Jumat, 05 November 2010


PENEBANGAN LIAR MERUPAKAN BENCANA YANG TAK KUNJUNG TERSELESAIKAN




MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia
Yang dibina oleh Bapak Nanang Bustanul Fauzi, S.S






Oleh :

Achmad Fathony
(105080301111043)



FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2010
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dam karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan maklah dengan judul “Penebangan Liar” ini tepat pada waktunya guna memenuhi tugas Bahasa Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Nanang Bustanul Fauzi, S.S selaku dosen Bahasa Indonesia.
2. Teman – teman yang telah memberikan kritik dan saran sehingga makalah ini dapat terwujud.
3. Serta semua pihak yang tidak disebutkan namanya, yang telah berpartisipasi membantu dalam segala hal yang berkaitan dengan penyusunan makalah ini.
Makalah ini memberi manfaat kepada pembaca akan bahaya yang dihasilkan dari penebangan liar. Dimana penebangan liar menghilangkan sejumlah pohon tertentu sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya lingkungan,missal dapat terjadinya banjir,tanahlongsor,dan sebagainya. Makalah ini bersumber dari berbagai macam informasi dan literatur. Dari situlah kami dapat mengembangkannya sehingga menjadi kumpulan informasi yang berguna.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna mengingat keterbatasan waktu dan waktu. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan karya tulis ini. Akhir kata, penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang haus akan ilmu.







Malang, 31 Oktober 2010




Penulis









DAFTAR ISI

Halaman


KATA PENGANTAR………………………………………………………………..         
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………          
BAB I             PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang………………………………………………..         
1.2       Rumusan Masalah…………………………………………….
1.3       Tujuan Penulisan……………………………………………...
BAB II                        PEMBAHASAN
                        2.1       Definisi Penebangan Liar…………………………………….
                        2.2       Dasar Terjadinya Penebangan Liar…………………………...
                        2.3       Pihak –Pihak  Penyebab Penebangan Liar……………………
2.4       Dampak Penebangan Liar…………………………………….
2.5       Proses Penegakan Hukum Kejadian Penebangan Liar……….
2.6       Mengapa Penebangan Liar Sulit Dihentikan…………………
2.7       Upaya Mengatasi Penebangan Liar…………………………..
BAB III          PENUTUP
                        3.1       Kesimpulan……………………………………………………
                        3.2       Saran………………………………………………………….
DAFTAR PUSATAKA………………………………………………………………
                       

           

















BAB I
PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang
Hutan merupakan ciptaan Tuhan yang tiada nilainya. Setiap ciptaan Tuhan pasti ada manfaatnya, terutama manfaat bagi kehidupan. Baik itu manfaat bagi manusia maupun manfaat bagi zat hidup lainnya sebagai bagian dari ciptaan Tuhan. Selain bermanfaat bagi kehidupan, hutan juga mempunyai fungsi pokok yaitu sosio - ekonomi, hidro - orologi dan estetika. Fungsi sosio -ekonomi menempatkan hutan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan jalan memanfaatkan hutan dengan sebaik-baiknya. Pemanfaatan hutan dengan menggunakan kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku menjadikan hutan akan lebih lestari (sustainable) dan akan bermanfaat bagi kepentingan generasi yang akan dating. Fungsi hidro – orologi menempatkan hutan sebagai tonggak dan penopang pengaturan tata air dan perlindungan tanah, yang pada prinsipnya merupakan bagian yang terpenting dan tidak dapat dipisahkan bagi kehidupan. Fungsi estetika menempatkan hutan sebagai pelindung alam dan lingkungan dan menjadikan hutan sebagai paru-paru dunia. Namun demikian dalam era globalisasi sekarang ini, kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan hutan, lebih dititik beratkan pada kepentingan sosio – ekonomi dengan mengabaikan fungsi hidro – orologi maupun fungsi estetika.
Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia,
dimana Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh  negara yang  disebut
Megadiversity Country. Hutan Indonesia merupakan rumah bagi ribuan jenis flora
dan fauna yang banyak diantaranya adalah endemik di Indonesia. Dalam,
kenyataannya pemanfaatan hutan alam yang telah berlangsung sejak awal 1970-an
ternyata memberikan gambaran yang kurang menggembirakan untuk masa depan
dunia kehutanan Indonesia. Terlepas dari keberhasilan penghasil devisa,
peningkatan pendapatan, menyerap tenaga kerja, serta mendorong pembangunan
wilayah, pembangunan kehutanan melalui pemanfaatan hutan alam menyisakan
sisi yang buram. Sisi negatif tersebut antara lain tingginya laju deforestasi yang
menimbulkan kekhawatiran akan tidak tercapainya kelestarian hutan yang diperkuat oleh adanya penebangan liar (Illegal Logging).
Meskipun diatas  kertas, Indonesia telah menyisihkan 19 juta hektare atau 13
persen dari total hutan alam yang ada di Indonesia dalam suatu jaringan ekosistem
yang telah ditetapkan menjadi kawasan-kawasan konservasi dimana kawasan-
kawasan tersebut sengaja diperuntukkan bagi kepentingan pelestarian plasma
nutfah, jenis dan ekosistem yang banyak diantaranya sangat unik dan dianggap
merupakan warisan dunia (world heritage). Namun demikian kenyataanya
menunjukkan bahwa kawasan-kawasan tersebut saat ini sangat terancam
keberadaan dan kelestariannya akibat kegiatan penebangan liar. Penebangan liar yang telah mencapai jantung-jantung kawasan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi menunjukkan betapa meningkat dan parahnya situasi penebangan liar. Penebangan liar adalah penyebab utama penggundulan hutan di Indonesia yang mencapai tingkat kecepatan 1.6    2.0 juta hektar per tahun sehingga Menteri Kehutanan Indonesia telah menempatkan pembasmian aktivitas penebangan liar termasuk perdagangan kayu  illegal sebagai agenda utama dalam lima kebijakan utama sektor kehutanan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid  yang kemudian kebijakan ini dilanjutkan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan pendekatan-pendekatan yang lebih proaktif. 
Penebangan liar merupakan sebuah bencana bagi dunia kehutanan. Indonesia yang
berdampak luas bagi kondisi lingkungan, politik, ekonomi dan sosial budaya
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berbagai masalah yang dapat dirumuskan dari penebangan liar sebagai berikut:
         Mengapa penebangan liar bisa terjadi?
         Bagaimana cara menanggulangi penebangan liar?
1.3 Tujuan Penulisan
Memberikan pengetahuan kepada pembaca agar mengerti terhadap dampak yang dihasilkan dari kegiatan penebangan hutan secara liar. Dengan adanya makalah ini diharapkan juga pembaca sadar terdahap apa yang telah dilakukannya. Selain itu kita sebagai generasi muda juga ikut berpatisipasi dalam pencegahan dan penanggulangan terhadap penebangan liar. Sehingga bencana yang tak berkepanjangan ini dapat segera terselesaikan.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Penebangan Liar
Pembalakan liar atau penebangan liar (bahasa Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan(Wikipedia,2010).
Menurut Konsep Manajemen Hutan sebetulnya penebangan adalah salah satu rantai kegiatan yaitu memanen proses biologis dan ekosistem yang telah terakumulasi selama daur hidupnya. Penebangan sangat diharapkan atau jadi tujuan, tetapi harus dicapai dengan rencana dan dampak negatif seminimal mungkin (reduced impact logging). Penebangan dapat dilakukan oleh siapa saja asal mengikuti kriteria pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management), tetapi kegiatan penebangan liar (illegal logging) bukan dalam kerangka konsep manajemen hutan. Penebangan liar dapat didefinisikan sebagai tindakan menebang kayu dengan melanggar peraturan kehutanan. Tindakan ini adalah sebuah kejahatan yang mencakup kegiatan seperti menebang kayu di area yang dilindungi, area konservasi dan taman nasional, serta menebang kayu tanpa ijin yang tepat di hutan-hutan produksi. Mengangkut dan memperdagangkan kayu illegal dan produk kayu illegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan. Kayu yang ilegal adalah kayunya berasal dari :
• Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung;
• Ijin Bupati di dalam kawasan hutan (misalnya IPKTM, HPHH, IPPK) yang diterbitkan setelah 8 Juni 2002;
• IPK HTI dengan stok tebangan >20m3;
• Konsensi Kopermas yang dikeluarkan oleh Pemrerintah Daerah setelah Desember 2004.
Atau dengan kata lain, batasan/pengertian Illegal logging adalah meliputi serangkaian pelanggaran peraturan yang mengakibatkan exploitasi sumber daya hutan yang berlebihan. Pelanggaran-pelanggaran ini terjadi di semua lini tahapan produksi kayu, misalnya pada tahap penebangan, tahap pengangkutan kayu gelondongan, tahap pemrosesan dan tahap pemasaran; dan bahkan meliputi penggunaan cara-cara yang korup untuk mendapatkan akses ke kehutanan dan pelanggaran-pelanggaran keuangan, seperti penghindaran pajak. Pelanggaran-pelanggaran juga terjadi karena kebanyakan batas-batas administratif kawasan hutan nasional, Dan kebanyakan unit-unit hutan produksi yang disahkan secara nasional yang beroperasi di dalam kawasan ini, tidak didemarkasi di lapangan dengan melibatkan masyarakat setempat.







2.2 Dasar Terjadinya Penebangan Liar
Penebangan liar banyak terjadi dibeberapa kawasan, hal ini disebabkan karena permintaan akan kayu sangat         tinggi terutama untuk dibuat perabotan rumah tangga, kayu menjadi komoditi utama export - import negara - negara didunia, tidak adanya kesadaran akibat dari penebangan liar, tidak adanya perhatian Pemerintah (Scrib,2010).
Menurut Rivafauziah, penyebab terjadinya kegiatan penebangan liar di Indonesia didasari oleh beberapa permasalahan yang terjadi, yaitu:
         Masalah Sosial dan Ekonomi
Sekitar 60 juta rakyat Indonesia sangat tergantung pada keberadaan hutan, dan pada kenyataanya sebagian besar dari mereka hidup dalam kondisi kemiskinan. Selain itu, akses mereka terhadap sumberdaya hutan rendah. Kondisi kemiskinan tersebut kemudian dimanfaatkan oleh para pemodl yang tidak bertanggung jawab, yang menginginkan keuntungan cepat dengan menggerakkan masyarakat untuk melakukan penebangan liar. Hal ini diperburuk dengan datangnya era reformasi dan demokratisasi, yang disalah tafsirkan yang mendorong terjadinya anarki melalui pergerakan massa. Yang pada gilirannya semakin menguntungkan para raja kayu dan pejabat korup yang menjadi perlindungan mereka.
         Kelembagaan
Sistem pengusahaan melalui HPH telah membuka celah-celah dilakukannya penebangan liar, disamping lemahnya pengawasan instansi kehutanan. Selain itu penebangan hutan melalui pemberian hak penebangan huatn skala kecil oleh daerah telah menimbulkan peningkatan fragmentasi hutan.
         Kesejangan Ketersediaan Bahan Baku
Terdapat kesenjangan penyediaan bahan baku kayu bulat untuk kepentingan industri dan kebutuhan domestik yang mencapai sekitar 37 juta m3 per tahun telah mendorong terjadinya penbengan kayu secara liar. Disamping itu terdapat juga permintaan kayu dari luar negeri, yang mengakibatkan terjadinya penyulundupan kayu dalam jumlah besar. Dibukanya kran ekspor kayu bulat menyebabkan sulitnya mendeteksi aliran kayu ilegal lintas batas.
         Lemahnya Koordinasi
Kelemahan korodinasi antara lain terjadi dalam hal pemberian ijin industri pengolahan kayu antara instansi perindutrian dan instansi kehutanan serta dalam hal pemberian ijin eksplorasi dan eksploitasi pertambangan antara instansi pertambangan dan instansi kehutanan. Koordinasi juga dirasakan kurang dalam hal penegakan hukum antara instansi terkait, seperti kehutanan, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
         Kurangnya komitmen dan lemahnya law enforcement
Rendahnya komitmen terhadap kelestarian hutan menyebabkan aparat pemerintah, baik pusat maupun daerah, eksekutif, legislatif maupun yudikatif, banyak terlibat dalam praktek KKN yang berkaitan dengan penebangan secara liar. Penegak hukum bisa “dibeli” sehingga para aktor pelaku pencurian kayu, khususnya para cukong dan penadah kayu curian dapat terus lolos dari hukuman.
Penebangan hutan secara liar yang telah dilakukan bertahun-tahun dan membawa pengaruh negatif yang besar dalam kehidupan manusia di muka bumi. Manusia mungkin tidak sadar bahwa hutan mempunyai manfaat besar untuk menetralisir zat-zat beracun yang terdapat di udara yang terus menerus ‘diproduksi’ oleh manusia. Telah menjadi tugas semua untuk menjaga dan melestarikan hutan hujan  yang terdapat dibumi ini untuk diwariskan bagi para generasi yang akan dating. Begitu banyaknya faktor  yang menyebabkan manusia melakukan penebangan hutan secara liar, mulai dari bisnis (memperjualbelikan kayu dalam jual besar), digunakan untuk pembangunan (pembuatan rumah), atau hanya dijadikan sekedar alat bahan bakar untuk memasak terutama mereka yang tergolong miskin(Javierzebua,2010).
Menurut Soekotjo, kebakaran hutan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia pada 1997, membuat hampir 70 persen hutan terbakar. Kerusakan hutan bertambah ketika penebangan liar marak terjadi. Penebangan liar telah merusak segalanya, mulai dari ekosistem hutan sampai perdagangan kayu hutan. Lantaran hanya dibebani ongkos tebang, tingginya penebangan liar juga membuat harga kayu rusak. Persaingan harga kemudian membuat banyak industri kayu resmi terpaksa gulung tikar. Selain itu, lemahnya pengawasan lapangan penebangan resmi juga memberi andil tingginya laju kerusakan hutan di Indonesia. Padahal, kriteria Direktoran Kehutanan mengenai Tebang Pilih Indonesia (TPI) sebenarnya sudah cukup baik dan sesuai dengan kriteria pengelolaan hutan yang telah dirumuskan dalam berbagai pertemuan ahli hutan se-dunia.

2.3 Pihak –Pihak  Penyebab Penebangan Liar
Menurut Rivafauziah, Banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan illegal logging, jika pelakunya hanya masyarakat sekitar hutan yang miskin tentu saja tindakan ini dengan mudahnya dapat dihentikan oleh aparat kepolisian. Namun dari hasil identifikasi aktor pelaku illegal logging, terdapat 6 (enam) aktor utama, yaitu :
         Cukong
Cukong yaitu pemilik modal yang membiayai kegiatan penebangan liar dan yang memperoleh keuntungan besar dari hasil penebangan liar. Di beberapa daerah dilaporkan bahwa para cukong terdiri dari : anggota MPR, anggota DPR, pejabat pemerintah (termasuk para pensiunan pejabat), para pengusaha kehutanan, Oknum TNI dan POLRI.
         Sebagian masyarakat
Khususnya yang tinggal di sekitar kawasan hutan maupun yang didatangkan, sebagai pelaku penebangan liar (penebang, penyarad, pengangkut kayu curian)
         Sebagian pemilik pabrik pengolahan kayu (industri perkayuan), skala besar, sedang dan kecil : sebagai pembeli kayu curian (penadah)
         Oknum pegawai pemerintah (khususnya dari instansi kehutanan) yang melakukan KKN ; memanipulasi dokumen SAKB (SKSHH) ; tidak melaksanakan tugas pemeriksaan sebagaimana mestinya
         Oknum penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, TNI) yang bisa dibeli dengan uang sehingga para aktor pelaku penebangan liar, khususnya para cukong dan penadah kayu curian dapat terus lolos (dengan mudah) dari hukuman (praktek KKN). Oknum TNI dan POLRI turut terlibat, termasuk ada yang mengawal pengangkutan kayu curian di jalan-jalan kabupaten/propinsi
         Pengusaha asing : penyelundupan kayu hasil curian ke Malaysia, Cina, dll.
2.4 Dampak Penebangan Liar
Kegiatan penebangan kayu secara liar (illegal logging) tanpa mengindahkan kaidah-kaidah manajemen hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan berbagai dampak negatif dalam berbagai aspek, sumber daya hutan yang sudah hancur selama masa orde baru, kian menjadi rusak akibat maraknya penebangan liar dalam jumlah yang sangat besar. Kerugian akibat penebangan liar memiliki dimensi yang luas tidak saja terhadap masalah ekonomi, tetapi juga terhadap masalah sosial, budaya, politik dan lingkungan. Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal logging telah mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara. Berbagai sumber menyatakan bahwa kerugian negara yang diakibatkan oleh illegal logging , mencapai Rp.30 trilyun per tahun. Permasalahan ekonomi yang muncul akibat penebangan liar bukan saja kerugian finansial akibat hilangnya pohon, tidak terpungutnya DR dan PSDH akan tetapi lebih berdampak pada ekonomi dalam arti luas, seperti hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragaman produk di masa depan (opprotunity cost). Sebenarnya pendapatan yang diperoleh masyarakat (penebang, penyarad) dari kegiatan penebangan liar adalah sangat kecil karena porsi pendapatan terbesar dipetik oleh para penyandang dana (cukong). Tak hanya itu, illegal logging juga mengakibatkan timbulnya berbagai anomali di sektor kehutanan. Salah satu anomali terburuk sebagai akibat maraknya illegal logging adalah ancaman proses deindustrialisasi sektor kehutanan. Artinya, sektor kehutanan nasional yang secara konseptual bersifat berkelanjutan karena ditopang oleh sumber daya alam yang bersifat terbaharui yang ditulang punggungi oleh aktivitas pengusahaan hutan disektor hulu dan industrialisasi kehutanan di sektor hilir kini tengah berada di ambang kehancuran. Dari segi sosial budaya dapat dilihat munculnya sikap kurang bertanggung jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat pada umumnya sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah serta antara baik dan buruk. Hal tersebut disebabkan telah lamanya hukum tidak ditegakkan ataupun kalau ditegakkan, sering hanya menyentuh sasaran yang salah. Perubahan nilai ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikembalikan tanpa pengorbanan yang besar.
Kerugian dari segi lingkungan yang paling utama adalah hilangnya sejumlah tertentu pohon sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati. Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat menyebabkan kepunahan suatu spesies termasuk fauna langka. Kemampuan tegakan(pohon) pada saat masih hidup dalam menyerap karbondioksida sehingga dapat menghasilkan oksigen yang sangat bermanfaat bagi mahluk hidup lainnya menjadi hilang akibat makin minimnya tegakan yang tersisa karena adanya penebangan liar. Berubahnya struktur dan komposisi vegetasi yang berakibat pada terjadinya perubahan penggunaan lahan yang tadinya mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan juga sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan telah berubah peruntukanya yang berakibat pada berubahnya fungsi kawasan tersebut sehingga kehidupan satwa liar dan tanaman langka lain yang sangat bernilai serta unik sehingga harus jaga kelestariannya menjadi tidak berfungsi lagi. Dampak yang lebih parah lagi adalah kerusakan sumber daya hutan akibat penebangan liar tanpa mengindahkan kaidah manajemen hutan dapat mencapai titik dimana upaya mengembalikannya ke keadaan semula menjadi tidak mungkin lagi (Rivafauziah,2010).
            Keadaan hutan yang sudah longgar, pohon-pohon besar dan kecil ditebang dan tidak ada regenerasi berdampak pada perairan terutama anak-anak sungai akan banjir besar dan menerima debit air yang melebihi kapasitas normal. Sungai yang dahulunya tidak bisa meluap dan begitu bersahabat sekarang sebaliknya, seperti banjir di Martapura, Kabupaten Banjar tahun 2006. Sedangkan di musim kemarau persediaan air sangat kurang. Fakta tersebut menunjukkan bahwa kawasan hutan bukit dan pegunungan di Kalimantan sudah kurang fungsinya sebagai penahan air agar secara perlahan-lahan mengalir ke muara sungai. Yang kita khawatirkan jika musim hujan tiba dengan curah hujan sangat tinggi yang merupakan siklus sepuluh tahunan maka air akan tertumpuk di daerah muara tepatnya di daerah Banjarmasin dan Barito Kuala. Genangan air ini bisa bertahan lama 1 sampai 2 minggu atau lebih karena arus air ke muara tertahan pasang surut sedang kiriman air dari hulu sungai martapura terus berlangsung apalagi di muara juga terjadi hujan.Dampak negatif dari kerusakan hutan dan lingkungan yang akan kita wariskan kepada generasi penerus, anak cucu kita haruslah diantisipasi semaksimal mungkin(Impas-B,2010).


2.5 Proses Penegakan Hukum Kejadian Penebangan Liar
Menurut Rivafauziah, Upaya memberantas kegiatan illegal logging telah dilakukan tetapi belum meperlihatkan hasil yang maksimal karena masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Berikut rantai penegakan hukum kehutanan yang menunjukkan poin-poin bagaimana proses penegakan hukum kejadian illegal logging.



 





         Investigasi Polisi
Organisasi masyarakat sipil terus menerus menyediakan informasi mengenai penebangan liar kepada aparat penegak hukum dan media. Contohnya adalah ketika Telapak dan Badan Investigasi Lingkungan (EIA) mengumumkan temuan mereka kepada masyarakat mengenai penebangan liar di Papua (EIA dan Telapak, 2005). Laporan ini menarik perhatian semua pejabat tinggi pemerintah termasuk presiden dan DPR. Sebagai hasil dari laporan ini, polisi diberikan proyek baru yang bernama operasi Hutan Lestari II yang menelan biaya Pemerintah Indonesia sekitar 12 miliar rupiah. Polisi melakukan beberapa penahanan, menyita kayu ilegal dan mempublikasikan keberhasilan ini. Walaupun demikian, belum ada kasus besar (aktor intelektual) penebangan liar yang sampai ke tingkat jaksa penuntut, apalagi ke pengadilan. Operasi Hutan Lestari II menyita 370.244 m3 kayu ilegal dan 19.728 m3 kayu ilegal yag telah diproses, serta beberapa alat transportasi seperti tugboat dan sejumlah kendaraan (Widakdo dan Santoso, 2005).
Terdapat indikasi bahwa polisi terlibat dalam penebangan liar seperti yang dilaporkan oleh sebuah studi yang dilakukan oleh mahasiswa perguruan tinggi ilmu kepolisian (PTIK, 2005).
Keterlibatan polisi dalam pembalakan liar mencakup pemberian perlindungan dan melakukan perdagangan kayu untuk keuntungannya sendiri. Studi ini mendukung hasil operasi hutan lestari II di Papua dan proses pengadilan di Sorong, Papua ( Ama, 2005).

         Penuntutan Oleh Jaksa
Belum ada kasus besar penebangan liar yang telah diserahkan oleh kepolisian kepada jaksa penuntut umum. Sebagai akibatnya, departemen kehutanan menyerahkan kasus yang melibatkan cukong penebangan liar langsung kepada jaksa penuntut umum dan memberlakukan kasus tersebut sebagai kasus korupsi. Jaksa penuntut umum diperbolehkan menginvestigasi kasus penebangan liar. Namun demikian, belum ada kasus korupsi besar yang terkait dengan pembalakan liar yang dimasukkan ke pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum.

         Proses Pengadilan

Karena polisi dan jaksa penuntut umum gagal membawa kasus cukong atau kasus besar penebangan liar ke pengadilan, pengadilan belum mengadili kasus-kasus seperti ini. Terdapat beberapa kasus penebangan liar dan korupsi yang berhasil dibawa ke pengadilan, namun hampir semuanya mendapat hukuman ringan atau bahkan bebas sama sekali. Hakim mungkin dipengaruhi oleh penyokong dana penebangan liar dan orang-orang yang mewakilinya. Hakim sebagai aparat pemerintah mungkin juga menghadapi tekanan untuk membuat keputusan yang menguntungkan bagi para aktor intelektual pembalakan liar.
Berdasarkan gambaran proses penegakan hukum terhadap kasus illegal logging diatas, maka untuk menjadikan penegakan hukum sebagai salah satu solusi yang dapat diandalkan dalam menyelesaikan permasalahan illegal logging diperlukan adanya perbaikan moral dan kemampuan aparat penegak hukum termasuk didalamnya pemberian reward dan punishment. Selain itu diperlukan adanya inovasi dengan menggunakan perangkat hukum yang baru (Undang-undang Korupsi dan Undang-undang tindak pencucian uang) untuk menangkap otak dibalik tindak kejahatan illegal logging serta perlunya dibuat proses pengadilan yang lebih mudah untuk menghukum mereka.

2.6 Mengapa Penebangan Liar Sulit Dihentikan
Menurut Alqadrie dkk, ada beberapa alasan mengapa aktivitas penebangan liar terbukti sulit untuk dihentikan oleh pemerintah Indonesia, yaitu :
          Penebangan liar didukung oleh penyokong dana, atau cukong, yang beroperasi layaknya institusi kejahatan yang terorganisir (organized crimes). Para penyokong dana ini hanya diketahui dari nama depannya, bahkan oleh polisi dan dinas kehutanan. Informasi mengenai tempat tinggal, keluarga, bisnis sesungguhnya, dan bank yang mereka pakai tetap tersembunyi. Mereka dapt berpindah secara bebas dari satu tempat ke tempat yang lain di Indonesia dan negara tetangga. Para penegak hukum kehutanan mempunyai keterbatasan sumber daya dalam menghadapi cukong-cukong tersebut. Penegak hukum hanya memfokuskan usaha mereka pada menemukan bukti-bukti fisik dari adanya kayu ilegal, seperti kepemilikan, penyimpanan dan pengangkutan kayu dan produk hutan lainnya yang tanpa surat-surat dokumen yang sah. Karena lebih memfokuskan pada bukti fisik kayu ilegal, maka target paling mudah dalam usaha penegakan hukum kehuatanan adalah supir truk yang sedang mengangkut kayu ilegal
         Pembalakan liar dan praktek-praktek terkait lainnya semakin marak karena adanya korupsi. Penyokong dana yang mengoperasikan pembalakan liar dan aktivitas perdagangan kayu ilegal mengerti dengan siapa mereka harus membayar untuk melindungi bisnis kayu ilegal mereka. Untuk melancarkan operasinya, mereka memberikan sejumlah uang kepada oknum-oknum pejabat kunci di kantor dinas kehutanan untuk memperoleh surat pengangkutan kayu (SKSHH), serta membayar oknum aparat di semua pos pemeriksaan ketika mereka mengangkut kayu ilegal. Mereka juga harus membina hubungan baik dengan para pengambil keputusan di badan legislatif dan pemerintahan daerah, serta oknum kepolisian dan militer di daerah dimana mereka mengoperasikan usaha kayu ilegal mereka.
         Terdapat suatu perasaan tidak nyaman pada individu-individu yang bertanggung jawab yang prihatin dengan pembalakan liar serta masalah-masalah yang terkait dengannya. Walaupun korupsi telah mempengaruhi hampir semua fungsi pemerintahan, masih ada individu-individu yang bertanggung jawab di kepolisian, militer, dinas kehutanan dan aparat bea dan cukai yang berkeinginan untuk melawan kejahatan kehutanan ini, seperti yang disyaratkan pada sumpah dan fungsi mereka sebagai pelayan masyarakat. Namun demikian, orang-orang ini bekerja secara individu dan pemeritah kurang mampu melindungi mereka. Mereka menghadapi resiko dipndahkan atau bahkan kehilangan pekerjaan karena usaha mereka menghentikan pembalakan liar. Mereka juga khawatir akan adanya perlawanan dari anggota masyarakat yang marah yang diuntungkan oleh pembalakan liar. Pada era reformasi, tentara nasional indonesia (TNI) dibebaskan dari tugas keamanan internal dan tugas tersebut diberikan kepada kepolisian. Setelah era tersebut, para pembalak liar semakin terang-terangan dalam melakukan aksinya. Mereka secara terbuka melakukan aktivitas pembalakan liar baik siang maupun malam, tanpa rasa takut pada polisi.


2.7 Upaya Mengatasi Penebangan Liar
Menurut Rivafauzia, penanggulangan illegal logging tetap harus diupayakan hingga kegiatan illegal logging berhenti sama sekali sebelum habisnya sumber daya hutan dimana terdapat suatu kawasan hutan tetapi tidak terdapat pohon-pohon di dalamnya. Penanggulangan illegal logging dapat dilakukan melalui kombinasi dari upaya-upaya pencegahan (preventif), penanggulangan (represif) dan upaya monitoring (deteksi).
         Deteksi terhadap adanya kegiatan penebangan liar
Kegiatan-kegiatan deteksi mungkin saat ini telah dilakukan, namun walaupun diketahui atau ada dugaan terjadi kegiatan illegal logging tindak lanjutnya tidak nyata. Meski demikian aksi untuk mendeteksi adanya illegal logging tetap harus terus dilakukan, namun harus ada komitmen untuk menindaklanjuti dengan proses penegakan hukum yang tegas dan nyata di lapangan
         Tindak prefentif untuk mencegah terjadinya illegal logging
Tindakan preventif merupakan tindakan yang berorientasi ke depan yang sifatnya strategis dan merupakan rencana aksi jangka menengah dan jangka panjang, namun harus dipandang sebagai tindakan yang mendesak untuk segera dilaksanakan.
         Tindakan supresi (represif)
Tindakan represif merupakan tindakan penegakan hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan sampai ke pengadilan. Untuk itu harus ada kesamaan persepsi antara masing-masing unsur penegak hukum yaitu penyidik (Polri dan PPNS), jaksa penuntut dan hakim. Karena besarnya permasalahan ilegal logging, tindakan represif harus mampu menimbulkan efek jera sehinga pemberian sanksi hukum harus tepat.










BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
·         Penebangan kayu secara liar (illegal logging) merupakan gejala (symptom)
yang muncul akibat dari berbagai permasalahan yang sangat kompleks
melibatkan banyak pihak dari berbagai lapisan
·         Penebangan kayu secara liar (illegal logging) sudah menjadi permasalahan
nasional sehingga komitmen dari pemerintah di tingkat nasional harus
nyata. Namun demikian karena permaslahan ini terjadi di  tingkat lokal,
maka komitmen daerah juga harus jelas dimana Pemerintah Daerah harus
mempunyai tanggung jawab yang nyata
·         Secara umum permasalahan yang menyebabkan terjadinya penebangan liar
dapat dikelompokkan menjadi : ketidakseimbangan suply-demand ;
kebijakan pemerintah yang kurang tepat ; krisis multi dimensi ; ekses
desentralisasi (otonomi daerah) ; dan moral aparat
·         Sehubungan dengan permasalahn tersebut diatas diperlukan aksi/tindakan
dan komitmen yang harus dilaksanakan secara terintegrasi dan simultan
yang melibatkan berbagai pihak terkait (stake holder).
·         Penanggulangan illegal logging dapat dilakukan melalui kombinasi dari upaya-upaya
pencegahan (preventif), penanggulangan (represif) dan upaya monitoring (deteksi).








3.2 Saran
        1. Banyaknya penebangan liar menimbulkan berbagai dampak negative diberbagai kawasan Indonesia sehingga perlu adanya upaya untuk  mengatasi penebangan liar tersebut.
2. Secara tidak langsung banyaknya proses penebangan liar membuat varietas asli (alam) terancam punah sehingga perlunya kegiatan penghijauan kembali (Reboisasi).








DAFTAR PUSTAKA

Ama, K.K.2005.Hukum Mandul,Hutan pun Gundul.Kompas,5 Maret 2005
Alqadrie,dkk.2002. Decentraliztaion policy of forestry sector.Bogor:Bina Cipta
Impas-B.2010. Dampak Terjadinya Kerusakan Hutan.http:// Penyebab dan Dampak Rusaknya hutan Kita « IMPAS-B.htm diakses 30 Oktober 2010 pukul 17.00 WIB
Javierzebua.2010.Kemiskinan satu faktor penebangan hutan.http://www.Javierzebua's Blog.htm diakses 30 Oktober 2010 pukul 17.15 WIB
PTIK.2005.Mengungkap Mastermind Illegal Logging Menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang.Jakarta:ITB press

Rivafauziah.2010.Penebangan Liar.http:// rivafauziah.files.wordpress.com/ diakses 30 Oktober 2010 pukul 17.23 WIB
Scrib.2010.Penyebab Terjadinya Penebangan Liar.http://www.scrib.blogspot.com diakses 31 Oktober 2010 pukul 05.00 WIB
Soekotjo.2010.Ilegal Loging Termasuk Penyebab Terbesar Kerusakan Hutan Indonesia.http:// Illegal Loging Penyebab Terbesar Kerusakan Hutan Indonesia « KLIPING cyberMEDIA.htm diakses 31 Oktober 2010 pukul 05.15 WIB
Widakdo.2010.Investigasi Polisi.http://www.widakdo.blogspot.com diakses 31 Oktober 2010 pukul 05.20 WIB
Wikipedia.2010.Pengertian Pembalakan Liar.http://www.wikipedia.org/ diakses 30 Oktober 2010 pukul 17.30 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar