Minggu, 17 Juni 2012

observasi anak jalanan


 KEHIDUPAN ANAK JALANAN DI KABUPATEN MALANG

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Ilmu Sosial Budaya Dasat
yang dibina oleh Ibu Ikha

Moderator       : Arfiansyah Ageng P.

Disusun oleh :
       Achmad Fathony                         105080301111043
       Achmad Nizhar                            105080301111015
       Adi Citra P.                                  105080301111029
       Asriati Djonu                                105080300111040
       Citra Dew A.                                105080307111003
       Dinaino Nabiu                              105080301111039
       Elda Rio S.                                   105080313111001
       Elisa Fitria R.                               105080301111019
       Fauzia Esfandiary U.                   105080307111001
 (Kelas G)


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
1.    PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Anak jalanan adalah fenomena nyata bagian dari kehidupan. Fenomena nyata yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak jalanan diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat awam. Anak jalanan, dipercaya semakin tahun semakin meningkat jumlahnya.
Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan. Beberapa permasalahan yang mengancam anak jalanan antara lain adalah kekerasan yang dilakukan oleh anak jalanan lain, komunitas dewasa, Satpol PP, bahkan kekerasan seksual; penggunaan pil, alkohol dan rokok; dan  penyakit-penyakit menular seperti HIV/AIDS. Anak jalanan berada dalam kondisi
yang tidak memiliki masa depan jelas dan tidak jarang menjadi masalah bagi banyak pihak seperti keluarga, masyarakat, dan negara. Realisasi pemberian bantuan belum menimbulkan banyak perubahan, mengacu pada data jumlah anak jalanan yang meningkat dari tahun ke tahun. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat yang peduli pada anak jalanan, belum memberikan solusi terbaik bagi permasalahan anak jalanan.
UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyebutkan bahwa “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab
terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990
tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hakhak Anak). Anak perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan khusus (special protection) (Harja Saputra, 9 April 2007). Hak-hak yang seharusnya diterima oleh seorang anak tersebut belum dapat terpenuhi, sehingga anak memilih untuk hidup di jalanan.
Anak Terlantar adalah anak karena suatu sebab orangtuanya melalaikan kewajibannya, orangtua tidak dapat menjalankan perannya misalnya mencukupi kebutuhan anak dan seringkali tidak dapat melindungi anak dari bahaya jalanan sehingga anak tersebut menjadi terlantar. Dalam hal ini kebutuhan tersebut adalah kebutuhan rohani, jasmani, dan sosial. Contoh dari kebutuhan rohani adalah penanaman ilmu agama terhadap anak, kebutuhan jasmani seperti kesehatan anak, sandang, pangan dan papan, kebutuhan sosial seperti pengetahuan bersosialisasi terhadap masyarakat dan lingkungannya. Yang dimaksud anak terlantar adalah anak yang tinggal dalam keluarga miskin usia sampai dengan 18 tahun. Namun, tidak semua keluarga yang miskin dianggap sebagai keluarga yang melalaikan kewajibannya karena pada dasarnya setiap orang tua menginginkan anak-anak mereka untuk mendapatkan hak-haknya, misalnya pendidikan. Selain itu, keluarga miskin juga dengan terpaksa tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup karena faktor minimnya pendapatan orang tua. Dalam kasus anak jalanan, pada dasarnya tidak semua anak-anak tersebut bekerja atas dorongan orang tua, sebagian besar dari mereka juga memiliki kesadaran diri untuk turut bekerja membantu penghasilan orang tua.

1.2         Rumusan Permasalahan
Permasalahan yang dapat diambil dari observasi terhadap anak jalanan
yaitu:
-          Apa yang melatar belakangi timbulnya anak jalanan ?
-          Bagaimana kehidupan anak jalanan di Kabupaten malang ?
-          Apa dampak anak jalanan?

1.3         Tujuan Observasi
Tujuan dari observasi terhadap anak  jalanan di Kabupaten Malang yaitu:
-          Mangetahui latar belakang timbulnya anak jalanan khususnya di khususnya di Kabupaten Malang
-          Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan fenomena munculnya anak jalanan di Kabupaten Malang

1.4         Metode Riset
Observasi menggunakan perspektif deskriptif kualitatif. Perspektif deskriptif kualitatif adalah perspektif dalam penelitian kualitatif yang tidak memiliki nama formal atau tidak memenuhi tipologi perspektif penelitian kualitatif yang ada. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data mengenai aspirasi hidup anak jalanan Malang adalah dengan tiga bentuk, yaitu wawancara, observasi, materi audio visual, dan catatan lapangan.


Sedangkan observasi merupakan studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam, dengan jalan pengamatan dan pencatatan (Kartono, 1996). Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung (tanpa menggunakan peralatan khusus).

1.5         Hambatan, Kesulitan dan Solusi saat Riset
Sewaktu riset hambatan yang didapat adalah sulit dalam mendapatkan subjek terutama yang berusia 10-18 tahun. Usia remaja diutamakan karena memliki aspirasi lebih realistis dibandingkan anak-anak. Solusi yang didapat adalah dengan mencari subjek keliling kota malang.

1.6         Waktu dan Tempat
Wawancara ini dilakukan pada hari Senin, tanggal 30 April 2012 pukul 18.00 WIB sampai selesai di terminal Arjosari, Malang.


2. PEMBAHASAN
2.1              Pembahasan Rumusan Masalah (Teori dan Analisa Kelompok)
  Berdasarkan observasi yang telah kami lakukan, kami mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang melatarbelakangi timbulnya anak jalanan, di antaranya sebagai berikut : pertama adanya faktor ekonomi. Pada dasarnya anak jalanan timbul karena adanya keterpaksaan dalam memenuhi kebutuhan hidup, yang biasanya dilatarbelakangi oleh minimnya pendapatan orang tua yang menyebabkan keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Hal inilah yang kemudian dijadikan sebuah alasan untuk terjun ke jalanan guna mendapatkan sebuah penghasilan. Hal lain yang menjadi sebuah alasan adalah bahwa dengan turun ke jalanan, mereka bisa mendapatkan kebebasan beraktualisasi dengan lingkungan luar, menghibur diri, dan berinteraksi dengan anak-anak yang memiliki latar belakang yang sama. Dari kedua alasan tersebut, timbullah sebuah motivasi (keinginan) terhadap anak jalanan untuk memiliki uang sendiri. Dengan begitu mereka dapat meminimalisir beban kebutuhan sehari-hari yang seharusnya dipenuhi oleh orang tua mereka. Faktor ketiga adalah faktor lingkungan. Lingkungan sekitar menjadi hal pemicu yang dapat mempengaruhi pemikiran-pemikiran seorang anak pada umumnya. Dalam hal ini, anak-anak jalanan biasanya terjun bekerja dijalanan karena adanya pengaruh dari teman sebaya, sehingga mereka merasa memiliki teman yang mempunyai latar belakang yang sama. Dan faktor keempat timbulnya anak jalanan adalah karena pendidikan yang sangat minim. Kebanyakan dari mereka menganggap bahwa pendidikan tinggi memang penting tetapi tidak terlalu perlu dilaksanakan. Sebagian besar, anak jalanan memiliki cita-cita yang sama dengan orang tuanya, menurut mereka tidaklah rumit apabila mereka  melanjutkan pekerjaan orang tuanya, misalnya mengamen, pemulung, dan lain sebagainya. Sedikit sekali anak jalanan yang memiliki harapan tinggi, sehingga sangat sulit untuk memberi kesadaran pada mereka arti pentingnya pendidikan, karena merekapun menutup diri tentang hal tersebut. Faktor kelima adalah adanya kekerasan yang dilakukan anggota keluarga kepada anak, akibatnya anak tidak merasa mendapat perlindungan dan menjadi terlantar turun ke jalanan.

Menurut Shalahuddin (2000), yang dimaksudkan anak jalanan adalah individu yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya.
Dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia dibawah 18 tahun, sebagian atau seluruh waktunya dihabiskan dengan melakukan hal-hal dijalanan, misalnya mengamen, meminta-minta, mencari barang bekas, dan lain sebagainya. Jadi, dalam kasus ini terdapat batasan umur untuk menentukan apakah anak tersebut masuk dalam kelompok anak jalanan atau tidak. Jalanan yang dimaksudkan tidak hanya menunjuk pada “jalanan” saja, melainkan juga tempat-tempat lain seperti pasar, pusat pertokoan, taman kota, alun-alun, terminal, dan stasiun.
Dari uraian teori diatas disebutkan pula bahwa hal pendorong adanya anak jalanan adalah kekerasan yang dilakukan anggota keluarga kepada anak. Hal inilah yang menyebabkan anak tidak betah tinggal (hidup) dengan orang tuanya sendiri. Kekerasan itu muncul mungkin juga disebabkan oleh faktor ekonomi. Hal itu menjadikannya sebuah alasan yang sangat mendasar timbulnya masalah-masalah sosial, dalam kasus ini adalah anak jalanan.
Anak jalanan dapat dikategorikan menjadi beberapa macam. Konsorsium Anak Jalanan Indonesia (Supartono, 2004) pada tahun 1996 di Ambarita, Sumatera Utara, mengelompokkan anak jalanan menjadi tiga kelompok, yaitu anak jalanan perantauan (mandiri), anak bekerja di jalanan dan anak jalanan asli. Shalahuddin dalam penelitiannya mengkategorikan anak jalanan menjadi beberapa macam diantaranya adalah anak jalanan yang melakukan kegiatan di jalan tapi masih pulang ke rumah baik rutin maupun tidak rutin, anak jalanan yang seluruh waktunya berada di jalanan dan cenderung tidak memiliki hubungan dengan orang tua maupun keluarga lagi, serta anak jalanan yang dilahirkan dari keluarga yang tinggal di jalanan (Shalahuddin, dalam Jurnal Perempuan, 2007).
Dalam teori tersebut menjelaskan adanya pengelompokan anak jalanan dan adanya pengkategorian macam-macam anak jalanan. Dari observasi kami, dua sumber yang telah kami wawancara masuk dalam kelompok ‘’anak bekerja di jalanan’’ dan masuk dalam kategori ‘’anak jalanan yang melakukan kegiatan di jalan tapi masih pulang ke rumah baik rutin maupun tidak rutin‘’. Hal ini didasari karena adanya orang tua yang masih bekerja dan memiliki pendapatan yang minim. Dari alasan inilah, maka dua sumber kami berniat untuk bekerja dijalanan guna membantu perekonomian keluarga secara mandiri dan masih bisa pulang ke rumah serta berkumpul dengan keluarga mereka masing-masing.
Menurut Shalahuddin, (2000) anak jalanan melakukan aktivitas tertentu di jalanan yang bertujuan untuk mempertahankan hidup. Beberapa aktivitas yang dilakukan anak jalanan antara lain adalah membangun solidaritas, melakukan kegiatan ekonomi, memanfaatkan barang bekas/sisa, melakukan tindakan kriminal, dan melakukan kegiatan yang rentan terhadap eksploitasi seksual. Dijelaskan bahwa kehidupan anak jalanan di Kabupaten Malang sebagian besar dilatarbelakangi oleh adanya faktor ekonomi yang sangat terbatas dan masuk dalam kategori ‘’kemiskinan’’. Ada bermacam-macam kegiatan yang dilakukan dijalanan, di antaranya adalah mengamen, pedagang asongan, mencari barang bekas, dan bahkan mengemis tidak bekerja. Dari hasil wawancara kami, kedua sumber yang bernama Viktor dan Agus bekerja sebagai pengamen guna mempertahankan hidup. Sistem mengamen di Malang masih dalam batasan normal dan aman. Tidak ada penindasan oleh orang-orang yang lebih dewasa dan berkuasa. Di Kabupaten Malang ini, sistemnya adalah bergantian. Ada yang bekerja pada pagi, siang, dan malam hari. Jadi, pada dasarnya sistem mengamen di Malang ini terstruktur (terorganisir), sehingga dapat meminimalisir terjadinya kekerasan di antara para anak jalanan tersebut.
Namun pada hakikatnya keberadaan anak jalanan tidak semuanya atas kehendak dari diri mereka sendiri karena sering kali mereka adalah korban dari lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulannya. Pada lingkungan keluarga sering kali pemicu seorang anak memilih untuk hidup dijalanan ialah karena efek dari hancurnya keluarga tersebut sehingga kurangnya kasih sayang yang diberikan oleh orang tua kepada anak tersebut. Dan juga karena perekonomian keluarga yang kurang mencukupi sehingga memaksa seorang anak tersebut ikut membantu mencari tambahan uang untuk keluarga. Lalu pada lingkungan pergaulan, pemicu seorang anak menjadi anak jalanan ialah karena teman sepergaulan mereka yang membawa efek untuk hidup dijalannya tapi tetap karena untuk alasan membantu keuangan mereka.
Keberadaan anak jalanan pada dasarnya tidak memberikan dampak yang positif ataupun negatif bagi masyarakat. Dampak positif dari keberadaan anak jalanan yaitu dengan adanya mereka sebagian masyarakat lebih terhibur, dan bagi anak jalanan sendiri hal ini membuat mereka lebih bisa menyalurkan hobinya, disamping itu mereka juga bisa lebih mandiri untuk menghidupi dirinya sendiri dan tidak membebani orang tua atau tidak lagi bergantung pada orang tua. Tapi keberadaannya tidak begitu berpengaruh karena keberadaan mereka tidak diperlukan atau dibutuhkan dan juga tidak merugikan masyarakat. Adanya anak jalanan hanya memberikan dampak sumber daya manusia yang menurun. Dengan adanya anak jalanan juga meningkatkan jumlah kemiskinan. Selain itu pada umunya, adanya anak jalan memicu meningkatnya kekerasan baik itu antara sesama anak jalanan maupun anak jalanan dengan masyarakat. Hal ini biasanya dikarenakan sistem jam kerja atau wilayah yang tidak merata sehingga memicu pertengkaran dan berlanjut kekerasan. Keberadaan mereka sebenarnya akan baik-baik saja apabila sistem yang ada terorganisir atau terstruktur sehingga tindakan-tindakan kekerasan dapat diminimalisir.
Menurut Bamboes 2010, dampak negatif dari keberadaan anak jalanan, mungkin kita semua sepakat bahwa anak-anak memiliki instrument hukum yang mengikatnya. Bukan berarti anak tidak menjadi bebas, melainkan anak-anak mendapatkan hak atas perlindungan, pendidikan, ekonomi social budayanya. Itu terbukti bahwa Indonesia ikut meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990 di geneva. Negara-negara peserta wajib melakukan tanggungjawab untuk mengimplementasikan Konvensi Hak Anak baik pelayanan maupun pembuatan kebijakan untuk perlindungan anak. Tentunya anak-anak akan kehilangan masa bermainnya, anak-anak akan kehilangan masa belajarnya, anak-anak akan kehilangan kasih sayang orang tuanya. Kehidupan keras ini juga dibentuk oleh lingkungan jalanannya. Dimana suara-suara lantang para pengendara yang selalu memaki jika terjadi kemacetan, para orang dewasa yang menggunakan narkoba didekat, ketika orang-orang dewasa (biasa disebut preman) mulai menanduki (palaki – bahasa jakartanya) sebagai upeti keamanan. Apalagi ditambah kekerasan yang terjadi jika para gerombolan pamong praja (SatPol PP kalo sekarang) sedang melaksanakan operasi bersih-bersih kota Medan.

2.2         Analisa Data
Analisis data yang diperoleh dilakukan dalam beberapa cara, yaitu membuat dan mengatur data yang dikumpulkan, membaca dengan teliti data yang telah diatur, dan mendeskripsikan pengalaman di lapangan.
Wawancara dilakukan pada anak jalanan yang beraktivitas di wilayah terminal arjosari, Malang. Subjek penelitian merupakan anak jalanan yang berprofesi sebagai pengamen. Seperti wawancara yang telah dilakukan, kami mendapat dua sumber dengan nama panggilan Agus dan Viktor. Di sini kami mendapatkan dua informasi tentang kehidupan anak jalanan sebagai pengamen yang memiliki sedikit perbedaan. Dalam wawancara tersebut, Agus yang berusia 15 tahun telah putus sekolah sejak masih dalam bangku sekolah dasar, latar belakangnya adalah karena orang tua tidak memiliki cukup biaya untuk meneruskan sekolah Agus ke jenjang berikutnya, selain itu orang tua Agus juga harus menghidupi ke lima anaknya yang lain. Dan dapat dibayangkan bahwa adik-adik Agus masih tergolong dalam usia anak-anak, sehingga masih membutuhkan banyak biaya untuk menghidupi mereka, seperti susu, jajanan (makanan ringan) dan alat-alat untuk bermain. Ayah Agus sendiri berprofesi sebagai nelayan, dan ibunya bekerja sebagai pengamen di lingkungan rumah mereka. Dalam kenyataannya penghasilan yang didapat memang tidak dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang ada. Untuk makan atau bahkan bersekolah. Padahal sekolah merupakan sarana bagi anak-anak untuk mendapatkan ilmu dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam kasus ini, Agus bekerja mulai dari pukul 18.00 WIB hingga 21.00 WIB. Pada siang hari, Agus hanya membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak nasi dan mengasuh adik-adiknya. Sedangkan ayah dan ibunya memulai untuk bekerja. Agus tidak sendiri, dalam bekerja Agus mempunyai ‘’partner’’ yang selalu menemaninya untuk mencari uang. Dia adalah Viktor. Viktor anak dari seorang nelayan dan pembantu rumah tangga. Nasibnya sedikit jauh lebih beruntung dari Agus. Dia berusia 12 tahun dan duduk di bangku sekolah dasar. Jika ditanya motivasi mereka turun ke jalan, didapatkan jawaban yang berbeda. Agus mengaku menjadi anak jalanan karena untuk menambah penghasilan orang tua dan uang yang dihasilkan diberikan kepada orang tuanya serta membelikan adik-adiknya jajan, itupun jika penghasilannya lebih banyak dari biasanya. Apabila mendapat penghasilan yang tidak memadai, uang tersebut digunakan untuk menghidupi kebutuhannya sendiri. Sedangkan Viktor memiliki alasan yang berbeda, anak yang memiliki hobbi bermain musik ini turun ke jalan hanya untuk menyalurkan potensi yang dimilikinya. Dia mengaku bahwa hal tersebut dapat dijadikan sebagai hiburan pelengkap hidup dan termotivasi menjadi musisi. Dalam kehidupan sehari-harinya, viktor melakukan rutinitas untuk bersekolah dan bermain band dengan teman-temannya. Dari perbedaan tersebut, dapat diketahui bahwa tidak semua anak jalanan memiliki motif yang sama untuk bekerja di jalanan. Ada yang masih tergolong mampu dan ada yang memang benar-benar berasal dari keluarga yang tidak mampu.
Kemudian kami bertanya tentang sistem mengamen di daerah Malang ini. Karena kita ketahui bahwa masih banyak orang-orang yang dapat memperdaya anak dibawah umur untuk bekerja dan meminta hasil dari pekerjaan mereka secara paksa. Tetapi dalam kenyataannya, Agus dan Viktor mengaku bahwa sistem yang dilalui adalah bergantian dan tidak ada orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk memperdaya mereka. ‘’ Di Malang ini damai, tidak ada yang memalak kami, dan semua dilakukan secara bergantian ‘’ urai Viktor. Dari perbincangan tersebut, kami tau bahwa di daerah Malang ini khususnya daerah Arjosari, anak-anak jalanan masih dapat melindungi dirinya dan bebas dari tindakan yang tidak bertanggungjawab seperti kekerasan. Bertanya mengenai penghasilan, Agus dan Viktor mampu mengumpulkan uang sebanyak kurang lebih 20.000 rupiah dan masih harus dibagi menjadi dua. Secara otomatis, uang yang didapatkan untuk per orangnya adalah 10.000 rupiah. Setiap harinya mereka mengamen dari terminal sampai daerah Pandaan. Sangat ironis sekali, dalam kehidupan yang serba mudah ini, mereka masih harus bersusah payah untuk mendapatkan sedikit uang sebagai pemenuh kebutuhan mereka.
Berbicara tentang cita-cita dan harapan hidup, mereka memiliki jawaban yang berbeda. Agus ingin menjadi pemain sepak bola nasional dan Viktor sesuai dengan hobbinya ingin menjadi seorang musisi handal. Dalam benak kami, masih banyak anak-anak yang butuh perhatian lebih dari keluarga, masyarakat dan pemerintah khususnya untuk membantu dan mendorong serta mendukung harapan mereka yang pastinya harapan tersebut menjadi motivasi untuk merubah kehidupan yang lebih baik.
Terlepas dari status sebagai seorang anak jalanan, setiap individu memiliki kebutuhan untuk berprestasi yang membentuk aspirasi hidupnya. Aspirasi hidup anak jalanan terdiri dari aspirasi di bidang pendidikan, aspirasi di bidang pekerjaan, serta harapan-harapan yang pada intinya menginginkan kehidupan yang lebih baik, kehidupan normal seperti yang dimiliki oleh anak pada umumnya, serta tidak lagi melakukan aktivitas sebagai anak jalanan. Aspirasi hidup tersebut dapat berupa keinginan-keinginan yang positif atau negatif tergantung bagaimana anak jalanan memaknai keinginannya, jangka pendek atau jangka panjang tergantung jangka waktu yang ditetapkan untuk mencapai keinginan tersebut, dan dapat berupa keinginan yang realistis atau idealistis tergantung sejauh mana anak jalanan mengukur kemampuannya untuk meraih aspirasi hidup.

2.3         Komentar Individu
-       Elisa           : Kalau menurut saya keberadaan anak jalanan itu sangat mengganggu masayarakat. Seharusnya anak jalanan itu mengikuti anjuran dari pemerintah, misal menerima keterampilan yang diberikan oleh pemerintah. Ataupun mereka mempunyai keinginan untuk mengeyam pendidikan walaupun tudak sampai sempurna. Sehingga mereka bisa mngubah kehidupan mereka kedepannya.
-       Thony        : Keberadaan anak jalanan itu bukan sepebuhnya kesalahan pemerintah yang kurang menyikapi tentang anak jalanan itu. Karena pemerintah sendiri sebenarnya sudah meberikan wadah untuk anak-anak yang kurang beruntung dalam hal ekonomi seperti anak jalanan, pemerintah pun juga sudah mengadakan program sekolah gratis hingga 9 tahun. Tetapi mereka merasa kebijakan itu kutang menjamin, sehingga mereka tetap di jalanan.
-       Adi             : Saya tidak setuju dengan adanya anak jalanan, karena anak jalanan sangat mengganggu masyarakat.
-       Citra          : Kalau saya tidak terganggu dengan anak jalanan, karena ada atau tidaknya anak jalanan itu tidak merugikan saya. Tapi lebih baik jika anak jalanan itu tidak ada, karena mereka juga mempunyai hak yang sama dengan anak-anak yang lainnnya. Dalam hal ini, mereka bisa meninggalkan pekerjaan di jalanan dan mendapatkan hak-haknya seperti pemdidikan formal, keamanan sosial dan terhindar dari kesenjangan sosial.
-       Dinaino : Menurut saya anak jalanan tidak berpengaruh terhadap kita dan juga dengan adanya anak jalanan menambah tingkat kriminalitas di masyarkat, pemeliharaan anak jalanan harus lebih maksimal agar mereka tidak kemblai ke jalan lagi.
-       Fauzya       : Saya tidak setuju dengan adanya anak jalanan karena dengan adnaya anak jalanan tingkat kriminalitas juga semakin besar seperti perdagangan manusia dan lain-lain. Dan sama saja mendidik anak jalanan menjadi lebih malas karena mengandalkan orang lain.
-       Asriati                    : Menurut saya ada dan tidaknya anak jalanan tidak mmeberikan pengaruh bagi keidupan kita. Karena keberadaan mereka hanya untuk memberikan keuntungan bagi mereka sendiri dan harapan saya mereka diberikan wadah atau tempat yang layak untuk mendapatkan hal-hal yang dimiliki anak lain pada umunya.
-       Elda           :Saya tidak setuju, karena sebenarnya keberadaan anak jalanan tidak dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat namun seringkali anak jalanan merupakan korban dari buruknya ekonomi keluarganya dan keluarga yang broken home.
-       Nizhar       : Menurut saya tidak setuju karena dengan adanya anka jalanan tidak mmepengaruhi kehidupan kita anak jalanan timbul dari faktor keluarganya sendiri yang mempunyai ekonomi yang rendah sehingga dia terpaksa turun ke jalan untuk memenuhi kebutuhannya.



























5. PENUTUP
5.1         Kesimpulan
-                 Aspirasi hidup anak jalanan terdiri dari aspirasi pendidikan dan aspirasi pekerjaan, serta harapan-harapan yang pada intinya menginginkan kehidupan yang lebih baik daripada kehidupan di jalanan.
-                 Alasan menjadi anak jalanan yaitu melihat orang terdekatnya melakukan aktivitas di jalan, adanya paksaan dari orang tua, keinginan untuk mandiri secara ekonomi dari orang tua.
-                 Tujuannya menjadi anak jalanan yaitu untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti makan, minum dan jajan memenuhi kebutuhan fisik keluarga.
-                 Kedua subjek observasi memiliki latar belakang yang berbeda, memiliki aspirasi yang berbeda pula. Satu subjek di antaranya memiliki aspirasi yang menonjol di bidang olahraga, sedangkan satu subjek yang lainnya memiliki aspirasi yang menonjol di bidang kesenian.
-                 kesamaannya, dua subjek dari observasi ini memiliki aspirasi yang bersifat realistis, memandang ke depan kehidupan untuk memperbaiki nasib menjadi lebih baik.

5.2         Saran
5.2.1   Bagi kedua subjek observasi
a.       Subjek pertama (Agus)
Hendaknya subjek meneruskan keinginannya untuk meraih pendidikan lewat les serta mengembangkan dan menumbuhkan rasa percaya dirinya bahwa diri subjek memiliki kemampuan dan kesempatan untuk meraih keinginan sama seperti orang lain.
b.       Subjek kedua (Viktor)
Subjek hendaknya mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki dan memanfaatkan waktu yang dimiliki untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan dan bermanfaat Subjek hendaknya mulai memfokuskan diri pada orientasi masa depan yang lebih baik, sehinga tidak hanya kesenangan yang menjadi tujuan utama dalam hidup.

5.2.2   Bagi orang tua subjek
Orang tua hendaknya lebih memperhatikan kebutuhan anak akan kasih sayang dan perhatian, dan bukan semata-mata mengutamakan kebutuhan ekonomi. Orang tua diharapkan lebih memperhatikan hak anak yang meliputi kebutuhan-kebutuhan anak akan perlindungan, kasih sayang, ruang untuk berkreasi dan bermain, serta ruang untuk berpendapat dan menentukan pilihan sendiri. Orang tua sebagai pendidik utama dalam keluarga hendaknya mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut tanpa mengeksploitasi atau mengabaikan anak.

5.2.3   Bagi peneliti lain
a.       Peneliti lain dapat menggunakan hasil penelitian sebagai sumber referensi dan   kerangka pikir dengan memperhatikan kesesuaian konteks penelitian.
b.       Peneliti lain yang berminat melakukan penelitian yang sama diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam dan mengungkap informasi-informasi lain yang belum terungkap dalam penelitian dengan melakukan penelitian yang sejenis.
c.       Peneliti lain yang berminat melakukan penelitian yang serupa diharapkan  memperhatikan pembangunan raport tidak hanya pada anak, tetapi juga pada orang tua dan lingkungan sosial anak, sehingga diharapkan akan mendapatkan data penelitian yang lebih valid.
d.       Peneliti lain yang berminat melakukan penelitian yang serupa diharapkan dapat menggali aspek religius dalam aspirasi anak jalanan, sehingga harapannya intervensi yang diberikan tidak hanya berupa pemenuhan kebutuhan berprestasi, namun juga dapat diberikan intervensi berdasarkan kebutuhan pendidikan religius dan pendidikan moral bagi anak jalanan.









DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, E.B. 1979. Personality Development. New Delhi: Tata McGraw-Hill
Publishing Company ltd.
Kartono, K. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju.
Moleong, LJ. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.Polit, Denise F. 2003. Nursing Research, Principles and Methods. New Jersey: Lrancott Williams and Wilxins.
Sallahuddin, Odi .2000. Anak Jalanan Perempuan. Semarang: Yayasan Setara.

LAMPIRAN
·                Data Mentah (Data Narasumber)
P       : Siapa nama adik-adik?
A       : saya Agus mbak
V       : saya Viktor mbak
P       : Usia kalian berapa?
A       : 15 tahun mbak
V       : 12 tahun mbak
P       : Masih sekolah? Kelas berapa?
A       : udah engga, waktu SD berhenti
V       : kalo saya masih, SD mbak
P       : Agus kenapa kamu berhenti sekolah? Kok malah ngamen?
A       :gag ada biaya mbak, orang tua penghasilannya pas-pasan. Adik-adik saya masih 5 orang. Jadi saya bantu orang tua nambahin penghasilan.
P       : Kalo Viktor kenapa kamu ngamen? Kamu kan masih sekolah?
V       :pengen aja mbak, soalnya hobi saya itu main musik jadi lewat ngamen ini bisa nyalurin bakat saya mbak. Selain itu juga bantu-bantu nambahin penghasilan buat jajan adik-adik saya mbak.
P       :kalian ini biasanya ngamen jam berapa aja?
A       :Kalo saya ngamen biasanya malam hari mbak, habis maghrib gini berangkat. Soalnya kalo siang jaga rumah mengurus pekerjaan rumah masak nyapu, jaga adik-adik saya yang masih kecil. Selagi orang tua saya bekerja.
V       :Saya malam juga mbak, kalo siang sekolah kalo ada waktu ya ngeband sama temen-temen saya.
P       :Orang tuamu kerja apa Gus?
A       :Bapak nelayan mbak, kalo ibu ngamen. Biasanya ngamen di sekitar rumah aja.
P       :biasanya kan pengamen itu ada bos nya ya,dik?  Biasanya kan  harus setor, bila kalian tidak setor adakah kekerasan ynag dilakukan mereka pada kalian?. Bagaimana itu dik?
V       :Di Malang ini damai kok mbak, tidak ada yang memalak kami, dan semua dilakukan secara bergantian antar pengamen satu dengan pengamen lainnya.
P       :Terus tentang penghasilan kalian itu gimana?
A       : kalau kita berdua biasanya sistem bagi hasil mbak, jadi berapapun hasilnya dibagi 2 orang.
P       :Berapa biasanya hasil ngamen kalian?
A       :Biasanya + 20.000 mbak, dibagi 2 masing-masing 10.000. kalo lagi beruntung ya bisa dapat lebih.
P       :Jangkauan  ngamen kalian biasanya sampai kemana aja?
V       :Dari terminal ini, nanti ikut bis biasanya nyampe daerah pandaan.
P       :Adakah keinginanmu untuk bersekolah kembali Gus?
A       :ya ingin lah mbak, saya juga pengen pinter kayak yang lain. Bisa mencapai cita-citaku.
P       :Apa cita-cita kalian kedepan dik?
A       :Saya pengen jadi pemain sepak bola yang handal.
V       :kalau saya pengen jadi musisi yang handal mbak kayak om Dhani.
P       :Apa harapan kalian kedepan dik?
A       :Untuk saat ini mungkin keadaan saya jadi pengamen untuk Harapannya saya ingin menjadi yang lebih baik dari ini mbak… saya ingin menggapai cita-cita saya.


·                Dokumentasi

Foto saat wawancara

Foto Agus (Kiri) dan Viktor (Kanan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar