi dehidrasi dan komplikasi-komplikasi lain.
Necrotic
enteritis (penyakit pig-bel
) yang disebabkan oleh C. perfringens sering berakibat fatal.
Penyakit ini juga disebabkan karena korban menelan banyak bakteri penyebab
penyakit dalam makanan yang terkontaminasi. Kematian karena necrotic
enteritis ( pig-bel syndrome ) disebabkan oleh infeksi dan kematian
sel-sel usus dan septicemia (infeksi bakteri di dalam aliran darah) yang
diakibatkannya. Penyakit ini sangat jarang terjadi.
Dosis
infektif – Gejala muncul akibat menelan sejumlah besar (lebih dari 10 8 ) sel
vegetatif. Produksi racun di dalam saluran pencernaan (atau di dalam tabung
reaksi) berhubungan dengan proses pembentukan spora. Penyakit ini merupakan
infeksi pada makanan; hanya satu sajian memungkinkan terjadinya keracunan
(penyakit timbul karena racun yang terbentuk sebelum makanan dikonsumsi).
Diagnosis
Keracunan
perfringens didiagnosis dari gejala-gejalanya dan waktu dimulainya gejala yang
agak lama setelah infeksi. Lamanya waktu antara infeksi dan timbulnya gejala
merupakan ciri khas penyakit ini. Diagnosis dipastikan dengan memeriksa adanya
racun dalam kotoran pasien. Konfirmasi secara bakteriologis juga dapat
dilakukan apabila ditemukan sangat banyak bakteri penyebab penyakit di dalam
makanan atau di dalam kotoran pasien.
Makanan yang terkait
Dalam
sebagian besar kasus, penyebab sebenarnya dari keracunan oleh C.
perfringens adalah perlakuan temperatur yang salah pada makanan yang telah
disiapkan. Sejumlah kecil organisme ini seringkali muncul setelah makanan
dimasak, dan berlipat ganda hingga tingkat yang dapat menyebabkan keracunan
selama proses pendinginan dan penyimpanan makanan. Daging, produk daging, dan
kaldu merupakan makanan-makanan yang paling sering terkontaminasi.
Keracunan
perfringens paling sering terjadi dalam kondisi pemberian makan bersama
(misalnya di sekolah, kantin, rumah sakit, rumah-rumah perawatan, penjara,
dll.) di mana sejumlah besar makanan disiapkan beberapa jam sebelum disajikan.
Pencegahan
Pencegahan
secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak,
dipanaskan dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi. Resiko paling
besar adalah kontaminasi silang, yakni apabila makanan yang sudah dimasak
bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan (misalnya alas pemotong) yang
terkontaminasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar