KEHIDUPAN
ANAK JALANAN DI KABUPATEN MALANG
MAKALAH
Untuk
memenuhi tugas matakuliah
Ilmu
Sosial Budaya Dasat
yang
dibina oleh Ibu Ikha
Moderator : Arfiansyah Ageng P.
Disusun
oleh :
•
Achmad Fathony 105080301111043
•
Achmad Nizhar 105080301111015
•
Adi Citra P. 105080301111029
•
Asriati Djonu 105080300111040
•
Citra Dew A. 105080307111003
•
Dinaino Nabiu 105080301111039
•
Elda Rio S. 105080313111001
•
Elisa Fitria R. 105080301111019
•
Fauzia Esfandiary U. 105080307111001
(Kelas G)
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2012
1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Anak jalanan adalah fenomena nyata bagian dari
kehidupan. Fenomena nyata yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek.
Keberadaan anak jalanan diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian besar
masyarakat, terutama masyarakat awam. Anak jalanan, dipercaya semakin tahun
semakin meningkat jumlahnya.
Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan
pilihan yang menyenangkan. Beberapa permasalahan yang mengancam anak jalanan
antara lain adalah kekerasan yang dilakukan oleh anak jalanan lain, komunitas
dewasa, Satpol PP, bahkan kekerasan seksual; penggunaan pil, alkohol dan rokok;
dan penyakit-penyakit menular seperti
HIV/AIDS. Anak jalanan berada dalam kondisi
yang
tidak memiliki masa depan jelas dan tidak jarang menjadi masalah bagi banyak
pihak seperti keluarga, masyarakat, dan negara. Realisasi pemberian bantuan
belum menimbulkan banyak perubahan, mengacu pada data jumlah anak jalanan yang
meningkat dari tahun ke tahun. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan
lembaga-lembaga masyarakat yang peduli pada anak jalanan, belum memberikan
solusi terbaik bagi permasalahan anak jalanan.
UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyebutkan bahwa “fakir miskin
dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Artinya pemerintah mempunyai
tanggung jawab
terhadap
pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak
asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak
asasi manusia pada umumnya, seperti tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990
tentang
Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hakhak
Anak). Anak perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya,
yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms), lingkungan
keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care),
kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan,
rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites), dan
perlindungan khusus (special protection) (Harja Saputra, 9 April 2007).
Hak-hak yang seharusnya diterima oleh seorang anak tersebut belum dapat
terpenuhi, sehingga anak memilih untuk hidup di jalanan.
Anak Terlantar
adalah anak karena suatu sebab orangtuanya melalaikan kewajibannya, orangtua
tidak dapat menjalankan perannya misalnya mencukupi kebutuhan anak dan
seringkali tidak dapat melindungi anak dari bahaya jalanan sehingga anak
tersebut menjadi terlantar. Dalam hal ini kebutuhan tersebut adalah kebutuhan
rohani, jasmani, dan sosial. Contoh dari kebutuhan rohani adalah penanaman ilmu
agama terhadap anak, kebutuhan jasmani seperti kesehatan anak, sandang, pangan
dan papan, kebutuhan sosial seperti pengetahuan bersosialisasi terhadap
masyarakat dan lingkungannya. Yang dimaksud anak terlantar adalah anak yang
tinggal dalam keluarga miskin usia sampai dengan 18 tahun. Namun, tidak semua keluarga yang
miskin dianggap sebagai keluarga yang melalaikan kewajibannya karena pada
dasarnya setiap orang tua menginginkan anak-anak mereka untuk mendapatkan
hak-haknya, misalnya pendidikan. Selain itu, keluarga miskin juga dengan
terpaksa tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup karena faktor minimnya pendapatan
orang tua. Dalam kasus anak jalanan, pada dasarnya tidak semua anak-anak
tersebut bekerja atas dorongan orang tua, sebagian besar dari mereka juga
memiliki kesadaran diri untuk turut bekerja membantu penghasilan orang tua.
1.2
Rumusan Permasalahan
Permasalahan yang dapat diambil dari observasi
terhadap anak jalanan
yaitu:
-
Apa yang melatar belakangi timbulnya anak jalanan ?
-
Bagaimana
kehidupan anak jalanan di Kabupaten malang ?
-
Apa
dampak anak jalanan?
1.3
Tujuan Observasi
Tujuan dari observasi terhadap anak jalanan di Kabupaten Malang yaitu:
-
Mangetahui latar belakang timbulnya anak
jalanan khususnya di khususnya di Kabupaten Malang
-
Mengetahui faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan fenomena munculnya anak jalanan di Kabupaten Malang
1.4
Metode Riset
Observasi
menggunakan perspektif deskriptif kualitatif. Perspektif deskriptif kualitatif
adalah perspektif dalam penelitian kualitatif yang tidak memiliki nama formal
atau tidak memenuhi tipologi perspektif penelitian kualitatif yang ada. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data mengenai
aspirasi hidup anak jalanan Malang adalah dengan tiga bentuk, yaitu
wawancara, observasi, materi audio visual, dan catatan lapangan.
Sedangkan observasi
merupakan studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan
gejala-gejala alam, dengan jalan pengamatan dan pencatatan (Kartono, 1996).
Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung (tanpa menggunakan peralatan
khusus).
1.5
Hambatan, Kesulitan dan Solusi saat Riset
Sewaktu riset
hambatan yang didapat adalah sulit dalam mendapatkan subjek terutama yang
berusia 10-18 tahun. Usia remaja diutamakan karena memliki aspirasi lebih
realistis dibandingkan anak-anak. Solusi yang didapat adalah dengan mencari
subjek keliling kota malang.
1.6
Waktu dan Tempat
Wawancara ini dilakukan pada hari Senin, tanggal 30
April 2012 pukul 18.00 WIB sampai selesai di terminal Arjosari, Malang.
2.
PEMBAHASAN
2.1
Pembahasan
Rumusan Masalah (Teori dan Analisa Kelompok)
Berdasarkan observasi yang telah kami
lakukan, kami mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang melatarbelakangi
timbulnya anak jalanan, di antaranya sebagai berikut : pertama adanya faktor ekonomi. Pada dasarnya anak jalanan timbul
karena adanya keterpaksaan dalam memenuhi kebutuhan hidup, yang biasanya
dilatarbelakangi oleh minimnya pendapatan orang tua yang menyebabkan
keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Hal inilah yang kemudian
dijadikan sebuah alasan untuk terjun ke jalanan guna mendapatkan sebuah
penghasilan. Hal lain yang menjadi
sebuah alasan adalah bahwa
dengan turun ke jalanan, mereka bisa mendapatkan kebebasan beraktualisasi
dengan lingkungan luar, menghibur diri, dan berinteraksi dengan anak-anak yang
memiliki latar belakang yang sama. Dari kedua alasan tersebut, timbullah sebuah
motivasi (keinginan) terhadap anak jalanan untuk memiliki uang sendiri. Dengan
begitu mereka dapat meminimalisir beban kebutuhan sehari-hari yang seharusnya
dipenuhi oleh orang tua mereka. Faktor
ketiga adalah faktor lingkungan. Lingkungan sekitar menjadi hal pemicu yang
dapat mempengaruhi pemikiran-pemikiran seorang anak pada umumnya. Dalam hal
ini, anak-anak jalanan biasanya terjun bekerja dijalanan karena adanya pengaruh
dari teman sebaya, sehingga mereka merasa memiliki teman yang mempunyai latar
belakang yang sama. Dan faktor keempat
timbulnya anak jalanan adalah karena pendidikan yang sangat minim. Kebanyakan
dari mereka menganggap bahwa pendidikan tinggi memang penting tetapi tidak
terlalu perlu dilaksanakan. Sebagian besar, anak jalanan memiliki cita-cita
yang sama dengan orang tuanya, menurut mereka tidaklah rumit apabila
mereka melanjutkan pekerjaan orang
tuanya, misalnya mengamen, pemulung, dan lain sebagainya. Sedikit sekali anak
jalanan yang memiliki harapan tinggi, sehingga sangat sulit untuk memberi
kesadaran pada mereka arti pentingnya pendidikan, karena merekapun menutup diri
tentang hal tersebut. Faktor kelima
adalah adanya kekerasan yang dilakukan anggota keluarga kepada anak, akibatnya
anak tidak merasa mendapat perlindungan dan menjadi terlantar turun ke jalanan.
Menurut
Shalahuddin (2000), yang dimaksudkan anak jalanan adalah individu yang berumur
di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di jalanan
dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendapatkan uang atau guna
mempertahankan hidupnya.
Dapat
disimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia dibawah 18 tahun,
sebagian atau seluruh waktunya dihabiskan dengan melakukan hal-hal dijalanan,
misalnya mengamen, meminta-minta, mencari barang bekas, dan lain sebagainya.
Jadi, dalam kasus ini terdapat batasan umur untuk menentukan apakah anak
tersebut masuk dalam kelompok anak jalanan atau tidak. Jalanan yang dimaksudkan
tidak hanya menunjuk pada “jalanan” saja, melainkan juga tempat-tempat lain
seperti pasar, pusat pertokoan, taman kota, alun-alun, terminal, dan stasiun.
Dari
uraian teori diatas disebutkan pula bahwa hal pendorong adanya anak jalanan
adalah kekerasan yang dilakukan anggota keluarga kepada anak. Hal inilah yang
menyebabkan anak tidak betah tinggal (hidup) dengan orang tuanya sendiri.
Kekerasan itu muncul mungkin juga disebabkan oleh faktor ekonomi. Hal itu
menjadikannya sebuah alasan yang sangat mendasar timbulnya masalah-masalah
sosial, dalam kasus ini adalah anak jalanan.
Anak jalanan dapat dikategorikan menjadi beberapa macam.
Konsorsium Anak Jalanan Indonesia (Supartono, 2004) pada tahun 1996 di
Ambarita, Sumatera Utara, mengelompokkan anak jalanan menjadi tiga kelompok,
yaitu anak jalanan perantauan (mandiri), anak bekerja di jalanan dan anak
jalanan asli. Shalahuddin dalam penelitiannya mengkategorikan anak jalanan
menjadi beberapa macam diantaranya adalah anak jalanan yang melakukan kegiatan
di jalan tapi masih pulang ke rumah baik rutin maupun tidak rutin, anak jalanan
yang seluruh waktunya berada di jalanan dan cenderung tidak memiliki hubungan
dengan orang tua maupun keluarga lagi, serta anak jalanan yang dilahirkan dari
keluarga yang tinggal di jalanan (Shalahuddin, dalam Jurnal Perempuan, 2007).
Dalam teori
tersebut menjelaskan adanya pengelompokan anak jalanan dan adanya
pengkategorian macam-macam anak jalanan. Dari observasi kami, dua sumber yang
telah kami wawancara masuk dalam kelompok ‘’anak bekerja di jalanan’’ dan masuk
dalam kategori ‘’anak jalanan yang melakukan kegiatan di jalan tapi masih
pulang ke rumah baik rutin maupun tidak rutin‘’. Hal ini didasari karena adanya orang tua yang masih
bekerja dan memiliki pendapatan yang minim. Dari alasan inilah, maka dua sumber
kami berniat untuk bekerja dijalanan guna membantu perekonomian keluarga secara
mandiri dan masih bisa pulang ke rumah serta berkumpul dengan keluarga mereka
masing-masing.
Menurut Shalahuddin,
(2000) anak jalanan
melakukan aktivitas tertentu di jalanan yang bertujuan untuk mempertahankan
hidup. Beberapa aktivitas yang dilakukan anak jalanan antara lain adalah
membangun solidaritas, melakukan kegiatan ekonomi, memanfaatkan barang
bekas/sisa, melakukan tindakan kriminal, dan melakukan kegiatan yang rentan
terhadap eksploitasi seksual.
Dijelaskan bahwa kehidupan anak jalanan di Kabupaten Malang sebagian besar
dilatarbelakangi oleh adanya faktor ekonomi yang sangat terbatas dan masuk
dalam kategori ‘’kemiskinan’’. Ada bermacam-macam kegiatan yang dilakukan
dijalanan, di antaranya adalah mengamen, pedagang asongan, mencari barang
bekas, dan bahkan mengemis tidak bekerja. Dari hasil wawancara kami, kedua
sumber yang bernama Viktor dan Agus bekerja sebagai pengamen guna
mempertahankan hidup. Sistem mengamen di Malang masih dalam batasan normal dan
aman. Tidak ada penindasan oleh orang-orang yang lebih dewasa dan berkuasa. Di
Kabupaten Malang ini, sistemnya adalah bergantian. Ada yang bekerja pada pagi,
siang, dan malam hari. Jadi, pada dasarnya sistem mengamen di Malang ini
terstruktur (terorganisir), sehingga dapat meminimalisir terjadinya kekerasan
di antara para anak jalanan tersebut.
Namun pada
hakikatnya keberadaan anak jalanan tidak semuanya atas kehendak dari diri
mereka sendiri karena sering kali mereka adalah korban dari lingkungan keluarga
dan lingkungan pergaulannya. Pada lingkungan keluarga sering kali pemicu
seorang anak memilih untuk hidup dijalanan ialah karena efek dari hancurnya keluarga
tersebut sehingga kurangnya kasih sayang yang diberikan oleh orang tua kepada
anak tersebut. Dan juga karena perekonomian keluarga yang kurang mencukupi
sehingga memaksa seorang anak tersebut ikut membantu mencari tambahan uang
untuk keluarga. Lalu pada lingkungan pergaulan, pemicu seorang anak menjadi
anak jalanan ialah karena teman sepergaulan mereka yang membawa efek untuk
hidup dijalannya tapi tetap karena untuk alasan membantu keuangan mereka.
Keberadaan
anak jalanan pada dasarnya tidak memberikan dampak yang positif ataupun negatif
bagi masyarakat. Dampak positif dari keberadaan anak jalanan yaitu dengan
adanya mereka sebagian masyarakat lebih terhibur, dan bagi anak jalanan sendiri
hal ini membuat mereka lebih bisa menyalurkan hobinya, disamping itu mereka
juga bisa lebih mandiri untuk menghidupi dirinya sendiri dan tidak membebani
orang tua atau tidak lagi bergantung pada orang tua. Tapi keberadaannya tidak
begitu berpengaruh karena keberadaan mereka tidak diperlukan atau dibutuhkan
dan juga tidak merugikan masyarakat. Adanya anak jalanan hanya memberikan
dampak sumber daya manusia yang menurun. Dengan adanya anak jalanan juga
meningkatkan jumlah kemiskinan. Selain itu pada umunya, adanya anak jalan
memicu meningkatnya kekerasan baik itu antara sesama anak jalanan maupun anak
jalanan dengan masyarakat. Hal ini biasanya dikarenakan sistem jam kerja atau
wilayah yang tidak merata sehingga memicu pertengkaran dan berlanjut kekerasan.
Keberadaan mereka sebenarnya akan baik-baik saja apabila sistem yang ada
terorganisir atau terstruktur sehingga tindakan-tindakan kekerasan dapat
diminimalisir.
Menurut Bamboes 2010, dampak negatif
dari keberadaan anak jalanan, mungkin kita semua sepakat bahwa anak-anak memiliki instrument hukum yang
mengikatnya. Bukan berarti anak tidak menjadi bebas, melainkan anak-anak
mendapatkan hak atas perlindungan, pendidikan, ekonomi social budayanya. Itu
terbukti bahwa Indonesia ikut meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990 di
geneva. Negara-negara peserta wajib melakukan tanggungjawab untuk
mengimplementasikan Konvensi Hak Anak baik pelayanan maupun pembuatan kebijakan
untuk perlindungan anak. Tentunya anak-anak akan kehilangan masa bermainnya,
anak-anak akan kehilangan masa belajarnya, anak-anak akan kehilangan kasih sayang
orang tuanya. Kehidupan keras ini juga dibentuk oleh lingkungan jalanannya.
Dimana suara-suara lantang para pengendara yang selalu memaki jika terjadi
kemacetan, para orang dewasa yang menggunakan narkoba didekat, ketika
orang-orang dewasa (biasa disebut preman) mulai menanduki (palaki – bahasa
jakartanya) sebagai upeti keamanan. Apalagi ditambah kekerasan yang terjadi
jika para gerombolan pamong praja (SatPol PP kalo sekarang) sedang
melaksanakan operasi bersih-bersih kota Medan.
2.2
Analisa
Data
Analisis data yang
diperoleh dilakukan dalam beberapa cara, yaitu membuat dan mengatur data yang
dikumpulkan, membaca dengan teliti data yang telah diatur, dan mendeskripsikan
pengalaman di lapangan.
Wawancara dilakukan
pada anak jalanan yang beraktivitas di wilayah terminal arjosari, Malang.
Subjek penelitian merupakan anak jalanan yang berprofesi sebagai pengamen.
Seperti wawancara yang telah dilakukan, kami mendapat dua sumber dengan nama
panggilan Agus dan Viktor. Di sini kami mendapatkan dua informasi tentang
kehidupan anak jalanan sebagai pengamen yang memiliki sedikit perbedaan. Dalam
wawancara tersebut, Agus yang berusia 15 tahun telah putus sekolah sejak masih
dalam bangku sekolah dasar, latar belakangnya adalah karena orang tua tidak
memiliki cukup biaya untuk meneruskan sekolah Agus ke jenjang berikutnya,
selain itu orang tua Agus juga harus menghidupi ke lima anaknya yang lain. Dan
dapat dibayangkan bahwa adik-adik Agus masih tergolong dalam usia anak-anak,
sehingga masih membutuhkan banyak biaya untuk menghidupi mereka, seperti susu,
jajanan (makanan ringan) dan alat-alat untuk bermain. Ayah Agus sendiri
berprofesi sebagai nelayan, dan ibunya bekerja sebagai pengamen di lingkungan
rumah mereka. Dalam kenyataannya penghasilan yang didapat memang tidak dapat
mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang ada. Untuk makan atau bahkan bersekolah.
Padahal sekolah merupakan sarana bagi anak-anak untuk mendapatkan ilmu dan
mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam kasus ini, Agus bekerja
mulai dari pukul 18.00 WIB hingga 21.00 WIB. Pada siang hari, Agus hanya
membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak nasi dan mengasuh
adik-adiknya. Sedangkan ayah dan ibunya memulai untuk bekerja. Agus tidak
sendiri, dalam bekerja Agus mempunyai ‘’partner’’ yang selalu
menemaninya untuk mencari uang. Dia adalah Viktor. Viktor anak dari seorang
nelayan dan pembantu rumah tangga. Nasibnya sedikit jauh lebih beruntung dari
Agus. Dia berusia 12 tahun dan duduk di bangku sekolah dasar. Jika ditanya
motivasi mereka turun ke jalan, didapatkan jawaban yang berbeda. Agus mengaku
menjadi anak jalanan karena untuk menambah penghasilan orang tua dan uang yang
dihasilkan diberikan kepada orang tuanya serta membelikan adik-adiknya jajan,
itupun jika penghasilannya lebih banyak dari biasanya. Apabila mendapat
penghasilan yang tidak memadai, uang tersebut digunakan untuk menghidupi
kebutuhannya sendiri. Sedangkan Viktor memiliki alasan yang berbeda, anak yang
memiliki hobbi bermain musik ini turun ke jalan hanya untuk menyalurkan potensi
yang dimilikinya. Dia mengaku bahwa hal tersebut dapat dijadikan sebagai
hiburan pelengkap hidup dan termotivasi menjadi musisi. Dalam kehidupan
sehari-harinya, viktor melakukan rutinitas untuk bersekolah dan bermain band
dengan teman-temannya. Dari perbedaan tersebut, dapat diketahui bahwa tidak
semua anak jalanan memiliki motif yang sama untuk bekerja di jalanan. Ada yang
masih tergolong mampu dan ada yang memang benar-benar berasal dari keluarga
yang tidak mampu.
Kemudian kami
bertanya tentang sistem mengamen di daerah Malang ini. Karena kita ketahui
bahwa masih banyak orang-orang yang dapat memperdaya anak dibawah umur untuk
bekerja dan meminta hasil dari pekerjaan mereka secara paksa. Tetapi dalam
kenyataannya, Agus dan Viktor mengaku bahwa sistem yang dilalui adalah
bergantian dan tidak ada orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk
memperdaya mereka. ‘’ Di Malang ini damai, tidak ada yang memalak kami, dan
semua dilakukan secara bergantian ‘’ urai Viktor. Dari perbincangan tersebut,
kami tau bahwa di daerah Malang ini khususnya daerah Arjosari, anak-anak
jalanan masih dapat melindungi dirinya dan bebas dari tindakan yang tidak
bertanggungjawab seperti kekerasan. Bertanya mengenai penghasilan, Agus dan
Viktor mampu mengumpulkan uang sebanyak kurang lebih 20.000 rupiah dan masih
harus dibagi menjadi dua. Secara otomatis, uang yang didapatkan untuk per
orangnya adalah 10.000 rupiah. Setiap harinya mereka mengamen dari terminal
sampai daerah Pandaan. Sangat ironis sekali, dalam kehidupan yang serba mudah
ini, mereka masih harus bersusah payah untuk mendapatkan sedikit uang sebagai
pemenuh kebutuhan mereka.
Berbicara tentang
cita-cita dan harapan hidup, mereka memiliki jawaban yang berbeda. Agus ingin
menjadi pemain sepak bola nasional dan Viktor sesuai dengan hobbinya ingin
menjadi seorang musisi handal. Dalam benak kami, masih banyak anak-anak yang
butuh perhatian lebih dari keluarga, masyarakat dan pemerintah khususnya untuk
membantu dan mendorong serta mendukung harapan mereka yang pastinya harapan
tersebut menjadi motivasi untuk merubah kehidupan yang lebih baik.
Terlepas dari
status sebagai seorang anak jalanan, setiap individu memiliki kebutuhan untuk
berprestasi yang membentuk aspirasi hidupnya. Aspirasi hidup anak jalanan
terdiri dari aspirasi di bidang pendidikan, aspirasi di bidang pekerjaan, serta
harapan-harapan yang pada intinya menginginkan kehidupan yang lebih baik,
kehidupan normal seperti yang dimiliki oleh anak pada umumnya, serta tidak lagi
melakukan aktivitas sebagai anak jalanan. Aspirasi hidup tersebut dapat berupa
keinginan-keinginan yang positif atau negatif tergantung bagaimana anak jalanan
memaknai keinginannya, jangka pendek atau jangka panjang tergantung jangka
waktu yang ditetapkan untuk mencapai keinginan tersebut, dan dapat berupa
keinginan yang realistis atau idealistis tergantung sejauh mana anak jalanan
mengukur kemampuannya untuk meraih aspirasi hidup.
2.3
Komentar
Individu
- Elisa : Kalau menurut saya keberadaan anak
jalanan itu sangat mengganggu masayarakat.
Seharusnya anak jalanan itu mengikuti anjuran dari pemerintah, misal
menerima keterampilan yang diberikan oleh pemerintah. Ataupun mereka mempunyai
keinginan untuk mengeyam pendidikan walaupun tudak sampai sempurna. Sehingga
mereka bisa mngubah kehidupan mereka kedepannya.
- Thony : Keberadaan anak jalanan itu bukan
sepebuhnya kesalahan pemerintah yang kurang menyikapi tentang anak jalanan itu.
Karena pemerintah sendiri sebenarnya sudah meberikan wadah untuk anak-anak yang
kurang beruntung dalam hal ekonomi seperti anak jalanan, pemerintah pun juga
sudah mengadakan program sekolah gratis hingga 9 tahun. Tetapi mereka merasa
kebijakan itu kutang menjamin, sehingga mereka tetap di jalanan.
- Adi :
Saya
tidak setuju dengan adanya anak jalanan, karena anak jalanan sangat mengganggu
masyarakat.
- Citra : Kalau saya tidak terganggu dengan
anak jalanan, karena ada atau tidaknya anak jalanan itu tidak merugikan saya.
Tapi lebih baik jika anak jalanan itu tidak ada, karena mereka juga mempunyai
hak yang sama dengan anak-anak yang lainnnya. Dalam hal ini, mereka bisa
meninggalkan pekerjaan di jalanan dan mendapatkan hak-haknya seperti pemdidikan
formal, keamanan sosial dan terhindar dari kesenjangan sosial.
- Dinaino : Menurut
saya anak jalanan tidak berpengaruh terhadap kita dan juga dengan adanya anak
jalanan menambah tingkat kriminalitas di masyarkat, pemeliharaan anak jalanan
harus lebih maksimal agar mereka tidak kemblai ke jalan lagi.
- Fauzya : Saya tidak setuju dengan adanya anak
jalanan karena dengan adnaya anak jalanan tingkat kriminalitas juga semakin
besar seperti perdagangan manusia dan lain-lain. Dan sama saja mendidik anak
jalanan menjadi lebih malas karena mengandalkan orang lain.
- Asriati : Menurut saya ada dan
tidaknya anak jalanan tidak mmeberikan pengaruh bagi keidupan kita. Karena
keberadaan mereka hanya untuk memberikan keuntungan bagi mereka sendiri dan
harapan saya mereka diberikan wadah atau tempat yang layak untuk mendapatkan
hal-hal yang dimiliki anak lain pada umunya.
- Elda :Saya tidak setuju, karena sebenarnya
keberadaan anak jalanan tidak dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat namun
seringkali anak jalanan merupakan korban dari buruknya ekonomi keluarganya dan
keluarga yang broken home.
- Nizhar : Menurut saya tidak setuju karena dengan
adanya anka jalanan tidak mmepengaruhi kehidupan kita anak jalanan timbul dari
faktor keluarganya sendiri yang mempunyai ekonomi yang rendah sehingga dia
terpaksa turun ke jalan untuk memenuhi kebutuhannya.
5. PENUTUP
5.1
Kesimpulan
-
Aspirasi
hidup anak jalanan terdiri dari aspirasi pendidikan dan aspirasi pekerjaan,
serta harapan-harapan yang pada intinya menginginkan kehidupan yang lebih baik
daripada kehidupan di jalanan.
-
Alasan menjadi anak jalanan yaitu
melihat orang terdekatnya
melakukan aktivitas di jalan, adanya paksaan dari orang tua,
keinginan untuk mandiri secara
ekonomi dari orang tua.
-
Tujuannya menjadi
anak jalanan yaitu untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti
makan, minum dan jajan memenuhi
kebutuhan fisik keluarga.
-
Kedua
subjek observasi memiliki latar belakang yang berbeda, memiliki aspirasi yang
berbeda pula. Satu subjek di antaranya memiliki aspirasi yang menonjol di
bidang olahraga, sedangkan satu subjek yang lainnya memiliki aspirasi yang
menonjol di bidang kesenian.
-
kesamaannya, dua subjek dari observasi ini memiliki
aspirasi yang bersifat realistis, memandang ke depan
kehidupan untuk memperbaiki nasib menjadi lebih baik.
5.2
Saran
5.2.1 Bagi
kedua subjek observasi
a. Subjek pertama (Agus)
Hendaknya
subjek meneruskan keinginannya untuk meraih pendidikan lewat les serta
mengembangkan dan menumbuhkan rasa percaya dirinya bahwa diri subjek memiliki
kemampuan dan kesempatan untuk meraih keinginan sama seperti orang lain.
b.
Subjek kedua (Viktor)
Subjek
hendaknya mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki dan memanfaatkan waktu yang
dimiliki untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan dan bermanfaat Subjek
hendaknya mulai memfokuskan diri pada orientasi masa depan yang lebih baik,
sehinga tidak hanya kesenangan yang menjadi tujuan utama dalam hidup.
5.2.2
Bagi
orang tua subjek
Orang
tua hendaknya lebih memperhatikan kebutuhan anak akan kasih sayang dan
perhatian, dan bukan semata-mata mengutamakan kebutuhan ekonomi. Orang tua
diharapkan lebih memperhatikan hak anak yang meliputi kebutuhan-kebutuhan anak
akan perlindungan, kasih sayang, ruang untuk berkreasi dan bermain, serta ruang
untuk berpendapat dan menentukan pilihan sendiri. Orang tua sebagai pendidik
utama dalam keluarga hendaknya mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut
tanpa mengeksploitasi atau mengabaikan anak.
5.2.3
Bagi
peneliti lain
a. Peneliti lain dapat menggunakan hasil
penelitian sebagai sumber referensi dan
kerangka pikir dengan memperhatikan kesesuaian konteks penelitian.
b. Peneliti lain yang berminat melakukan
penelitian yang sama diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam
dan mengungkap informasi-informasi lain yang belum terungkap dalam penelitian
dengan melakukan penelitian yang sejenis.
c. Peneliti lain yang berminat melakukan
penelitian yang serupa diharapkan
memperhatikan pembangunan raport tidak hanya pada anak, tetapi juga pada
orang tua dan lingkungan sosial anak, sehingga diharapkan akan mendapatkan data
penelitian yang lebih valid.
d.
Peneliti lain yang berminat
melakukan penelitian yang serupa diharapkan dapat menggali aspek religius dalam
aspirasi anak jalanan, sehingga harapannya intervensi yang diberikan tidak
hanya berupa pemenuhan kebutuhan berprestasi, namun juga dapat diberikan
intervensi berdasarkan kebutuhan pendidikan religius dan pendidikan moral bagi
anak jalanan.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, E.B.
1979. Personality Development.
New Delhi: Tata McGraw-Hill
Publishing Company ltd.
Kartono, K. 1996. Pengantar
Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju.
Moleong, LJ. 2002. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.Polit, Denise F. 2003. Nursing
Research, Principles and Methods. New Jersey: Lrancott Williams and
Wilxins.
Sallahuddin, Odi .2000. Anak Jalanan
Perempuan. Semarang: Yayasan Setara.
LAMPIRAN
·
Data
Mentah (Data Narasumber)
P :
Siapa
nama adik-adik?
A :
saya
Agus mbak
V :
saya Viktor mbak
P : Usia kalian berapa?
A : 15 tahun mbak
V :
12
tahun mbak
P : Masih sekolah? Kelas berapa?
A :
udah engga, waktu SD berhenti
V :
kalo saya masih, SD mbak
P :
Agus kenapa kamu berhenti sekolah? Kok malah ngamen?
A :gag ada biaya mbak,
orang tua penghasilannya pas-pasan. Adik-adik saya masih 5 orang. Jadi saya
bantu orang tua nambahin penghasilan.
P :
Kalo Viktor kenapa kamu ngamen? Kamu kan masih sekolah?
V :pengen aja mbak,
soalnya hobi saya itu main musik jadi lewat ngamen ini bisa nyalurin bakat saya
mbak. Selain itu juga bantu-bantu nambahin penghasilan buat jajan adik-adik
saya mbak.
P :kalian ini biasanya
ngamen jam berapa aja?
A :Kalo saya ngamen
biasanya malam hari mbak, habis maghrib gini berangkat. Soalnya kalo siang jaga
rumah mengurus pekerjaan rumah masak nyapu, jaga adik-adik saya yang masih
kecil. Selagi orang tua saya bekerja.
V :Saya malam juga mbak,
kalo siang sekolah kalo ada waktu ya ngeband sama temen-temen saya.
P :Orang tuamu kerja apa Gus?
A :Bapak nelayan mbak,
kalo ibu ngamen. Biasanya ngamen di sekitar rumah aja.
P :biasanya kan pengamen
itu ada bos nya ya,dik? Biasanya
kan harus setor, bila kalian tidak setor
adakah kekerasan ynag dilakukan mereka pada kalian?. Bagaimana itu dik?
V :Di Malang ini damai kok
mbak, tidak ada yang memalak kami, dan semua dilakukan secara bergantian antar
pengamen satu dengan pengamen lainnya.
P :Terus tentang penghasilan
kalian itu gimana?
A : kalau kita berdua
biasanya sistem bagi hasil mbak, jadi berapapun hasilnya dibagi 2 orang.
P :Berapa biasanya hasil
ngamen kalian?
A :Biasanya +
20.000 mbak, dibagi 2 masing-masing 10.000. kalo lagi beruntung ya bisa dapat
lebih.
P :Jangkauan ngamen kalian biasanya sampai kemana aja?
V :Dari terminal ini,
nanti ikut bis biasanya nyampe daerah pandaan.
P :Adakah keinginanmu
untuk bersekolah kembali Gus?
A :ya ingin lah mbak, saya
juga pengen pinter kayak yang lain. Bisa mencapai cita-citaku.
P :Apa cita-cita kalian
kedepan dik?
A :Saya pengen jadi pemain
sepak bola yang handal.
V :kalau saya pengen jadi
musisi yang handal mbak kayak om Dhani.
P :Apa harapan kalian
kedepan dik?
A :Untuk saat ini mungkin
keadaan saya jadi pengamen untuk Harapannya saya ingin menjadi yang lebih baik
dari ini mbak… saya ingin menggapai cita-cita saya.
·
Dokumentasi
Foto
saat wawancara
Foto
Agus (Kiri) dan Viktor (Kanan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar