Minggu, 17 Juni 2012

infeksikasi dan intoksikasi


INFEKSIKASI DAN INTOKSIKASI MIKROORGANISME DALAM BAHAN PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN FOOD SAFETY


MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Toxicology dan Hygiene yang dibina oleh Ir. Dwi Setijawati, M. Kes



416973_2980072068042_1449143077_32392334_1094371749_n.jpg


Oleh :

Achmad Fathony                    105080301111043
Adi Citra Prabowo                   105080301111029
Bias Nur Elmira                       105080301111046
Dessy Puspitasari                   105080301111042
Dinaino Nabiu                         105080301111039
Dwi Jayanti Puspitasari          105080301111032
Dwi Yuli Pujiastuti                   105080301111022
Intan Riski Febrisari                105080301111035
Nandarningtyas Laras             105080301111028
Redita Sari Waluyo                 105080301111045


TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA sehingga makalah yang berjudul “Infeksikasi dan Intoksikasi Mikroorganisme Dalam Bahan Pangan” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah Toxicology dan Hygiene yang telah membimbing penulis dalam penulisan makalah ini.
            Makalah ini merupakan tugas kelompok dalam mata kuliah Toxicology dan Hygiene. Adapun tujuan diberikannya tugas makalah ini sebagai sumber informasi dan menambah wawasan tentang infeksikasi dan intoksikasi mikroorganisme dalam bahan pangan beserta mekanismenya yang dapat menimbulkan efek bagi kesehatan tubuh manusia. Dalam penulisan makalah ini penulis menemukan beberapa kesulitan, namun akhirnya dapat terselesaikan.
            Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Khususnya dari dosen mata kuliah Toxicology dan Hygiene sebagai pedoman pada penulisan selanjutnya. Harapan penulis semoga penulisan makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dalam proses pengembangan  dan pengalaman tentang ilmu Toxicology dan Hygiene.
             




Malang, 4 Mei 2012


Penulis




1.         PENDAHULUAN


1.1       Latar Belakang
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi, serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Keracuan makanan yang sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme., mencakup gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme-organisme tertentu dan gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme penghasil toksin. Toksin-toksin dapat ditemukan secara alami pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang dihasilkan suatu metabolisme. Dengan demikian, intoksikasi pangan adalah gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan, sedangkan infeksi pangan disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya (Siagian, 2002a)
Selama proses produksi, yang meliputi pengolahan, pengemasan, transportasi, penyiapan, penyimpanan dan penyajian, makanan mungkin terpapar pada kontaminasi mikroba penyebab infeksi atau intoksikasi. Jika mikroba atau toksin yang dihasilkanya mencapai jumlah yang cukup dan dikonsumsi oleh manusia, maka terjadilah keracunan pangan. Untuk menentukan apakah suatu kejadian (Outbreak) keracunan pangan oleh mikroba telah terjadi, maka perlu dilakukan penyelidikan pada makanan, korban keracunan dan tempat kejadiannya. Ilmu yang secara khusus mempelajari hal ini disebut epidemiologi. Proses penyelidikan epidemiologi ini bertujuan untuk mengidentifikasi makanan penyebab, sebab terjadinya keracunanan serta ada tidaknya mikroba patogen yang sama pada makanan dan pada spesimen penderita. Apabila mikroba patogen penyebab keracunan dapat diidentifikasi, maka dapat diberikan pengobatan yang tepat bagi korban keracunan. Penyelidikan ini dapat juga menunjukkan titik kritis dimana kontaminasi mungkin telah terjadi. Hasil penyelidikan yang didiseminasikan kemasyarakat akan meningkatkan kewaspadan masyarakat awam atau industri pangan tentang keamanan pangan sehingga kejadian serupa tidak terulang (Siagian, 2002b).
Makanan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh manusia. Makanan tidak hanya dituntut cukup dari segi zat gizi dan memenuhi diet manusia tapi juga harus aman bila dikonsumsi. Untuk itu peran sanitasi menjadi sangat penting sebagai upaya untuk mencegah kemungkinan tumbuh dan berkembangnya mikroba pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia. Sanitasi merupakan bagian penting dalam industri pangan yang harus dilaksanakan dengan baik. Dalam industri pangan, sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk makanan, pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja (Werdiningsih dan Handayani, 2010).
Keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologi, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Undang-undang RI No.7, 1996). Keamanan pangan merupakan masalah yang kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologi, toksisitas kimiawi, dan status gizi yang kesemuanya saling berkaitan. Pangan yang tidak aman dapat mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah terhadap status gizi (Winarno et al,1993)

1.2         Rumusan Masalah
·                     Apakah yang dimaksud dengan infeksikasi dan intoksikasi?
·                     Apa jenis mikroorganisme yang menyebabkan infeksi dan intoksikasi?
·                     Bagaimana mekanisme mikroorganisme dapat menyebabkan infeksikasi dan intoksikasi dalam tubuh manusia?
·                     Apakah yang dimaksud dengan food safety?
·                     Bagaimana pencegahan dan penanggulangan toksisitas terkait dengan adanya food safety?

1.3         Tujuan
·                     Untuk memahami lebih lanjut tentang infeksikasi dan intoksikasi mikroorganisme dalam bahan pangan
·                     Untuk mengetahui jenis-jenis mikroorganisme penyebab infeksi dan intoksikasi
·                     Unuk mengetahui mekanisme dan efek yang ditimbulkan mikroba infeksi dan intoksikasi dalam tubuh manusia
·                     Untuk memahami lebih jauh tentang food safety
·                     Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan toksisitas terkait dengan adanya food safety

1.4          Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah mahasiswa dapat lebih memahami tentang infeksikasi dan intoksikasi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia sehingga dapat mengetahui cara-cara pencegahan dan penanggulangannya. Selain itu, mahasiswa juga dapat menerapkan sanitasi dan higienitas dalam pangan terkait keamanan pangan demi keselamatan bersama.







2.         PEMBAHASAN
2.1       Pengertian Infeksi dan Intoksikasi
Menurut Siagian (2002), Secara umum, istilah keracuan makanan yang sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme., mencakup gangguan- gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme- organisme tertentu dan gangguan-gangguan akibat terinfeksiorganisme penghasil toksin. toksin-toksin dapat ditemukan secara alami pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang dihasilkan suatu metabolisme. Ditambahkan Santoso (2009) Keracunan makanan karena mikrobia dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe infeksi dan intoksikasi yaitu:
a.                  Infeksi
Infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena tertelannya mikroba patogen (bakteri dan virus) bersama makanan. Selanjutnya mikroba ini berkembang biak dalam alat pencernaan dan menimbulkan reaksi konsumen. Bakeri diketahui sebagai penyebab utama kasus keracunan. Gejala pada konsumen pada umumnya timbul setelah inkubasi 2-36 jam tergantung dari jenis bakteri patogen dan pada umumnya dicirikan oleh gangguan alat pencernaan seperti sakit perut, mual, diare, muntah, demam, sakit kepala. Pada kasus yang serius, keracunan makanan bisa menyebabkan kematian (Scott, 2006 dalam Handayani dan Werdiningsih, 2010). Mikroorganisme yang termasuk kelompok penyebab keracunan makanan tradisional seperti Salmonella, Clostridium, Galur E.coli 0157:H7 dan spesies Shigella. Infeksi dapat juga terjadi dengan media toksin yang disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin (toksin yang mempengaruhi transfer air, glukosa dan elektrolit) selama kolonisasi dan pertumbuhannya dalam alat pencernaan (Handayani dan Werdiningsih, 2010).
Sedangkan menurut Santoso (2009), Infeksi yaitu keracunan karena tertelannya  mikrobia hidup dalam jumlah yang tinggi bersama makanan sehingga mikrobia tersebut mengakibatkan keracunan, contoh Salmonella. Di tambahkan oleh Siagian (2002) infeksi pangan disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya.
Infeksi pada konsumen: setelah dikonsumsi, jenis jenis patogen ini berkembang biak dalam alat pencernaan, karena itu menimbulkan pengaruh atau reaksi pada konsumen. Gejala gejala konsumen umumnya timbul setelah masa inkubasi antara 12-24 jam dan ditandai oleh gangguan perut, sakit pada perut bagian bawah (abdominal pains), pusing (nausea), berak berak (diarrhea), muntah muntah (vomiting), demam dan sakit kepala (Buckle et al., 1987).
b.                  Intoksikasi 
Intoksikasi adalah penyakit yang disebabkan karena tertelannya toksin dalam makanan yang sebelumnya diproduksi oleh mikroba dalam makanan. Gejala penyakit timbul lebih cepat daripada infeksi yaitu 3-12 jam setelah makanan dikonsumsi, yang ditandai dengan muntah- muntah hebat dan diare (Taylor, 2002 dalam Handayani dan Werdiningsih, 2010). Akibat kontaminasi mikroba pada makanan dapat dibagi 2 kategori yaitu food poisoning (keracunan makanan) dan food borne desease (penyakit yang berhubungan dengan makanan) (Handayani dan Werdiningsih, 2010).
Sedangkan menurut Santoso, (2009) intoksikasi yaitu apabila mikrobia tumbuh dalam  makanan kemudian memproduksí zat racun (toksik) di dalamnya, dan  makanan tersebut dikonsumsi, maka toxinnya tersebut yang  menyebabkan keracunan, jadi meskipun mikrobianya sudah musnah  pada waktu pengolahan pemanasan, tetapi jika zat racunnya masih Stabil maka tetap akan potensi memberikan gejala keracunan, Contoh mikrobianya adalah Staphylococcus yang memproduksi zat racun, enterotoxsin dan clostridium botulinum yang memproduksi botulinin. Ditambahkan oleh Siagian (2002), intoksikasi pangan adalah gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan.
Keracunan (intoksikasi) pada konsumen: dalam hal ini adalah termakannya racun yang dihasilkan lebih dulu oleh pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan yang mengakibatkan pengaruh pada konsumen. Gejala gejala umumnya terlihat lebih cepat (3-12 jam) setelah memakan bahan pangan tersebut dibandingkan dengan akibat organisme penyebab infeksi, dan ditandai oleh sering kali muntah muntah ringan dan berak berak (Buckle et al., 1987)

2.2       Jenis Mikroorganisme Penyebab Infeksi dan Intoksikasi
2.2.1    Infeksi
Menurut Buckle et al., (1987), mikroorganisme dengan kategori ini termasuk jenis mikroorganisme yang menyebabkan keracunan makanan yang telah lama sekali dikenal: Slamonella, clostridium perfingens, Vibrio parahaemolyticus, galur dari Escherchia coli yang enteropatogenik dan spesies shigella. Sedangkan menurut Handayani dan Werdiningsih (2010), infeksi pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu (a) infeksi dimana makanan tidak menunjang pertumbuhan patogen tetapi sekedar membawa patogen tersebut, misalnya patogen penyebab tuberkulosis (Mycobacterium bovis dan M. tuberculosis), Brucellosis (Brucella abortus, B. mulitensis), dipteri (Coryne- bacterium diphteriae), disentri oleh Campylobacter, demam, tipus, cholera, hepatitis dan (b) infeksi dimana makanan berfungsi sebagai medium kultur untuk pertumbuhan patogen sehingga mencapai jumlah yang memadai untuk menimbulkan infeksi bagi konsumen makanan tersebut. Infeksi ini mencakup Salmonella, sp, Listeria, Vibrio parahaemolyticus, dan E. coli enteropatogenik.
2.2.2    Intoksikasi
Menurut Buckle et al., (1987), contoh yang klasik dari golongan ini adalah racun ynag dihasilkan dalam bahan pangan oleh pertumbuhan staphylococcus aureus dan clostridium botulinum. Walaupun menghasilkan pengaruh yang agak berbeda pada konsumen, metabolit beracun dari kapang (mycotoxin) harus juga dimasukkan dalam golongan ini.
Dua intoksikasi pangan utama yang disebabkan oleh bakteri yaitu botulism yang disebabkan oleh Clostridium botulinum dan intoksikasi Staphilokoki, disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh Sthaphylococcus aureus. Gejala- gejala yang ditimbulkan oleh intoksikasi terlihat setelah 3-12 jam setelah memakan bahan makanan tersebut dan ditandai oleh muntah- muntah dan diare (Dewanti, 1996 dalam Handayani dan Werdiningsih, 2010).
Berikut tabel jenis mikroorganisme yang tergolong infeksi dan intoksikasi menurut Siagian (2002):
Intoksikasi
Infeksi
1.      Intoksikasi stapilokoki
(enterotoksin stapilokoki diproduksi
oleh Staphylococcus aureus)
2.      Botulism: neurotoksin diproduksi oleh
Clostridium botulinum

1.       Salmonellosis: enterotoksin dan
sitotoksin dari Salmonella spp.
2.      Clostridium perfringens:
entertoksin diproduksi selama
sporulasi
C. Perfringens tipe A dalam saluran Pencernaan
3.       Bacillus cereus: entertoksin
Diproduksi selama sel lisis dalam saluran pencernaan
4.      Escherichia coli enteropatogenik
5.      Campylobacter jejuni, C.coli
6.      Listeria monocytogenes
7.      Yersiniosis
Shigellosis
Vibrio parachaemolyticuz

           
2.3       Mekanisme Intoksikasi Bakteri Clostridium botulinum
Bakteri Clostridium botulinum ditemukan dimana-mana, dalam tanah, sedimen didasar laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium botulinum adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora, berbentuk batang dan relatif besar. Spora bakteri dapat terhirup atau termakan, atau dapat menginfeksi luka terbuka. Walaupun demikian bakteri dan sporanya tidak berbahaya. Gejala botulism disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri tersebut. Toksin botulism merupakan toksin yang berbahaya, dengan dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100 gram dapat membunuh setiap manusia didunia (Bayrak and Tilky, 2006).
Clostridium botulinum menghasilkan suatu intoksikasi klasik. Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan racun yang cukup kuat dan bersifat mematikan. Gejala gejala keracunan akan tamapak dalam jangka waktu 24-72 jam setelah makan racun tersebut dan sebagai tanda pertama adalah lesu, sakit kepala dan pusing. Diare akan terjadi pada permulaan tetapi akhirnya penderitaan tidak dapat buang air (konstipasi). Sistem syaraf pusat terganggu dan terjadi pula gangguan pada penglihatan, pada akhirnya slit berbicara yang disebabkan kelumpuhan pada otot tenggorokan. Kematian dapat terjadi oleh karena pusat pernafasan mengalami kelumpuhan. Tingkat kematian sangat tinggi (kira kira 50%) dan hal ini dapat dikurangi jika antitoksin dapat segera diberikan (Buckle et al., 1987).
Clostridium botulinum memiliki waktu inkubasi sekitar 12-36 jam atau lebih lama atau lebih pendek. Gejala-gejala yang timbul adalah gangguan pencernaan akut yang diikuti oleh pusing-pusing dan muntah-muntah, bisa juga diare, lelah, pening dan sakit kepala. Gejala lanjut konstifasi, double dision, kesulitan menelan dan berbicara, lidah membengkak dan etrtutup, beberapa otot lumpuh, dan kelumpuhan bisa menyebar ke hati dan salutan pernafasan. Kematian bisa terjadi dalam waktu tiga sampai enam hari. Bahan pangan yang potensial dicemari oleh Clostridium botulinum adalah makanan kaleng dengan pH > 4-6 (Siagian, 2002).

2.4       Mekanisme Intoksikasi Bakteri Staphylococcus aureus
            Keracunan karena bahan pangan yang tercemar Staphylococcus aureus kebanyakan berhubungan dengan produk bahan pangan yang telah dimasak terutama yang dikelola oleh manusia seperti daging dan ayam yang telah dimasak, udang kupas yang dimasak, ham, bacon, lunch meats dan produk-produk susu seperti kue-kue krim, custard pies dan keju. Gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Staphylococcus areus adalah bersifat intoksikasi. Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan racun interoksin, dimana apabila termakan dapat mengakibatkan serangan mendadak yaitu kekejangan pada perut dan muntah-muntah yang hebat. Diare dapat juga terjadi. Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan racun yang cukup kuat dan bersifat mematikan. Untuk menghasilkan enterotoksin yang cukup dalam produk untuk bersifat meracuni dibutuhkan kira-kira 106 sel/g (Buckle et al., 1987). 
            Beberapa jenis enterotoksin dari Staphylococcus aureus  stabil pada suhu mendidih, berkembang biak di dalam makanan yang tercemar dan menghasilkan toksin. Keracunan makanan relative lebih sering tersebar luas dan merupakan salah satu jenis intoksikasi akut akibat makanan yang paling sering terjadi di Amerika serikat. Yang berperan sebagai reservoir adalah manusia, kadang-kadang sapi dengan infeksi kelenjar susu berperan sebagai reservoir dan juga dapat anjing dan burung. Penularan terjadi karena mengkonsumsi produk makanan yang mengandung enterotoksin Staphylococcus. Makanan yang sering tercemar adalah makanan yang sering diolah dengan tangan, yang tidak segera dimasak dengan baik ataupun karena proses pemanasan atau penyimpanan yang tidak tepat. Masa inkubasi mulai dari saat mengkonsumsi makanan tercemar sampai dengan timbulnya gejala klinis yang berlangsung antara 30 menit sampai dengan 8 jam, biasanya berkisar antara 2-4 jam (Kandun, 2000).

2.5       Mekanisme Infeksikasi Bakteri Salmonella sp
            Salmonella sp. Merupakan bakteri berbahaya yang dapat mencemari susu. Bakteri tersebut dikeluarkan dari saluran pencernaan hewan atau manusia bersama dengan feses. Oleh karena itu, produk yang berasal dari peternakan rentan terkontaminasi Salmonella sp. Patogenesis Salmonella sp. Saat ini belum diketahui dengan pasti, namun dapat menimbulkan infeksi bersifat invasive dengan cara menembus sel-sel epitel usus dan merangsang terbentuknya sel-sel radang. Salmonella sp. Juga berpotensi menghasilkan toksin yang bersifat tidak tahan panas (Suwito, 2010).
Keracunan pangan karena Salmonella terutama berhubungan dengan daging sapi dan ayam yang baru dimasak yang oleh karena sesuatu hal telah dimasak kurang sempurna dan salah pengelolaannya sebelum dikonsumsi. Siklus dari penularan keracunan bahan pangan yang tercemar Salmonella dapat digambarkan seperti berikut :

Ternak                         bahan pangan                          manusia

Burung                                                                        

Kotoran           hewan                                                                          kotoran
                        bahan pangan
Organisme-organisme dikeluarkan ke dalam alam sekeliling melalui kotoran (faeces) dimana bahan pangan dan air akan tercemar olehnya dengan perantara udara. Rantai penularannya adalah: manusia – bahan pangan (air) – manusia. bakteri-bakteri ini sangat infektif, yaitu hanya dengan sejumlah kurang dari 100 sel cukup untuk menimbulkan penyakit. Oleh karena dosisi infeksinya cukup rendah, maka umumnya tidak diperlukan perkembangbiakan sel dalam bahan pangan untuk menjadi berbahaya, walaupun perkembangbiakan dapat terjadi. Salmonella penyebab gastroentritis ditandai dengan gejala-gejala yang umumnya nampak 12-36 jam setelah makan bahan pangan yang tercemar. Gejala-gejala tersebut adalah berak-berak, sakit kepala, muntah-muntah dan demam dan dapat berakhir 1-7 hari. Tingkat kematian kurang dari 1%, tetapi jumlah ini meningkat pada anak-anak, orang tua atau orang yang lemah. Tempat terdapatnya mikroorganisme ini adalah pada alat-alat pencernaan hewan,  burung baik yang sudah diternakan atau yang masih liar (Buckle et al., 1987). 

2.6       Mekanisme Infeksikasi Bakteri Bacillus cereus
            Bakteri ini adalah gram positif berbentuk batang, bergerak, dapat membentuk spora, bersifat fakultatif anaerob dan tersebar secara luas dalam tanah dan air. Sampai akhir akhir ini bakteri tersebut tidak digolongkan sebagai patogenik, akan tetapi sejumlah keracunan karena bahan pangan yang berhubungan dengan daging, susu, rempah dan nasi goreng ditemukan tercemar oleh banyak sel sel bacillus cereus. Survei tentang kejadian yang sehubungan dengan organisme ini dalam bahan pangan menunjukan suatu frekuensi yang tinggi pada bahan pangan kering seperti serealia, rempah rempah dan susu bubuk (tepung susu). Susu yang sudah dipasteurisasi dapat juga mengandung bacillus cereus. Kemampuan membentuk spora memungkinkan mikroorganisme ini tetap hidup pada operasi pengolahan dengan pemanasan. Gejala gejala dari keracunan baha pangan yang tercemar oleh bakteri ini termasuk diare, sakit perut dan kadang muntah muntah, tetapi ini belum jelas apakah ini merupakan suatu bentuk keracunan bahan pangan yang bersifat intoksikasi atau infeksi (Buckle et al., 1987).
            Infeksi oleh bakteri ini ditandai dengan adanya serangan mendadak berupa mual, muntah-muntah, ada juga disertai dengan kolik dan diare. Lamanya sakit umumnya tidak lebih dari 24 jam dan jarang sekali menimbulkan kematian. Ada 2 jenis enterotoksin yang dikenal, pertama yaitu enterotoksin tahan panas (heat stable) yang menyebabkan muntah-muntah, dan jenis lainnya adalah enterotoksin yang tidak tahan panas (heat labile) yang menyebabkan diare. Bacillus cereus ada dimana-mana di dalam tanah dan dilingkungan sekitar, biasanya ditemukan pada bahan makanan mentah, makanan kering, dan makanan olahan. Cara penularannya adalah karena mengkonsumsi makanan yang disimpan pada suhu kamar setelah dimasak, yang memungkinkan kuman berkembangbiak. Kejadian luar biasa (KLB) yang disertai muntah-muntah sering terjadi setelah makan nasi yang disimpan pada suhu kamar sebelum dipanaskan kembali. Masa inkubasi berkisar antara 1 sampai dengan 6 jam, sedangkan pada distribusi penyakit dimana gejala yang menonjol adalah diare masa inkubasi berkisar 6 sampai 24 jam (Kandun, 2000).

2.7       Keamanan Pangan ( Food Safety )
Safety Food (keamanan pangan) diartikan sebagai kondisi pangan aman untuk dikonsumsi. Safety Food secara garis besar digolongkan menjadi 2 yaitu aman secara rohani dan aman secara jasmani. Aman secara rohano berhubungan dengan kehalalan dan aman secara jasmani meliputi pangan itu bebas dari bahaya biologi atau mikroorganisme yang membahayakan, bebas cemaran fisik dan bebas cemaran kimia. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan terhadap pangan yang dikonsumsi, mengkonsumsi pangan yang aman merupakan hal yang harus diperhatikan oleh produsen dan konsumen. Berdasarkan UU Pangan No. 7 Tahun 1996, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Umar, 2009).
Kemanan produk pangan adalah bagian tak terpisahkan dengan mutu produk tersebut. Pengertian mutu, prinsip-prinsip pengendalian mutu serta penerapan jaminan mutu perlu dipahami untuk mendapatkan produk pangan yang berkualitas baik. Beberapa standart mutu untuk  komoditas produk pengolahan pangan dapat dijadikan acuan untuk menghasilkan produk berkualitas yang sesuai  dengan standart yang ditentukan oleh sebab itu pemahaman tentang mutu dan keamanan produk olahan pangan peru di sosialisasi kepada masyarakat khususnya para produsen dan pelaku bisnis (Legowo, 2003).
Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya biologi atau mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik. Bahaya biologis atau mikrobiologis terdiri dari parasit (protozoa dan parasit), virus dan bakteri pathogen yang dapat tumbuh dan berkembang di dalam bahan pangan sehingga dapat menyebabkan infeksi dan keracunan pada manusia. Beberapa bakteri pathogen juga dapat menghasilkan toksin (racun) sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan intoksikasi.



2.8       Contoh-Contoh Kasus Keracunan
     Kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung bakteri patogen dan zat-zat beracun Iainnya perlu dìwaspadaì. Makanan sayuran termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Merlurut Undang­Undang No.7  tahun 1996 disebutkan bahwa keamanan pangan dídefínisíkan sebagai suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan darì kemungkinan  cemaran biologis, kimia, dan benda Iain yang dapat mengganggu,  dan membahayakan kesehatan manusia. Makanan yang aman adalah  makanan yang tidak tercemar, tìdak mengandung  mikroorganìsme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar,  sehingga  dan zat gízinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusía. Lebih dari 90% terjadinya foodborne diseases pada  manusìa dìsebabkan kontaminasi mikrobiologi, yaitu  meliputi penyakìt tifus, disentri bakteri (Harsojo dan Mellawati, 2009).
Kasus keracunan yang paling sering terjadi pada kurun waktu 1994-1998 adalah dari jasa katering yang menyediakan berbagai menu tradisional. Keracunan pada katering ini dapat disebabkan karena penyediaan makanan dalam jumlah besar sehingga penanganan sanitasi kurang. Pada umumnya jasa makanan katering dipersiapkan jauh (beberapa jam) sebelum makanan tersebut dikonsumsi. Karena jumlah yang dibutuhkan banyak dan membutuhkan waktu penyediaan yang lebih lama, akibatnya makanan dihidangkan bukan dalam keadaan segar (baru diolah) melainkan sudah mengalami penghangatan ulang. Padahal kondisi suhu untuk mencapai panas akan melewati suhu pertumbuhan mikroba patogen. Akibatnya mikroba dapat tumbuh kembali dan memproduksi toksin yang beracun. Selain itu bahan makanan yang baru diolah tidak dilakukan pendinginan segera sehingga suhu pertumbuhan memungkinkan mikroba patogen berbiak dan memproduksi toksin (Handayani dan Werdiningsih 2010).
Kasus keracunan setelah minum susu di Indonesia sering dilaporkan, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Pada bulan September 2004 telah terjadi keracunan setelah minum susu pada 72 siswa Sekolah Dasar (SD) di Tulung Agung Jawa Timur, 300 siswa SD di Bandung, dan 73 karyawan Carefour di Surabaya. Menurut Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM), kasus tersebut disebabkan oleh E. coli dan S. aureus (Kompas, 4 September 2004 dalam Suwito, 2010).
Kejadian keracunan makanan oleh Staphylococcus pada umumnya berasal dari makanan yang disiapkan secara konvesional (hand made). Kasus-kasus yangterjadi di Amerika sejak tahun 1972 – 1987 yang dicatat oleh CDC berkisar 20.000 kasus dan kejadian wabah mencapai 414 kasus. Bahan makanan sumber  pencemaran Staphylococcus yang menimbulkan wabah gastroenteritis adalahdaging babi, produk roti, daging sapi, kalkun, ayam dan telur, seperti pada tabel 2di bawah (Bean & Griffin, 1990 disitasi Jay, 1996 dalam Nugroho, 2004).



2.9       Tindakan Pencegahan dan Penanggulangan
Menurut Legowo (2003), Tindakan pencegahan adalah kegiatan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat yang dapat diterima. Tindakan pencgahan berkaitan dengan sumber bahaya dan tingkat teknologi yang cukup untuk mencapai tujuan tersebut. Tindakan pencgahan dibutuhkan bagi semua bahaya yang cukup besar, setelah dilakukan identifikasi bahaya biasanya dapa dikelompokkan (1) bahaya cukup besar (2) bahaya tidak cukup besar untuk kelompok ke-2 ini tindakan pencegahan bukan menjadi keharusan tetapi mungkin perlu diadakan.
Tindakan pencegahan yaitu antara lain meliputi :
1.         Menggunakan bahan kimia yang dianjurkan dan sesuai dengan ajuran
pakai.
2.         Mengurangi suhu produk setelah panen secepat mungkin.
3.         Mengantarkan dan menyerahkan produk secepat mungkin.
4.         Mengatur suhu penyimpanan sebagai mestinya.
5.         Menyediakan tempat mencuci dan disinfeksi bagi karyawan.
6.         Melakukan analisi bahan dll
Selain itu, menurut Legowo juga perlu diterapkan prinsip keamanan pangan seperti yang ada dalam HACCP. HACCP adalah suatu sistem pendekatan sistematik untuk menjamin keamanan pangan yang diproduksi, yaitu terdiri dari tujuh elemen atau prinsip yang meliputi :
1.      Identifikasi bahaya dan penetapan risiko
2.      Penetapan CCP (critical control point)
3.      Penetapan batas kritis
4.      Pemantauan CCP
5.      Pelaksanaan tindakan perbaikan
6.      Verifikasi
7.      Dokumentasi
Menjaga makanan tetap aman, perlu diadakannya penerapan prinsip-prinsip cara pengolahan makanan yang baik (CPMP), diantaranya adalah memperhatikan masalah sanitasi dan hygiene. Kebersihan pada setiap tahapan proses pengolahan, dimulai dari persiapan dan penyediaan bahan baku, pemakaian air bersih, tahapan pengolahan, dan pasca pengolahan (pengemasan dan penyimpanan) makanan atau pangan merupakan langkah-langkah penting untuk menghindari terjadinya infeksi dan intoksikasi (Umar, 2009).





3.         PENUTUP
3.1       Kesimpulan
·                    Infeksi yaitu keracunan karena tertelannya  mikrobia hidup dalam jumlah yang tinggi bersama makanan sehingga mikrobia tersebut mengakibatkan keracunan.
·                    Intoksikasi adalah penyakit yang disebabkan karena tertelannya toksin dalam makanan yang sebelumnya diproduksi oleh mikroba dalam makanan.
·                    Jenis – jenis mikroba yang menyebabkan infeksi yaitu Salmonella spp, Clostridium perfringens, Bacillus cereus, Escherichia coli, Campylobacter jejuni, Listeria monocytogenes, Vibrio parachaemolyticuz
·                     Jenis – jenis mikroba yang menyebabkan intoksikasi yaitu Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus.
·                     Pada umumnya Clostridium botulinum terdapat pada makanan kaleng pH > 4 – 6 yang membawa toksin dan bila makanan tersebut termakan oleh manusia dapat menimbulkan keracunan.
·                     Salmonella spp banyak terdapat disaluran pencernaan manusia atau hewan yang apabila mengkontaminasi makanan dan termakan manusia akan menimbulkan keracunan dengan cara mengikis saluran pencernaan manusia.
·                    Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
·                    Tindakan pencegahan adalah kegiatan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat yang dapat diterima.

3.2       Saran
            Untuk menghindari keracunan akibat mikroorganisme diatas, sebaiknya perlu pengawasan yang lebih intensif terhadap proses pengolahan bahan pangan serta selalu menjaga dan memperhatikan sanitasi dan hygiene terhadap bahan pangan tersebut
Daftar Pustaka


Bayrak AO and Tilky HE, 2006. Electrophysiologic Findings in a Case of Severe Botulism. Journal of Neurological Sciences (Turkish). Volume:23, No 1

Buckle, F.A; R A Edwards, G H fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta

Handayani, Baiq Rien dan Werdiningsih, Wiharyani. 2010. Kondisi Sanitasi dan Keracunan Makanan Tradisional. Agroteksos Vol 20 No. 2-3. Fakultas Pertanian, Universitas Mataram

Harsojo dan June Mellawati. 2009. Uji Kandungan Minera! dan Cemaran Bakteri Pada Sayuran Segar Organlk dan Non-Organik. Indo.J.Chem. 2009, 9 (2), 226-230.

Kandun, Nyoman I. 2000. Manual pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17. Bakti Husada: Jakarta

Legowo, Anang Mohamad. 2003. Analisis Bahaya Dan Penerapan Jaminan Mutu Komoditi Olahan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro: Semarang

Nugroho, Widagdo Sri. 2004. Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner Staphylococcus, Bakteri Jahat yang Sering Disepelekan.

Santoso, Umar. 2009. Peranan Ahli Pangan Dalam Mendukung Keamanan Dan Kehalalan Pangan

Siagian, Albiner. 2002. Mikroba pathogen Pada Makanan Dan Sumber pencemarannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara: Sumatera Utara

                        . 2002. Keracunan Pangan Oleh Mikroba. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara: Sumatera Utara

Suwito, Widodo. 2010. Bakteri Yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi, Dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian, 29(3). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta: Yogyakarta

Winarno, F.G. 1993. Keamanan, Gizi, dan Khasiat Makanan Tradisional. Prosiding Seminar pengembangan Pangan Tradisional dalam rangka Penganekeragaman Pangan. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan: Jakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar