KODE
ETIK PERIKANAN
TUGAS
Untuk
memenuhi tugas matakuliah
Hukum
dan Peraturan Perundangan
yang
dibina oleh Bapak Nurdin
Disusun
oleh :
NAMA :
ACHMAD FATHONY
NIM :
105080301111043
KELAS : C
TEKNOLOGI
INDUSTRI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2012
Optimalisasi
upaya penangkapan udang sesuai potensi lestari di Delta Mahakam dan sekitarnya
perlu dilakukan. Kebijakan dan program yang bertalian dengan upaya optimalisasi
antara ketersediaan sumberdaya (stok) udang dengan tingkat pemanfaatan pada
tiap lokasi penangkapan udang adalah sangat penting untuk menjamin sistem usaha
perikanan tangkap yang efisien secara berkelanjutan.
Kebijakan
dan program yang bertalian dengan upaya optimalisasi antara ketersediaan
sumberdaya (stok) udang dengan tingkat pemanfaatan pada tiap lokasi penangkapan
udang adalah sangat penting untuk menjamin sistem usaha perikanan tangkap yang
efisien secara berkelanjutan. Tingkat upaya penangkapan udang di Delta Mahakam
dan sekitarnya, jika melebihi potensi lestarinya (maximum sustainable yield),
maka terjadi fenomena tangkap lebih (overfishing) yang berakibat pada
penurunan hasil tangkapan per satuan upaya (catch per unit effort),
yang pada akhirnya akan menurunkan pendapatan. Sebaliknya jika upaya
penangkapan udang dibawah potensi lestari (MSY) atau tingkat MEY (maximum
economic yield), maka terjadi kondisi yang kurang optimal. Kondisi
suboptimal dapat dikatakan mubazir, karena sumberdaya udang di laut pada
waktunya jika tidak ditangkap akan mati secara alamiah (natural mortality)
atau dicuri oleh nelayan asing.
Fenomena
tangkap lebih (overfishing), disebabkan oleh persepsi keliru tentang
sumberdaya udang oleh nelayan, pengusaha perikanan dan pejabat pemerintah,
yaitu beranggapan bahwa udang adalah sumberdaya dapat pulih (renewable
resources), maka sumberdaya udang dapat dieksploitasi secara tak terbatas (infinite)
dan anggapan sumberdaya udang di laut sebagai sumberdaya milik umum (common
property resources), sehingga berlaku rejim open acces dalam
pemanfaatannya dengan pengertian bahwa siapa saja, kapan saja, dapat
mengeksploitasi sumberdaya udang sebanyak-banyaknya.
Untuk
mewujudkan perikanan tangkap berkelanjutan (sustainable fisheries), maka
rejim (pola) pemanfaatannya harus segera diubah dari rejim open acces menjadi
rejim perikanan tangkap yang bertanggung jawab (responsible fisheries)
seperti yang dianjurkan oleh Kode Etik Perikanan Yang Bertanggung Jawab (Code
Conduct of Responsible Fisheries, FAO 1995b). Satu diantara unsur
dari Kode Etik ini adalah praktek perikanan tangkap secara terkendali (Dahuri
2002).
Selain itu
dampak utama dari sifat yang “open access dan common property”
terhadap pemanfaatan dan
pengelolaannya adalah :
1.
Kesulitan
dalam pengontrolan dan estimasi jumlah stok dari ikan pada setiap musim/periode
karena dipengaruhi oleh faktor biologi dan ekologi dari sumberdaya perikanan
sebagai faktor alami (makanan, mangsa dan habitatnya), serta berbagai upaya
eksploitasi yang dilakukan manusia (bertujuan memaksimumkan resource rent untuk
meningkatkan kesejahteraan) sebagai faktor non alami.
2.
Usaha
penangkapan ikan di wilayah perairan mengandung risiko dan ketidakpastian (uncertainty)
yang relatif besar. Dalam hal ini sumberdaya perikanan bersifat mobile/fugitive,
sehingga risikonya adalah kehilangan sejumlah penangkapan dan risiko-risiko
penyerta lainnya.
3.
Timbulnya
pemanfaatan sumberdaya yang economic overfishing dan biology
overfishing. Economic overfishing terjadi jika input (effort)
yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan (fishing), melebihi
kapasitas produksi, dengan kata lain untuk menangkap ikan dengan jumlah kecil
dalam suatu usaha dibutuhkan input yang besar (effort). Implikasinya
adalah hasil tangkapan (catch) yang diperoleh, dan dinilai dengan uang (total
revenue) < biaya input yang dikeluarkan (TC). Sedangkan biology
overfishing terjadi jika hasil tangkapan telah melebihi potensi lestarinya,
sehingga kemampuan ikan bertahan pada keseimbangan produksinya terancam, yang
akan mengarah pada kelangkaan (scarcity) sumberdaya perikanan, serta
kepunahan beberapa spesies tertentu.
Untuk
mengusahakan agar sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan terus-menerus secara
maksimal, dalam waktu yang tak terbatas, maka laju kematian karena penangkapan
(tingkat pemanfaatan), perlu dibatasi sampai pada suatu tingkat tertentu.
Induk-induk udang dalam jumlah tertentu harus disisakan dan diberi kesempatan
untuk berkembang biak, sehingga mampu menghasilkan anakan dalam jumlah cukup
untuk kelestarian. Tingkat eksploitasi atau pemanfaatan yang optimal adalah
tingkat pemanfaatan dimana jumlah yang ditangkap, sebanding dengan tambahan
jumlah/kepadatan karena perkembangbiakan dan pertumbuhan serta penyusutan
karena kematian alami.
Dalam
pemanfaatan sumberdaya yang bersifat milik bersama (common property),
keseimbangan jangka panjang dalam usaha perikanan tidak dapat dipertahankan,
karena adanya peluang untuk meningkatkan keuntungan (access profit) bagi
usaha penangkapan ikan, sehingga terjadi ekstensifikasi usaha secara besarbesaran,
dibarengi masuknya pengusaha baru yang tergiur dengan nilai rent yang
cukup besar tersebut. Pemanfaatan sumberdaya perikanan harus memperhatikan
aspek sustainability, agar dapat memberikan manfaat yang sama, dimasa
yang akan datang yang tidak hanya terfokus pada masalah ekonomi, tetapi juga
masalah lain seperti teknis, social dam budaya. Tingkat pemanfaatan sumberdaya
optimal melalui pendekatan Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Maximum
Economic Yield (MEY). Pendekatan MSY akan memberikan hasil lestari secara
fisik, namun demikian dalam praktek pengelolaan sumberdaya perikanan, tingkat
tangkapan MEY akan lebih baik, karena selain memberikan keuntungan secara
ekonomi juga memberikan keuntungan secara ekologi, yang dapat mempertahankan
diversitas yang besar.
Usaha
perikanan yang berkelanjutan (sustainable fisheries) merupakan suatu
proses perubahan, dimana eksploitasi, orientasi pengembangan teknologi dan
perubahan institusi adalah suatu proses yang harmonis dan menjamin potensi masa
kini dan masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Konsep
usaha perikanan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kepentingan generasi
yang akan datang,
Palunsu dalam
Hastuti (2001), mengemukakan bahwa usaha perikanan yang berkelanjutan
mengandung tiga pengertian yaitu :
1.
Memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan
kebutuhan masa yang akan datang
2.
Tidak melampaui daya dukung ekosistem
3.
Mengoptimalkan manfaat dari SDA dan SDM
Pada usaha
perikanan yang berkelanjutan, sumberdaya perikanan pada suatu wilayah perairan
pada periode waktu tertentu cenderung mengalami perubahan. Perubahan ini selain
disebabkan oleh faktor alami, juga oleh faktor non alami. Faktor alami meliputi
perubahan fisik lingkungan suatu perairan, keterbatasan makanan dan sumber hara
lainnya serta predator, sedangkan faktor non alami ditimbulkan oleh kegiatan
manusia dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan yang tidak terkendali. Sehingga
perlu dilakukan perikanan yang berkelanjutan agar tidak terjadi pemunahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar